Terima kasih atas anugerah Imamat
Selamat malam saudari dan saudara dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Saya mengakhiri hari Rabu ini dengan sebuah perasaan penuh syukur atas anugerah sakramen imamat yang telah Tuhan berikan kepada saya dan rekan-rekan imam yang lain. Rasa syukur kepada Tuhan bersamaan dengan merayakan pesta Takhta St. Petrus. Ketika mendengar kata “Takhta”, pikiran kita tertuju pada Cathedra atau kursi besar di sebuah Gereja Katedral yang hanya dapat ditempati oleh Bapa Uskup. Takhta Uskup ini menjadi tempat duduk Bapa uskup dalam melayani sakramen-sakramen di dalam Gereja lokal di dalam Gereja Katedral. Takhta St. Petrus mengingatkan kita pada sosok Petrus sebagai batu karang, tempat Yesus membangun jemaat-Nya. Yesus sendiri menyertai Gereja-Nya hingga akhir zaman dan alam maut tidak akan menguasainya.
Petrus menjadi sosok central dalam perayaan hari ini. Dia adalah pilihan Tuhan Yesus untuk menjadi ketua bagi jemaat. Ketika Petrus mengakui iman-Nya kepada Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup, maka Yesus memandangnya dengan penuh kasih dan menyapanya berbahagia. Petrus disapa demikian berkaitan dengan dua hal penting di dalam hidupnya yakni menjadi batu karang dan menerima kunci kerajaan surga. Petrus menjadi batu karang (petra) untuk melindungi jemaat dari marabahaya yang senantiasa mengancamnya. Alam maut pun tidak mampu melenyapkan orang-orang yang mengimani Yesus Kristus. Petrus menerima kunci surga. Ini bukan berarti Petrus mengabsen atau menentukan orang mana yang dapat masuk surga. Ini adalah urusannya Tuhan Allah. Ia memegang kunci supaya menutup rapat-rapat dunia dari berbagai ancaman kejahatan.
Saya benar-benar salut dengan semua perkataan dari St. Petrus yang bagi saya sangat mengoreksi seluruh hidup saya sebagai imam dan gembala umat. Petrus mengakui dirinya sebagai saksi penderitaan Kristus, dan ikut mendapat bagian dalam kemuliaan Kristus kelak. Pengalaman sebagai gembala ini dibagikannya kepada para gembala di dalam gereja. Inilah ungkapan hati st. Petrus kepada para gembala:
Pertama, Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu. Saya sadar diri bahwa umat yang saya layani sebagai imam bukan milikku melainkan milik Allah sendiri. Umat adalah kawanan domba Allah bukan domba-dombaku. Kasihanilah saya ya Tuhanku.
Kedua, jangan menjadi gembala yang melayani dengan terpaksa tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Tuhan. Wah, Petrus ini membuat saya malu karena banyak kali saya terpaksa melayani. Kasihanilah saya Tuhanku. Semoga saya melayani dengan tulus hati. Kasihanilah para imam yang melayani umatmu dengan memilih umat atau keluarga tertentu sedangkan yang lainnya diabaikan.
Ketiga, jangan melayani untuk mencari keuntungan melainkan untuk mengabdikan diri bagi Tuhan dan sesama manusia. Tuhan Yesus kasihanilah para imam-Mu yang bersifat materialis, sehingga lupa dan lalai dalam bekerja untuk kemuliaan nama-Mu. Kasihanilah imam-imammu yang suka memasang tarif dalam melakukan sebuah pelayanan. Kasihanilah imam-imammu yang mengeluh setelah membuka amplop stipendium atau iura stola karena tidak sesuai dengan harapan.
Keempat, jangan berlaku sebagai penguasa yang memerintah tetapi sebagai pemberi teladan yang baik. Wah saya mendapat koreksi yang bagus supaya memberi teladan hidup yang baik bagi umat yang saya layani. Perkataan Petrus membantu para imam untuk mengontrol tutur katanya di hadapan umat. Ada imam yang berdalil atas nama suara kenabian sehingga mengkritik para penguasa tetapi lupa memberi solusi.
Keempat hal ini memiliki kekuatan yang luar biasa yang selalu mempengaruhi sikap hidup seorang gembala masa kini. Saudari dan saudara, para gembalamu adalah manusia yang lemah maka doakanlah selalu supaya kami semua setia sebagai gembala yang baik.
P. John Laba, SDB