Aku dan engkau adalah kawan sekaligus lawan
Ada seorang sahabat yang mengirim sebuah pesan singkat kepadaku pagi ini untuk mendoakannya. Ia sedang merasa sendirian setelah menyadari bahwa salah seorang kawan yang sekantor dengannya telah berubah menjadi lawannya. Konon kawannya itu sangat akrab di kantor maka dengan tidak menaruh rasa curiga, sahabatku ini menceritakan sisi lain dari kehidupannya kepada kawannya itu. Mulanya semua kisah hidup pribadi itu baik-baik saja tetapi lama kelamaan ia mendengar sindiran tertentu dari kawan lainnya di kantor yang sama. Pada akhirnya ia sadar bahwa kawannya sudah membongkar semua sharing dan juga curhat kepada kawan-kawan lainnya. Kawan akrab ternyata dapat menjadi lawan yang menyakitkan.
Kita dapat membayangkan betapa sakit dan menderitanya diri kita ketika kawan akrab kita berubah menjadi lawan yang mencelakakan relasi kita dengan kawan yang lain. Setiap hari kita berjumpa di tempat kerja yang sama, dan tegur sapa sudah menjadi hal biasa dalam kebersamaan. Namun ternyata ada sisi lain dari relasi bersama di dalam kantor yang sama yakni kawan kita ternyata menjadi lawan yang menyakitkan. Kita juga membayangkan ketika secara sadar atau tidak sadar kita mencelakakan kawan kita dengan menceritakan rahasia kehidupannya kepada kawan yang lain. Kita adalah kawan yang menjadi lawan yang menyakitkan baginya. Ini adalah dua sisi kehidupan sosial kita. Banyak kali kita harus jujur mengatakan sulit untuk menghindar dari dua situasi ini, kita adalah kawan sekaligus lawan.
Mengapa kita dapat berubah dari kawan menjadi lawan? Salah satu alasannya adalah kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita melihat orang lain yang menjadi kawan memiliki kelebihan tertentu, dan ini rasanya menjadi kekurangan di dalam diri kita. Akibatnya kita menjadi iri hati, cemburu dan membencinya. Mungkin kita lupa bahwa Tuhan memberikan kepada kita talenta-talenta sesuai dengan kemampuan kita. Sebaiknya kita menerima talenta-talenta itu dan memanfaatkannya demi kebaikan diri dan sesama. Kawan yang terbaik itu selalu berkorban untuk kebaikan kawan yang lainnya. Itulah kasih yang sebenarnya.
Saya mengingat perkataan Paulo Coelho ini untuk kita renungkan bersama: “Bukan musuh berpedang yang ada di depan mata yang perlu diwaspadai, melainkan teman di sebelah yang menyembunyikan pisau di balik punggungnya yang harus kita waspadai”. Maka jangan kaget kalau hari ini kawanmu berubah menjadi lawanmu. Tuhan Yesus saja sudah mengalaminya bersama pada murid-Nya. Mari kita berusaha untuk menjadi kawan yang baik selama hayat dikandung badan.
PJSDB