Homili 19 November 2016

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXXIII
Why 11:4-12
Mzm 144:1.2.9-10
Luk 20:27-40

Aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal

imageSaya pernah merayakan Misa Requiem bagi seorang ibu di sebuah rumah duka. Keluarga yang sedang berduka membagikan souvenir berupa pembatas buku sederhana, bertuliskan nama ibu yang meninggal dunia dan sebuah kalimat dari Credo yakni: “Aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Amen”. Saya memperhatikan orang-orang yang menerima souvenir itu memiliki reaksi yang berbeda-beda. Ada yang mengingat kembali kehidupan bersama ibu itu, ada yang memuji lukisan dan kata-kata pada pembatas buku, ada yang bertanya siapa yang mencetaknya dan perkiraan biaya cetaknya. Tetapi ada sesuatu yang menarik yaitu, seorang anak kecil membaca tulisan itu berulang kali: ‘Aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal” kemudian ia bertanya kepada ayahnya: “Papi, aku percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal itu apaan sih?” Sang ayah terheran-heran mendengar pertanyaan anak itu dan dengan tangannya menunjuk ke arah saya: “Dede, tanya aja ke Romo John. Dia lebih tahu dari pada papi”. Anak itu berkata: “Aku ‘ngga mau tanya Romo, aku mau papi yang jawab”. Sang ayah hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraannya kepada anak itu.

Pengalaman sederhana di rumah duka ini menarik perhatian saya. Doa Aku Percaya (Credo) selalu kita doakan dalam perayaan Ekaristi Hari Minggu dan Hari Raya atau ketika mengulangi janji baptis. Namun, rasanya kalimat-kalimat dalam doa itu mengalir begitu saja secara mekanis tanpa dipahami oleh kebanyakan orang katolik. Hal inilah yang sering menjadi kesulitan bagi banyak orang katolik ketika hendak mempertanggungjawabkan imannya di hadapan sesama yang lain.

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa kita percaya akan kebangkitan orang mati atau kebangkitan badan sebab Tuhan Yesus Kristus sendiri telah bangkit dari maut dan hidup selamanya. Dengan demikian kita yang mengikuti-Nya dari dekat akan mengambil bagian dalam kehidupan kekal (KGK, 988-991). Tuhan Yesus Kristus adalah Anak Allah. Dialah Allah sendiri yang mengambil bentuk “manusia” supaya dapat menyelamatkan manusia. Allah menyelamatkan tubuh dan jiwa manusia. Tentang hidup kekal, Katekismus mengajarkan bahwa hidup kekal itu dimulai dengan baptisan berlanjut pada peristiwa kematian dan diteruskan sampai tidak berkesudahan (KGK, 1020). C.S. Lewis pernah berkata: “Tampak bahwa tempatmu di surga telah dibuat untukmu dan memang hanya untukmu saja karena kamu memang diciptakan untuk menempatinya”. Yesus sendiri sudah berjanji untuk menyiapkan tempat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya, supaya di mana Yesus berada, kita juga ada bersama-Nya (Yoh 14:2-4).

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk menyadari rencana Tuhan akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal yang akan diberikan-Nya secara cuma-cuma kepada kita. Dalam bacaan pertama, Yohanes mendapat sebuah penglihatan tentang dua orang saksi yang disimbolkan dengan pohon zaitun dan kedua kaki dian yang berada di hadirat Tuhan semesta alam. Jika ada orang yang menyakitinya maka akan keluar api dari mulut mereka dan menghanguskan semua musuh, atau mati dengan cara yang sama. Kedua pohon zaitun diterangkan oleh Zakharia sebagai dua orang yang diurapi, yang berdiri di dekat Tuhan seluruh bumi (Za 4:12-14). Pikiran kita sebenarnya diarahkan oleh Yohanes untuk melihat dua figur penting di dalam Kitab Suci yaitu nabi Musa dan Elia. Kedua figur dalam Kitab Perjanjian lama ini memiliki relasi yang utuh dengan Yesus Kristus sendiri (Mat 17:3).

Kedua saksi itu memiliki kuasa menutup langit, mengubah air menjadi darah, menghajar bumi dengan pelbagai malapetaka dan membawa sukacita atas seluruh bumi. Mereka akan meninggal dunia dan semua orang akan datang untuk melayat jenazah mereka selama tiga setengah hari tetapi tidak dikuburkan. Mereka bahkan diperintahkan naik ke langit disaksikan oleh para musuh mereka. Roh Allah akan masuk ke dalam tubuh kedua nabi ini dan mereka akan hidup kembali (bangkit). Penglihatan Yohanes ini benar-benar menjadi gambaran dari Musa dan Elia. Bagi orang Yahudi Musa adalah Torah atau hukum. Dia adalah sahabat Allah. Elia adalah nabi yang akan datang mendahului Mesias.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar kisah tentang perkawinan levirat. Orang-orang saduki yang tidak percaya kepada kebangkitan memberikan sebuah kasus seperti ini: ada tujuh orang bersaudara menikahi seorang perempuan, semuanya meninggal tanpa ada keturunannya. Pada hari kebangkitan, siapakan yang akan menjadi suami wanita itu? Yesus mengatakan kepada mereka bahwa orang di dunia ini masih bisa kawin dan dikawinkan, namun pada hari kebangkitan orang mati, tidak ada lagi kawin dan dikawinkan. Semua orang seperti malaikat yang melayani Tuhan siang dan malam. Mereka sudah dibangkitkan sebagai Anak Allah. Ini berarti semua orang akan mengalami hidup kekal. Yesus mengambil pengalaman akan Allah dalam diri Musa dan menegaskan kepada kita semua bahwa Allah yang kita imani adalah Allah orang-orang hidup. Kita pun akan mengalami hidup kekal.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk mengerti tujuan hidup kita di dunia ini. Kita akan meninggal dunia dan pada saat yang tepat akan mengalami kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kita semua supaya bersatu dengan-Nya di surga.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply