Homili Hari Minggu Paskah ke-VII/A – 2017

Hari Minggu Paskah ke-VII
Hari Minggu Komunikasi Sedunia
Kis 1:12-14
Mzm:27:1.4.7-8a
1Ptr.4:13-16
Yoh 17:1-11a

Berdoa bersama Tuhan

Kita memasuki hari Minggu Pekan Paskah Ketujuh, dalam masa novena untuk menanti kedatangan Roh Kudus. Antifon Pembuka pada perayaan syukur kita hari ini berbunyi: “Dengarlah Tuhan, seruanku kepada-Mu, kasihanilah aku dan jawablah aku! Seturut sabda-Mu kucari wajah-Mu, wajah-Mu kucari, ya Tuhan. Janganlah menyembunyikan wajah-Mu dari padaku, Alleluia” (Mzm 27:7-9). Setiap kali berkumpul bersama sebagai sebuah komunitas, kita hendak berkomunikasi dengan Tuhan dalam doa dan pujian, sembah dan bakti kepada-Nya. Kita melakukannya dengan memohon supaya Tuhan mendengar seruan-seruan kita kepada-Nya. Kita sebagai orang yang lemah maka layaklah kita memohon pengampunan berlimpah dari pada-Nya. Sabda Tuhan menyapa kita untuk senantiasa mencari dan menemukan wajah Tuhan yang berbelas kasih kepada kita. Perayaan syukur kita hari ini bermakna ketika kita bersatu dengan Tuhan dalam Sabda dan Ekaristi.

Pada hari Minggu Paskah ke-VII ini kita juga memperingati Hari Minggu Komunikasi sedunia. Paus Fransiskus memilih sebuah tema untuk kita renungkan bersama yakni: “Jangan takut, sebab Aku ini menyertai engkau (Yes 43:5). Mengkomunikasikan harapan dan kepercayaan pada masa kini”. Sri Paus mengajak Gereja untuk menyadari bahwa berkat kemajuan teknologi telah membuat dunia menjadi sebuah komunitas. Akses ke media komunikasi sosial semakin memungkinkan banyak orang mudah berbagi berita dan menyebarkan kepada publik secara masif. Berita-berita yang beredar, bisa saja berita itu baik atau buruk, berita yang benar atau berita bohong. Dengan demikian paus berharap agar setiap kita berperilaku konstruktif dalam menyikapi cara-cara berkomunikasi yang mengesampingkan segala prasangka terhadap orang lain dan mendorong terciptanya sebuah perjumpaan yang beradab. Segala rantai kecemasan diputuskan dan membendung spiral ketakutan yang berasal dari aneka ujaran kebencian karena berita-berita buruk yang beredar. Paus mengajak kita semua untuk senantiasa berfokus pada Kabar baik (injil) yang tidak lain adalah Yesus sendiri, keyakinan akan benih Kerajaan Allah dan cakrawala roh.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu ini membantu kita untuk merasakan kebersamaan dengan Tuhan dalam doa. Penginjil Yohanes hari ini melukiskan situasi komunitas para rasul. Komunitas ini pernah mengalami sendiri kebersamaan dengan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Mereka masing-masing merasakan kasih Tuhan Yesus yang tiada batasnya. Dengan membaca atau mendengar bacaan Injil hari ini, dapat membuka wawasan kita untuk memandang keunikan komunitas Yesus yang selalu berkumpul bersama. Dalam perjamuan malam terakhir misalnya, Yesus menegadah ke langit dan berdoa. Satu hal pertama yang kita temukan dalam diri Yesus adalah, meskipun Dia adalah anak Allah namun Ia tetap berdoa. Doa merupakan komunikasi penuh kasih, dari hati ke hati antara Yesus sebagai Anak dengan Allah sebagai Bapa. Doa Yesus sebagai Imam Agung merupakan kesaksian rohani di hadapan para rasul. Ia mengarahkan padangan-Nya kepada Bapa sebelum menyerahkan diri-Nya untuk keselamatan dunia.

Apa yang didoakan Yesus pada malam perjamuan terakhir berdasarkan perikop Injil kita hari ini? Pertama-tama Yesus menyadari persekutuan yang intim dengan Allah sebagai Bapa. Ia menyapa Abba! Sebab itu Ia berdoa supaya Bapa mempermuliakan diri-Nya sebagai Anak. Ia juga mendoakan para murid-Nya. Yesus menengadah ke langit, dan memohon supaya Bapa mempermuliakan diri-Nya sebagai Anak dan dengan demikian Yesus sebagai Anak dapat mempermuliakan Bapa. Segala kuasa telah Bapa berikan kepada-Nya sebagai Anak dan dengan demikian Ia juga akan memberikan hidup kekal kepada semua orang yang telah diberikan Bapa kepada-Nya. Para murid adalah pemberian Bapa kepada-Nya. Hidup kekal adalah pengakuan bahwa Allah Bapa adalah satu-satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus adalah utusan Bapa.

Dalam doa bagian pertama ini, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia sendiri mempermuliakan Bapa di bumi ini dengan jalan menyelesaikan segala pekerjaan yang telah Bapa berikan kepada-Nya. Dengan demikian Yesus juga memohon supaya Bapa mempermuliakan diri-Nya melalui segala pekerjaan yang sudah dilakukan-Nya. Kemuliaan yang diharapkan Yesus dari Bapa adalah kemuliaan sama seperti sebelum dunia dijadikan. Doa untuk saling mempermuliakan sebagai Allah Bapa dan Putera menandakan persekutuan yang luhur Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Sebelumnya Yesus selalu mengatakan bahwa “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:38).

Doa Yesus sebagai Imam Agung bagian kedua adalah Doa Yesus bagi para murid-Nya. Yesus mengatakan bahwa Ia tidak mendoakan dunia tetapi mendoakan setiap orang yang percaya kepada-Nya. Orang-orang yang percaya atau beriman adalah milik Bapa dan juga milik Yesus sebagai Anak. Logikanya adalah Yesus sebagai Anak bersatu dengan Bapa dalam Roh Kudus maka setiap yang percaya kepada Tuhan adalah milik Tuhan Allah Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Sebab itu dalam doa Yesus sebagai Imam Agung ini, Ia juga mempermuliakan kita sebagai orang beriman untuk mendapat kemuliaan sebagai anak-anak Allah. Yesus adalah Tuhan tetapi Ia tetap berdoa. Ini adalah teladan baik bagi kita.

Dalam bacaan pertama, kita mendengar suasana Gereja perdana. Dikisahkan bahwa setelah Tuhan Yesus naik ke surga, para murid kembali ke Yerusalem dan tinggal bersama-sama di dalam sebuah ruangan. Mereka adalah Petrus, Yohanes, Yakobus, Andreas, Filipus, Tomas, Bartolomeus, Matias, Yakobus bin Alfeus, Simon orang Zelot dan Yudas bin Yakobus. Hadir dalam komunitas ini, Bunda Maria dan para saudara sepupu Yesus. Mereka semua berkumpul bersama sebagai satu komunitas, sehati dan bertekun dalam doa bersama. Doa merupakan daya yang menguatkan mereka semua setelah Tuhan Yesus naik ke surga.

Bacaan Injil dan bacaan pertama yang kita dengar pada hari Minggu ini benar-benar membuka wawasan kita untuk memperkuat semangat doa kita. Berdoa berarti mengangkat hati dan pikiran kita hanya kepada Tuhan. Sebab itu, apa pun situasinya kita tetap dapat berdoa. Banyak kali kita mencari-cari alasan untuk tidak berdoa karena alasan situasi tidak memungkinkan. Kita keliru, sebab berdoa itu berasal dari keinginan hati dan pikiran kita untuk bersatu dengan Tuhan. Tuhan Yesus saja berdoa, padahal Dia adalah Anak Allah. Para murid Yesus dan Bunda Maria berkumpul bersama dengan semangat sehati dan sejiwa. Mereka juga berdoa bersama sambil menunggu kedatangan Roh Kudus. Mengapa kita mencari alasan untuk membenarkan diri supaya tidak berdoa atau beribadat?

Santu Petrus dalam bacaan kedua mengajak kita untuk berusaha mencari dan menemukan buah-buah doa dalam hidup kita. Ia mengajak kita untuk memandang Yesus yang menderita dan dalam penderitaan Yesus itu kita merasakan sukacita abadi. Kegembiraan dan sukacita adalah buah doa, persekutuan kita dengan Tuhan Yesus Kristus. Kegembiraan dan sukacita menjadi nyata ketika Ia datang kembali dalam kemuliaan-Nya untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Petrus juga mengingatkan kita untuk tidak menutup mata terhadap segala penderitaan dan kemalangan, penistaan karena nama Yesus Kristus. Petrus bahkan meneguhkan kita semua: “Jika kamu menderita sebagai orang Kristen, janganlah malu karena hal itu. Malah kamu harus memuliakan Allah dalam nama Kristus.” (1Ptr 4:16). Tentu saja melalui doa yang tekun kita dapat bertahan dalam penderitaan, demi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.

Apa yang harus kita lakukan? Hari ini kita belajar dari Yesus, sang Imam Agung yang berdoa, memohon supaya Bapa mempermuliakan-Nya. Kita belajar dari komunitas para rasul yang berdoa bersama bunda Maria. Mari kita juga merasa bahwa doa adalah kebutuhan kita. Doa menyatukan kita dengan Tuhan. Kita memohon supaya Bunda Maria tetap mendoakan kita, sekarang dan waktu kita menghadapi ajal. Kita tidak sendirian berdoa, tetapi kita selalu berdoa bersama Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply