Homili 2 Agustus 2017 (Dari Bacaan Pertama)

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XVII
Kel. 34:29-35
Mzm. 99:5,6,7,9
Mat. 13:44-46

Mengalami kekudusan Allah

St. Yohanes Paulus II adalah Paus yang berulang kali mengatakan kepada kaum muda dalam temu dunia kaum muda (World Youth Day): “Jangan takut untuk menjadi kudus”. Kekudusan adalah sebuah kasih karunia dari Tuhan bagi kita. Kita mengalami kekudusan Tuhan pada saat kita dibaptis. Tuhan Allah sendiri pernah berkata: “Sebab Akulah Tuhan, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi” (Im 11:44). St. Paulus berkata: “Sekarang kita diperdamaikan-Nya di dalam tubuh jasamani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Kol 1:22). Maka benar sekali perkataan St. Yohanes Paulus II bahwa kita tidak boleh takut untuk menjadi kudus.

Pada hari ini kita berjumpa lagi dengan figur Musa di dalam Kitab Suci. Ia dipanggil Tuhan untuk berjumpa di atas gunung Sinai selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Kini Musa turun dari gunung dengan membawa dua loh hukum Allah. Musa sendiri tidak menyadari bawa kulit wajahnya begitu bercahaya setelah empat puluh hari dan empat puluh malam ia berbicara dan bersatu dengan Tuhan Allah. Harun dan Bani Israel takut memandang wajah Musa dan bertemu dengannya karena kulit wajahnya bercahaya. Musa memanggil Harun dan para pemimpin untuk menyampaikan perintah dan perjanjian yang telah diikat oleh Tuhan dengan bani Israel. Setelah menyampaikan semuanya ini, Musa menyelubungi wajahnya yang terang benderang itu.

Musa selalu memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Tuhan. Dikisahkan bahwa Musa selalu menanggalkan selubung wajahnya dan berbicara dengan Tuhan hingga keluar dari kemah pertemuan. Semua yang didengarnya langsung disampaikannya kepada Bani Israel. Apabila Bani Israel melihat kulit wajah Musa bercahaya maka ia menyelubunginya sampai ia masuk kembali ke dalam kemah pertemuan untuk berbicara dengan Tuhan. Pasti kita bertanya mengapa Musa memiliki pengalaman rohani yang demikian agung? Musa adalah sahabat Allah. Dialah orang yang dapat berbicara dengan Tuhan dengan bertatapan muka. Wajah Tuhan menyatu dalam wajah Musa. Dengan demikian kekudusan Allah mengalir dalam hidup Musa. Setiap kali berjumpa dengan Tuhan Allah, kekudusan Tuhan Allah mengalir dalam wajah Musa sehingga bercahaya dan manusia yang lain tidak mampu memandangnya.

Tuhan kita adalah Allah yang kudus. Pemazmur sendiri mengakuinya: “Tinggikanlah Tuhan, Allah kita dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah Tuhan, Allah kita” (Mzm 99:9). Tuhan Allah kita kudus maka kita dipanggil untuk mengalami sendiri kekudusan-Nya.

Tuhan Allah yang kudus menempati Kerajaan yang berharga dan indah. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil memperkenalkan Kerajaan Sorga yang begitu berharga dan indah di mata manusia. Kerajaan Sorga yang berharga dan indah itu adalah diri Yesus sendiri dan karya-karya-Nya di dunia ini. Ia menghadirkan Kerajaan Sorga di mana semua orang merasakan keselamatan, kedamaian, kasih dan keadilan. Untuk memiliki Kerajaan Sorga ini kita bersikap lepas bebas. Artinya kita berani meninggalkan segala-galanya, menjual semua harta kekayaan yang kita miliki supaya dapat membeli harta baru yang berharga dan indah. Kalau kita mau menjadi kudus maka kita harus berani berkorban dan mengorbankan diri untuk bersatu dengan Yesus Putera Allah. Kita bersatu dengan Yesus dan menunjukkan wajah kudus-Nya kepada sesama yang kita jumpai dan kita layani. Jangan takut untuk menjadi kudus! Be saints!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply