Homili Hari Minggu Prapaskah ke-IV/A -2017

Hari Minggu Prapaskah ke-IVA
1Sam 16:1b.6-7.10-13a
Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6
Ef 5:8-14
Yoh 9:1-41

Bersukacitalah senantiasa dalam Terang Tuhan!

Kita semua memasuki Hari Minggu Prapaskah ke-IV/A. Hari Minggu Prapaskah ke-IV dalam liturgi Gereja Katolik biasa disebut Hari Minggu Laetare atau hari Minggu Sukacita. Sebab itu kita memulai perayaan kita pada hari Minggu ini dengan Antifon Pembuka: “Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya! supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas.” (Yes 66:10-11). Kita bersukacita dalam masa Prapaskah ini karena Tuhan Allah senantiasa menghibur kita dalam semua situasi hidup kita. Pertobatan yang kita lakukan secara pribadi dan komunitas merupakan kesempatan bagi kita untuk mengalami kasih dan kerahiman Allah. Orang-orang sakit, buta, tuli kusta, pendarahan bahkan yang sudah mati dibangkitkan mendapatkan kasih karunia dari Tuhan. Pengalaman yang sama akan menjadi pengalaman pribadi kita, penuh sukacita dalam kasih Tuhan.

Hari Minggu Prapaskah ke-IV juga dikenal dengan Hari Minggu Terang (Lux). Tuhan Yesus adalah Terang dunia (Yoh 8:12). Dia menyembuhkan orang buta, supaya dapat melihat Terang yakni diri-Nya sebagai satu-satunya penyelamat dunia. Tuhan Yesus juga membuka mata kita supaya melihat dosa, kesalahan dan kelemahan hidup kita di hadirat-Nya yang Mahakudus. Terang telah datang ke dunia dan tinggal bersama kita. Kita mengalaminya pertama kali ketika menerima sakramen Pembaptisan. Hari ini menjadi hari penuh syukur atas sakramen pembaptisan.

Apa yang hendak Tuhan sampaikan kepada kita pada hari Minggu ini?

Dalam bacaan pertama, kita semua mendengar kisah pemilihan dan pengurapan Daud untuk menjadi raja masa depan Israel. Ketika itu Raja Saul sudah ditolak oleh Tuhan. Sebab itu, Tuhan menyuruh Samuel untuk menyiapkan minyak urapan, dan pergi ke rumah Isai di Bethlehem untuk mengurapi salah seorang anak, pilihan Tuhan. Tuhan Allah memilih salah seorang anak Isai untuk menjadi raja masa depan Israel menggantikan Saul. Samuel melakukan kehendak Allah dengan menyiapkan minyak urapan. Ia tiba di rumah Isai dan melihat anak-anak Isai. Ia melihat dengan mata manusiawinya: mereka memiliki fisik yang tinggi, besar, rupawan dan terpesona serta berpikir bahwa kekhasan itu menjadi pilihan Allah.

Samuel mula-mula terpesona dengan keadaan fisik Eliab tetapi Tuhan tidak memilihnya. Tuhan bahkan menegur Samuel: “Jangan terpancang pada paras dan perawakan yang tinggi, sebab aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia dillihat Allah. Manusia melihat apa yang didepan mata tetapi Tuhan melihat hati.” (1Sam: 16:7). Samuel mengamini kehendak Tuhan. Ia lalu bertanya kepada Isai, apakah masih ada anak lain selain mereka bertuju yang sudah lewat di depan matanya sebab Tuhan belum memilih salah seorang di antara mereka menjadi raja Israel. Isai mengatakan bahwa masih ada si bungsu Daud yang sedang menggembalakan ternaknya. Daud memiliki kulit kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Tuhan menyuruh Samuel untuk mengurapi Daud di tengah saudara-saudaranya.

Daud mengalami kasih Allah dengan pilihan dan pengurapan yang dilakukan Samuel. Semua ini bukan karena kuat dan hebatnya Daud namun semata-mata karena kasih karunia dari Tuhan.Tuhan memilih dengan mata ilahi-Nya, manusia memilih dengan mata manusiawinya. Daud dipilih Tuhan karena ia memiliki hati yang terbuka di hadirat Tuhan. Ia merindukan Tuhan siang dan malam. Sebab itu Tuhan mengasihinya dan mengaruniakan Roh Kudus-Nya melalui urapan suci. Roh Kudus mampu menguatkan manusia untuk melakukan kehendak Allah secara sempurna. Roh Kudus membuka mata iman manusia untuk bersatu dengan Tuhan. Ini adalah sukacita yang besar di dalam keluarga Isai karena mereka melihat Terang dan pengurapan Roh Kudus dalam diri Daud.

St. Paulus dalam bacaan kedua mengantar kita untuk merasakan sukacita Tuhan dalam hidup kita. Sukacita yang besar di dalam Terang Tuhan sendiri. Paulus mengatakan kepada jemaat di Efesus bahwa sebelumnya mereka memang berada di dalam kegelapan, namun sekarang mereka sudah menjadi terang di dalam Tuhan. Setiap pribadi yang mengikuti Yesus Kristus adalah Terang maka mereka juga harus hidup sebagai anak-anak terang. Hidup yang demikian ini akan menghasilkan buah kebaikan, keadilan dan kebenaran. Hidup Kristiani memang harus demikian yakni hidup dalam Terang atau hidup di dalam Kristus supaya dapat menerangi hidup orang lain.

St. Paulus juga mengingatkan jemaat Efesus untuk menghindari kegelapan. Kegelapan tidak akan menghasilkan buah apa-apa. Dosa dan salah itu bertentangan dengan Tuhan, itu merupakan perbuatan kegelapan sehingga memalukan. Sebab itu Paulus dengan tegas mengatakan: “Bangunlah, hai kamu yang tidur, dan bangkitlah dari antara orang mati, maka Kristus akan bercahaya atas kamu” (Ef 5:14).

Apa yang hendak St. Paulus katakan kepada kita saat ini? Ia mengingatkan kita pada satu kata penting yakni transformasi. Kita harus mengalami transformasi diri karena kasih Kristus. Hal yang kita lakukan adalah bertobat. Kita beralih dari hidup yang penuh dengan kegelapan karena dosa dan salah, karena kedagingan yang menguasai hidup kita ke dalam Terang sejati. Kita masuk dan hidup dalam Terang dan kasih Tuhan selama-lamanya. Pertobatan adalah pengalaman akan Allah yang mengeluarkan kita dari kegelapan menuju kepada Terang. Kebaikan, keadilan dan kebenaran adalah segalanya bagi orang yang mengalami Allah.

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah Tuhan Yesus menyembuhkan seorang buta sejak lahir. Para murid yang menyertai Yesus melihat dengan mata manusiawinya maka mereka menanyakan penyebab kebutaan orang itu. Para murid berpikir bahwa orang tua si buta telah berbuat dosa sehingga anak mereka mengalami kebutaan sejak lahir. Yesus melihat dengan mata ilahi maka ia mengatakan bahwa baik orang tua maupun pribadi si buta tidak berdosa. Realita mata buta menjadi jalan bagi manusia untuk percaya bahwa pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Selagi hari masih siang maka pekerjaan Allah harus terlaksana dengan baik. Yesus sendiri mengakui diri-Nya sebagai Terang dunia (Yoh 9: 5).

Apa yang Tuhan Yesus lakukan bagi orang buta tanpa nama ini? Ia meludah ke tanah, mengaduk ludahnya dengan tanah, mengoleskannya pada mata si buta dan menyuruhnya untuk pergi dan mambasuh diri di kolam Siloam. Orang buta itu melakukan kehendak Yesus dengan membasuh dirinya di kolam Siloam dan menjadi sembuh. Matanya terbuka dan ia dapat melihat Terang. Peristiwa penyembuhan si buta ini menghebokan banyak orang saat itu. Ia sendiri diinterogasi oleh pihak tetangga dan juga kaum Farisi. Ia menceritakan pengalamannya akan Yesus yang menyembuhkannya.

Dampak dari penyembuhan orang buta ini adalah Yesus semakin dikenal oleh banyak orang. Ada yang percaya kepada Yesus karena mukjizat ini, ada juga yang melawan Yesus dan mempertanyakan kuasa-Nya untuk menyembuhkan si buta. Puncak dari kisah ini adalah Ia kembali kepada Yesus dan menyatakan imannya: “Aku percaya Tuhan!”. Yesus bahkan berkata kepadanya: “Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barang siapa tidak melihat dapat melihat, dan supaya yang dapat melihat menjadi buta”.

Kisah penyembuhan si buta ini membuka pikiran dan ingatan kita akan sakramen pembaptisan yang kita terima. Sakramen pembaptisan membuka mata kita yang buta untuk melihat Yesus. Air pembaptisan menyucikan kita semua. Saya mengutip Katekismus Gereja Katolik, (KGK, no. 1216), yang dapat membantu permenungan kita tentang “Cahaya” pada hari Minggu praspaskah IV tahun A ini. Bunyinya:

“Pembaptisan ini dinamakan penerangan, karena siapa yang menerima pelajaran [katekese] ini, diterangi oleh Roh” (Yustinus, apol. 1,61,12). Karena di dalam Pembaptisan ia telah menerima Sabda, “terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang” (Yoh 1:9), maka orang yang dibaptis itu, setelah “menerima terang” (Ibr 10:32) menjadi putera “terang” (1Tes 5:5), ya malah menjadi “terang” itu sendiri (Ef 5:8).

“Pembaptisan adalah anugerah Allah yang paling indah dan paling mulia…. Kita menamakannya anugerah, rahmat, pengurapan, penerangan, busana kebakaan, permandian kelahiran kembali, meterai, dan menurut apa saja yang sangat bernilai. Anugerah, karena ia diberikan kepada mereka. yang tidak membawa apa-apa; rahmat, karena ia malah diberikan kepada orang yang bersalah; pembaptisan, karena dosa dikuburkan di dalam air; pengurapan, karena ia adalah kudus dan rajawi (seperti orang yang diurapi); penerangan, karena ia adalah terang yang bersinar; busana, karena ia menutupi noda-noda kita; permandian, karena ia membersihkan; meterai, karena ia melindungi kita dan merupakan tanda kekuasaan Allah” (Gregorius dari Nasiansa, or. 40, 3-4).

Bersukacitalah karena sakramen pembaptisan-mu. Tuhan telah membaharuimu dan menjadi bagian di dalam hidup-Nya.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply