Homili 23 Februari 2017

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-VII
St. Polikarpus, Martir
Sir 5:1-8
Mzm 1:1-2.3.4.6
Mrk 9:41-50

Jangan menunda pertobatanmu!

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik mengenang St. Polikarpus. Beliau adalah murid rasul Yohanes Penginjil yang dipercayakan sebagai Uskup di Smyrna, Turki, hingga timbul pergolakan pada tahun 155. Polikarpus termasuk salah seorang yang menjadi sasaran penganiayaan. Ia menerima orang-orang yang menangkapnya dengan menjamu mereka terlebih dahulu dengan santapan lezat. Ia sempat mengatakan kepada para algojonya: “Jadilah kehendak Tuhan atas diriku ini”. Sebelum ditangkap dan dibelenggu, Polikarpus meminta waktu untuk berdoa secara pribadi. Ia menyuerahkan diri secara total kepada Tuhan Yesus. Selanjutnya ia dibelenggu dan diarak di hadapan umatnya menuju ke rumah prokonsul untuk diadili.

Di hadapan prokonsul, Polikarpus dipaksa untuk menghujat Yesus namun ia menolak dengan keras. Ia berkata: “Sudah delapan puluh enam tahun saya mengabdi Yesus Kristus, dan saya tidak pernah mengalami suatu kesalahan pun yang Yesus lakukan bagiku. Bagaimana mungkin saya menghojat Raja dan Penyelamatku? Tuhanku Yesus tidak saja berkata: “Bertahanlah dan teguhlah dalam imanmu, cintailah sesamamu, berbelaskasihlah kepada sesamamu, dan bersatulah di dalam kebenaran, melainkan juga Dirinya sendiri dijadikan contoh yang mencolok mata tentang semuanya itu”. Perkataan Polikarpus ini membuat prokonsul marah sehingga ia memerintahkan para alogojo untuk membakarnya. Polikarpus meninggal dunia sebagai sebagai martir. Di atas kuburnya terdapat tulisan ini: “Dirimu kami cintai melebihi berlian, kami sayangi melebihi emas permata, dan kami baringkan tubuhmu yang suci di tempat yang layak bagimu. Di tempat ini ingin kami berkumpul dengan gembira untuk merayakan ulang tahun wafatmu sebagai martir Kristus yang jaya.” Tertulianus, seorang Bapa Gereja pernah mengatakan bahwa darah para martir adalah benih yang subur bagi iman Kristiani.

Bagaimana kita dapat menumbuhkan benih iman kristiani di dalam hidup kita? Satu hal yang penting adalah mambangun semangat pertobatan untuk mengalami Allah secara nyata di dalam hidup setiap hari. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita semua untuk membangun semangat pertobatan di hadirat Tuhan. Kitab Putra Sirak dalam bacaan pertama mengajak kita supaya jangan mengandalkan kekayaan yang kita miliki. Janganlah kita tergoda sehingga hati kita melekat pada kekayaan dan hawa nafsu. Yesus sendiri mengatakan bahwa di mana hartamu berada di sana hatimu juga berada (Mat 6:21).

Kadang-kadang kita memang mengakui dosa-dosa pribadi di hadirat Tuhan namun tidak ada usaha untuk bertobat. Hanya ada penyesalan dalam diri kita tetapi tidak ada perasaan bertobat. Akibatnya kita dapat mengulangi dosa yang sama atau bahkan suka menimbun dosa-dosa pribadi kita. Kita semua percaya akan belas kasih Tuhan karena belas kasih Tuhan amat besar bagi manusia. Dosa-dosa manusia yang banyak akan diampuni oleh Tuhan. Namun kalau manusia tidak bertobat maka kemurkaan dan kegeraman Tuhan akan menimpah hidupnya.

Apa yang harus kita lakukan di hadirat Tuhan? Kita perlu bertobat saat ini juga. Jangan menunda-nunda untuk bertobat kepada Tuhan, jangan tangguhkan dari hari ke hari. Ketika orang menunda pertobatan pribadinya maka ia dapat menimbun dosa, atau mengulangi dosa yang sama. Ada orang yang sulit untuk mengakui dosa-dosanya karena ia merasa bahwa dosa-dosanya belum banyak. Ia mau mengakui dosanya kalau sudah banyak. Prinsip seperti ini amat keliru. Kita perlu mengakui dosa-dosa kita kapan dan di mana saja dengan mendekatkan diri kita kepada seorang pastor sebagai bapa pengakuan. Kita perlu rendah hati untuk mengatakan kepada Tuhan bahwa kita orang berdosa.

Bagaimana kita mengakui dosa-dosa kita dengan baik? Kita mulai dengan memeriksa batin kita untuk melihat relasi pribadi kita dengan Tuhan dan sesama. Pedoman kita adalah sepuluh perintah Allah, lima perintah Gereja, sakramen-sakramen di dalam gereja dan kebajikan-kebajikan kristiani. Kita dapat melihat manakah yang kita lakukan dengan baik dan manakah yang kita belum lakukan. Apakah sikap hidup kita telah merugikan sesama dan menjauhkan kita dari Tuhan. Setelah memeriksa batin maka kita mendekati pastor untuk mengakui dosa-dosa kita. Ketika mengakui dosa, sebutlah dosa-dosa yang sudah kita lakukan berdasarkan pemeriksaan bathin, dari saat terakhir kita mengakui dosa, tanpa perlu menjelaskan dosa kita di hadapan pastor. Ketika menjelaskan dosa-dosa kita, sebenarnya kita membenarkan diri bahkan menyombongkan diri kita di hadirat Tuhan bahwa kita bukanlah orang berdosa. Satu hal lagi dalam pengakuan dosa kita adalah bukan hanya menyesal karena pernah berbuat dosa tetapi bertobat. Kita sungguh-sungguh mengubah kiblat hidup hanya kepada Tuhan.

Pertobatan yang radikal menjadi nyata dalam perbuatan-perbuatan baik yang dapat kita lakukan bagi sesama. Kita hendaknya mempunyai garam dalam hidup kita. Garam dapat memberi rasa kepada makanan kalau ia rela kehilangan wujudnya supaya memberi rasa nikmat dari dalam makanan. Kita juga perlu hidup damai dengan sesama yang lain. Damai adalah buah kemartiran dan pertobatan pribadi kita. Dengan demikian kita pun dapat layak di hadirat Tuhan selama-lamanya.

Pertanyaan buat kita refleksikan secara pribadi: Mengapa kita selalu menunda pertobatan pribadi? Mengapa kita malu mengakui dosa-dosa di hadapan pastor?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply