Hari Rabu, Pekan Biasa ke-IV/A
Ibr 12:4-7.11-15
Mzm 103:1-2.13-24.17-18a
Mrk 6:1-6
Pada suatu ketika, Yesus tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.
Demikianlah Injil Tuhan kita.
Terpujilah Kristus.
Renungan:
Kesetiaan itu…
Saya pernah mendengar sebuah sharing pengalaman yang luar biasa dari sepasang suami dan istri pada kesempatan retreat para pasutri dari sebuah lingkungan. Sharing pasutri itu tentang bagaimana mereka mengalami penolakan dan penerimaan sebagai pribadi yang saling mengasihi di dalam keluarga. Pernikahan pasutri ini memang direstui oleh keluarga besar suami dan istri. Waktu berlalu bergitu cepat hingga tujuh tahun usia perkawinan mereka, namun belum dikaruniai seorang anak. Pasutri ini pergi ke dokter dan hasilnya adalah semuanya baik, artinya mereka memiliki kemampuan untuk mendapat keturunan, hanya dokter selalu mengatakan “saatnya belum tiba” untuk kalian berdua.
Apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarga besar mereka? Ada serangan berupa kekerasan verbal yang datang dari berbagai pihak. Semua gara-gara keluarga besar ingin melihat keturunan baru. Pihak keluarga sang istri menuding suami sebagai pria yang tidak menghasilkan keturunan, sebaliknya pihak keluarga suami menuding sang istri dengan tudingan yang sama. Kedua-duanya benar-benar terjepit oleh keluarga sendiri. Maju kena, mundur kena! Namun yang hebat dari pasutri ini adalah mereka tetap percaya kepada rencana dan kehendak Tuhan. Mereka percaya bahwa pada suatu saat Tuhan akan menganugerahkan keturunan baru bagi mereka. Benar, Tuhan mengabulkan doa dan harapan mereka setelah sembilan tahun pernikahan. Pasangan suami dan istri ini dianugerahkan anak kembar laki-laki dan perempuan yang sehat hingga saat ini. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil dan mukjizat sungguh terjadi bagi orang yang percaya kepada-Nya. Mereka berusaha untuk memaafkan keluarga yang sebelumnya memusuhi mereka.
Kisah sederhana ini kiranya dapat menginspirasikan kita untuk memahami bacaan tentang kisah penolakan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Penginjil Markus mengisahkan bahwa pada suatu kesempatan Yesus tiba kembali di Nazaret, tempat Ia bertumbuh menjadi besar, Ia bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia (Luk 2:52). Para murid mengikuti-Nya dari dekat. Sebagai seorang Rabi, Ia menyempatkan diri untuk mengajar di dalam rumah ibadat pada hari sabat sehingga membuat banyak orang di kampung halaman-Nya itu takjub kepada-Nya.
Orang-orang yang mendengar Yesus dan takjub kepada-Nya itu mempertanyakan kemampuan Yesus yang ‘mendadak menjadi Rabi’ di hadapan mereka. Inilah pertanyaan-pertanyaan sederhana sebagai ungkapan kekecewaan dan penolakan terhadap Yesus: “Dari mana diperoleh-Nya semua itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mukjizat-mukjizat yang demikian, bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria? Bukankah Ia saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” (Mrk 6:2-3).
Pertanyaan-pertanyaan sebagai ungkapan kekecewaan dan penolakan terhadap Yesus di Nazaret ini ditanggapi Yesus dengan kata-kata ini: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya” (Mrk 6:4). Dengan demikian Yesus pun tidak dapat membuat satu mukjizat pun di sana kecuali memberkati dan menyembuhkan beberapa orang sakit. Pengalaman penolakan diri-Nya ini tidak menyurutkan semangat Yesus. Ia tetap setia berkeliling dan berbuat baik dengan mengajar dan menyembuhkan orang-orang sakit.
Pengalaman Yesus masih ada di dalam Gereja saat ini. Banyak orang yang mengakui diri sebagai orang katolik tetapi dalam hidupnya ternyata mereka sangat jauh dari Tuhan Yesus. Ada yang secara sadar menutup dirinya terhadap Tuhan Yesus. Mereka meragukan imannya, mempertanyakan identitas Yesus. Ada saudara yang mengakui dibaptis katolik tetapi seolah menjadi ateis di dalam gereja sendiri. Orang itu masih ada di dalam gereja tetapi defacto sudah murtad! Penginjil Yohanes mengatakan: “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya tetapi mereka tidak menerima-Nya” (Yoh 1:11). Mungkin saja anda dan saya adalah salah satu yang menolak Yesus seperti ini?
Pengalaman Yesus adalah pengalaman kita juga. Kisah pasutri yang mengalami kekerasan verbal di atas hanyalah salah satu contoh dari banyak saudari dan saudara yang mengalami penolakan di dalam keluarganya sendiri. Orang tua menolak anaknya yang cacat, misalnya. Anak-anak menolak mengakui orang tuanya setelah mereka berhasil menjadi orang berada. Inilah hidup kita yang nyata di hadapan Tuhan dan sesama.
Tuhan Yesus memang merasa heran atas ketidakpercayaan orang-orang di Nazaret terhadap keberadaan-Nya. Namun Ia tetap semangat, tetap setia untuk melayani. Ia setia untuk berkeliling dan berbuat baik kepada semua orang. Kesetiaan Yesus untuk tetap melayani ini haruslah menjadi milik kita. Maka lupakanlah segala penolakan diri kita dan setialah, tuluslah dalam melayani Tuhan dan sesama. Bersama Yesus kita pasti bisa.
Doa: Tuhan Yesus, Engkau mengalami penolakan dahulu dan sekarang namun kesetiaan-Mu untuk menyelamatkan kami tidak pernah berubah. Bantulah kami agar mampu mengolah diri supaya setia kepada-Mu dan kepada sesama kami. Amin.
PJSDB