Homili Hari Minggu Paskah Kedua/A – 2017

Hari Minggu Paskah Kedua
Hari Minggu Kerahiman Allah
Kis 2:42-47
Mzm 118:2-413-15
1Ptr 1:3-9
Yoh 20:19-31

Kerahiman Allah Menjadi Nyata

Kita memasuki Hari Minggu Paskah kedua atau dikenal dengan nama Hari Minggu Kerahiman Allah. Saya terinspirasi oleh perkataan St. Yohanes Paulus II ini: “Yesus Kristus tidak hanya berbicara tentang kerahiman dan menjelaskan artinya melalui perbandingan dan perumpamaan, tetapi terutama Ia sendiri membuat Kerajaan Allah terjelma dan terpersonifikasi. Dalam arti tertentu, Ia adalah sang kerahiman itu sendiri.” (Dives in Misericordia, 2). Perkataan St. Yohanes Paulus kedua ini membantu kita untuk focus memadang Yesus, sang penyelamat kita. Ia datang untuk menunjukkan bahwa Kerahiman Allah itu sungguh nyata dan bahwa kita semua diselamatkan oleh Kerahiman Allah. St. Yohanes Paulus kedua juga mengatakan bahwa Misteri Paskah merupakan puncak pewahyuan dan perwujudan belas kasih. Hari Minggu Paskah kedua ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mengalami puncak pewahyuan dan perwujudan belas kasih Allah.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Paskah kedua ini mengorientasikan kita untuk tetap focus memandang Yesus, satu-satunya Penebus kita. Bacaan pertama dari Kisah Para Rasul menunjukkan kerahiman Allah yang menjiwai seluruh komunitas Gereja Perdana sehingga mereka memiliki semangat “Cor Unum et Anima Una” atau semangat sehati dan sejiwa dari setiap jemaat. Sebagaimana dikisahkan oleh St. Lukas dalam Kisah Para rasul bahwa orang-orang yang menjadi percaya dan memberi diri dibaptis bertekun dalam pengajaran para rasul dan bertekun juga dalam persekutuan.

Apa yang mereka lakukan? Mereka membangun semangat persekutuan, ditunjukkan dengan selalu berkumpul bersama untuk berekaristi (memecahkan roti) dan berdoa. Mereka saling berbagi apa yang mereka miliki. Misalnya selalu ada di antara mereka yang menjual harta miliknya dan membagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluannya masing-masing. Mereka bertekun dan sehati. Mereka membangun kebersamaan di dalam Bait Allah. Mereka berekaristi secara bergilir dari rumah ke rumah jemaat, makan bersama, bergembira dengan tulus hati sambil memuji Allah. Akibatnya adalah jemaat disukai Allah dan jumlah mereka bertambah.

Nilai-nilai kerahiman Allah ditunjukkan bukan dalam hal teoretis melainkan dalam hal-hal praktis. Kerahiman Allah mempersatukan setiap jemaat yang berbeda-beda. Kerahiman Allah memampukan mereka untuk berani berbagi dengan sesama yang lain. Kerahiman Allah menjadi nyata dalam semangat untuk berekaristi, khususnya saat memecahkan roti dan makan bersama. Pengalaman Gereja perdana akan kerahiman Allah ini menjadi warisan yang sangat indah hingga saat ini.

St. Petrus dalam bacaan kedua mengungkapkan tentang pengalaman nyata kerahiman Allah di dalam diri setiap orang yang dibaptis. Pengalaman nyata kerahiman Allah ditandai dengan Paskah Kristus. Ia telah bangkit dari antara orang mati. Kita pun dilahirkan kembali dalam kebangkitan Kristus. Untuk itu setiap orang yang mengalami kerahiman Allah harus hidup dengan penuh harapan, memiliki iman yang tangguh dan mengasihi Kristus yang tidak kelihatan. Kebajikan-kebajikan Teologal yakni harapan, iman dan kasih membantu kita untuk semakin sadar dan berusaha untuk merasakan kerahiman Allah. Artinya orang yang merasakan kerahiman Allah selalu memiliki ketiga kebajikan teologal yakni harapan, iman dan kasih.

Dalam bacaan Injil kita mendengar dua kisah yang membuka wawasan kita tentang keindahan kerahiman Allah. Kisah pertama tentang penampakkan Yesus di hadapan para murid-Nya di dalam rumah. Para murid masih berada dalam suasana ketakutan, dan mereka berkumpul bersamadi rumah yang terkunci rapat. Yesus dengan tubuh-Nya yang mulia mampu menembus pintu rumah dan menunjukkan diri-Nya di tengah-tengah mereka. Ia menyalami mereka dengan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu”. Ia menunjukkan kerahiman Allah dengan memperlihatkan tangan dan lambung yang terluka kepada mereka, sehingga hati mereka penuh dengan sukacita. Kisah pertama ini ditutup dengan penetapan sakramen tobat untuk menunjukkan kerahiman Allah bagi manusia. Yesus berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni orang, dosanya diampuni dan jikalau kamu mengatakan dosa orang tetap ada maka dosanya tetap ada”.

Kisah pertama ini sangat menarik perhatian kita karena Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Kerahiman Allah yang nyata. Pertama-tama Ia menunjukkan luka-luka kudus-Nya. Memandang luka-luka kudus Yesus berarti kita memandang kasih dan kerahiman Allah yang nyata. Kita juga mendengar tentang penetapan sakramen tobat yang membantu kita untuk merasakan kerahiman Allah secara nyata. Dengan demikian kita patut mendoakan para imam dan Bapa Pengakuan yang dengan caranya masing-masing menghadirkan kerahiman Allah di dalam Gereja. Paus Fransiskus mengatakan bahwa para bapa pengakuan menjadi tanda autentik kerahiman Bapa. Para Bapa pengakuan menjadi Bapa pengakuan yang baik, terutama jika membiarkan dirinya menjadi orang bertobat yang mencari kerahiman-Nya. Bapa pengakuan mengambil bagian dalam perutusan Yesus sendiri (Misericordiae Vultus, 17).

Kisah kedua tentang pengalaman kerahiman Allah dalam diri rasul Thomas. Thomas adalah seorang rasul yang tidak mudah mempercayai perkataan orang kalau tidak disertai bukti yang nyata. Baginya, perkara iman adalah hal yang sangat pribadi. Iman sendiri adalah anugerah Tuhan bagi setiap orang. Sebab itu ia memiliki reaksi yang berbeda dengan teman-temannya yang lain. Namun ketika Yesus menampakkan diri kepadanya maka ia mengalami transformasi diri yang luar biasa. Ia mengalami kerahiman Allah yang nyata sehingga berani berkata: “Ya Tuhanku dan Allahku”. Thomas tidak sendirian. Pada saat ini ada banyak orang yang melampaui Thomas yakni mereka yang mengakui diri orang katolik tetapi hidupnya jauh dari hidup Kristus sendiri. Kata-kata Yesus ini sangat bermakna: “Berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.”

Kedua kisah yang disebutkan dalam bacaan Injil ini merupakan pengalaman hidup kita di hadapan Allah. Kita membutuhkan sakramen tobat untuk sungguh merasakan kerahiman Allah yang nyata. Kita juga sering menjadi Thomas yang kurang percaya dan mungkin lebih ekstrim dari Thomas. Di hari Minggu kerahiman Allah ini baiklah kita memohon ampun dari Tuhan karena hidup pribadi kita melampaui Thomas yang kurang percaya.

Saya mengakhiri homili ini dengan meminjam perkataan Paus Fransiskus ini: “Gereja diutus untuk mewartakan kerahiman Allah, hati injil yang berdetak, yang dengan caranya sendiri harus menembus hati dan pikiran setiap orang” (Misericordiae Vultus, 12). Kita semua adalah Gereja masa kini yang siap diutus untuk menjadi duta kerahiman Allah bagi semua orang. Sesudah dirimu diselamatkan, jadilah saksi Kristus!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply