Hari Senin, Pekan Paskah ke-V
Kis 14:5-18
Mzm 115: 1-2.3-4.15-16
Yoh 14:21-26
Membangun peradaban kasih
Saya masih mengingat bahwa selama beberapa tahun pertama pasca kemerdekaan negara Timor Leste, ada sebuah upaya penting yang perlu dilakukan dalam kesempatan pertama yakni rekonsiliasi nasional. Para pendiri negara memikirkan dengan matang bahwa bangsa dan negara ini sedang dalam keadaan terpecah-pecah akibat penjajahan Portugis dan invasi Indonesia. Sebagai negara merdeka, masyarakat masih memiliki kotak-kotak atau kelompok-kelompok tertentu seperti kelompok pro-kemerdekaan, kelompok pro-integrasi dan kelompok pro-otonomi khusus. Ada issue yang seolah-olah membedakan Timor Leste bagian Timur dan Timor Leste bagian Barat (Loro Sae dan Loro Monu). Ada juga kelompok-kelompok bela diri dalam masyarakat yang terkadang meresahkan masyarakat. Semua situasi ini menginspirasikan para pendiri negara dan bangsa ini, bersama lembaga-lembaga dari negara-negara lain untuk membantu proses rekonsiliasi nasional. Satu hal yang menjadi bagian penting dari rekonsiliasi nasional adalah dalam bidang pendidikan. Dia sekolah-sekolah dan kelompok orang-orang muda diadakan pelatihan yang dinamakan pelatihan untuk membangun peradaban kasih (kultura domin). Masyarakat juga mendapat pelatihan tentang peradaban kasih. Nilai-nilai kasih yang universal ditanamkan dalam hati dan pikiran masyarakat dan bangsa Timor Leste.
Pada saat ini bangsa dan negara Indinesia juga sangat membutuhkan sebuah peradaban kasih untuk mengatasi luka-luka yang sedang membusuk akibat berbagai ujaran kebencian dan aneka kejahatan yang sedang menguasai hati banyak orang. Saya mengingat perkataan St. Petrus tentang pekerjaan iblis: “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh…” (1Ptr 5:8-9). Iblis sudah sedang menguasai hati banyak orang sehingga mereka mengambil agama sebagai alasan untuk membenci sesama yang berbeda agama. Padahal agama sebenarnya mengajarkan sebuah peradaban kasih yang berasal dari Tuhan Allah yang adalah kasih itu sendiri. Maka seandainya setiap orang berkomitmen untuk liburan sejenak dari media sosial maka segala ujaran kebencian juga berhenti sejenak. Namun prinsip kita, kita harus berani untuk sign out untuk melepaskan dri dari belenggu ujaran kebencian yang melawan peradaban kasih.
Pada hari ini Tuhan Yesus mengajar kita sebuah logika baru untuk membangun peradaban kasih yakni dengan melakukan perintah baru yang diajarkan-Nya. Ia berkata: “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yoh 14: 21). Perintah Yesus adalah perintah baru untuk saling mengasihi sama seperti Ia sendiri yang lebih dahulu mengasihi kita (Yoh 13:34). Artinya ketika kita mampu mengasihi berarti kita melakukan perintah Tuhan Yesus sendiri. Yohanes dalam suratnya mengatakan Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Sebab itu dengan menjalankan perintah Yesus yakni kasih maka kita akan bersatu dengan Yesus yang adalah kasih. Ketika kita mengasihi Yesus dengan melakukan perintah baru-Nya maka dengan sendirinya Bapa dan Putera akan mengasihi kita dalam Roh Kudus. Perintah kasih ini terarah kepada Tuhan yang lebih dahulu mengasihi kita dan kasih kepada sesama seperti kita mengasihi diri sendiri. Kita akan disebut pendusta kalau kita tidak mengasihi sesama yang kelihatan ( 1Yoh 4:20).
Peradaban kasih dibangun di atas Sabda Tuhan Yesus. Yesus sekali lagi mengatakan bahwa kita mengasihi-Nya, sama dengan kita mengasihi Bapa di surga. Yesus sebelumnya mengatakan: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Yesus dan Bapa adalah satu dan kita dipanggil untuk mengalami kasih yakni dengan tinggal bersama-Nya. Peradaban kasih menjadi sempurna dalam Roh Kudus atau Penghibur. Yesus berjanji untuk menganugerahkan Roh Kudus-Nya ini kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Roh Kudus diutus oleh Bapa dalam nama Yesus sebagai Anak. Tugas Roh Kudus adalah mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan kita semua tentang segala perkataan Yesus. Tentu saja perkataan Yesus tentang kasih. Kita bersyukur karena diingatkan kembali oleh Tuhan Yesus hari ini untuk membangun peradaban kasih.
Dalam bacaan pertama, kita belajar peradaban kasih dalam semangat misioner Paulus dan Barnabas. Kedua rasul ini mengalami penolakan di Ikonium. Penolakan dilakukan oleh orang-orang Ikonium yang sudah mengenal Allah dan kaum Yahudi serta para pemimpin mereka. Paulus dan Barnabas mengetahui ancaman ini sehingga mereka menyingkir ke kota-kota Likaonia yakni di Listra dan Derbe. Di kota-kota ini Paulus dan Barnabas mewartakan Injil. Upaya untuk menghadirkan peradaban kasih terjadi di Listra. Ada seorang yang mengalami kelumpuhan sejak lahir. Ia mendengar pewartaan Paulus. Paulus pun memperhatikannya dan yakin bahwa si lumpuh itu memiliki iman kepada Yesus Kristus. Paulus menyembuhkan orang lumpuh dalam nama Yesus Kristus. Orang ini menjadi sembuh karena kasih Allah melalui Yesus Kristus.
Dampak dari mukjizat ini adalah orang-orang setempat berpikir bahwa dewa-dewi telah turun ke tengah-tengah mereka dalam rupa manusia. Barnabas disamakan dengan Zeus dan Paulus disamakan dengan Hermes. Imam dewa Zeus saja berniat untuk mempersembahkan kurban kepada mereka. Namun Paulus dan Barnabas mengoyakan pakaian mereka dan mengatakan dengan suara lantang bahawa mereka hanyalah manusia biasa. Mereka bukan mencari popularitas melainkan mewartakan Injil Tuhan Yesus Kristus. Orang-orang di Listra akhirnya membatalkan niat mereka untuk menyembah Paulus dan Barnabas. Peradaban kasih itu dibangun di atas Sabda Tuhan. Sebab itu Sabda Tuhan haruslah menjadi prioritas utama bukan demi popularitas diri sendiri. Ad Maiorem Dei Gloriam!
PJSDB