Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXIV
1Tim. 3:14-16
Mzm. 111:1-2,3-4,5-6
Luk. 7:31-35
Sungguh agunglah rahasia iman kita
Gereja Katolik di Indonesia pernah menyambut hangat kehadiran Tata Perayaan Ekaristi (TPE) baru pada tahun 2005 silam. Ada pihak tertentu yang merasa optimis, ada juga yang merasa pesimis dengan kehadiran TPE baru ini. Pihak yang optimis tentu merasa bahwa ada pembaharuan tertentu dalam Tata Perayaan Ekaristi sehingga benar-benar terlihat universalitasnya. Pihak yang pesimis merasa seakan memulai sesuatu yang baru saat merayakan misa. Para romo mesti malakukan latihan menyanyikan lagu-lagu tertentu dengan not-not yang berbeda dari TPE sebelumnya. Ada romo yang sudah menghafal TPE lama mesti menghafal TPE baru. Hal yang sama terjadi pada umat. Sebelumnya ada banyak bagian dalam TPE yang dialogal, sekarang mulai berkurang dalam TPE baru. Tentang lagu-lagu, ada seorang romo pernah mengaku sempat menghafalnya sendiri di kamar tidur sampai ketiduran, sehingga TPE terjatuh di atas lantai. Lagu yang diulang terus menerus hingga mengantuk adalah “Sungguh agung misteri iman kita” dan umat menjawab: “Tuhan, penebus dunia, dengan salib dan kebangkitan-Mu, Engkau membebaskan manusia. Selamatkanlah kami umat-Mu”. Romo ini selalu memiliki kenangan terindah setiap kali menyanyikan lagu ini. Pengalaman selalu menjadi guru yang baik.
Pada hari ini kita mendengar kelanjutan surat St. Paulus yang pertama kepada Timotius. Paulus memiliki kerinduan untuk segera berjumpa dengan Timotius. Namun demikian ia lebih memilih menuliskan semua wejangan ini kepada Timotius supaya Timotius dapat mengingatnya sebelum mereka bertemu. Hal yang menjadi harapan dari Paulus adalah supaya setiap jemaat di bawah bimbingan Timotius harus hidup sebagai keluarga Allah. Artinya, mereka menjadi jemaat yang hidup, tiang penopang, dan dasar kebenaran. Harapan Paulus ini juga menjadi harapan Gereja dari dahulu hingga saat ini. Gereja tetaplah satu, kudus, katolik dan apostolik. Gereja yang satu menjadi sebuah keluarga besar dalam Kristus.
Selanjutnya, Paulus juga mengatakan kepada Timotius bahwa sungguh agunglah iman kita yakni Kristus yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh. Selain itu, Ia juga menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diimani di dunia ini dan diangkat ke dalam kemuliaan. Yesus Kristus adalah segalanya bagi Paulus sehingga meskipun merupakan sebuah misteri yang agung namun ia berusaha untuk tetap memberi kesaksian, tak kenal lelah mewartakan indahnya keagungan misteri Yesus Kristus kepada banyak orang.
Tugas Gereja masa kini adalah ikut terlibat dalam mewartakan keagungan misteri iman akan Yesus Kristus. Gereja bersaksi bahwa Yesus benar-benar hidup dan menyelamatkan semua orang. Semangat misioner harus ditinggikan untuk mewartakan Yesus Kristus secara maksimal terutama kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Allah. Semangat untuk menumbuhkan iman akan Yesus Kristus, yang menyelamatkan manusia dengan paskah-Nya. Gereja harus mewartakan wajah Kristus kepada dunia, wajah yang penuh belas kasihan, wajah yang menyelamatkan melalui perbuatan amal kasih kepada semua orang.
Dalam bacaan Injil kita mendengar Tuhan Yesus yang menjadi kebanggaan Paulus dalam bacaan pertama ini, mengungkapkan keheranan dan kekecewaan-Nya kepada manusia yang lemah dan tak berdaya. Ia berkata: “Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama?” (Luk 7:31). Tuhan Yesus mendeskripsikan bagaimana orang-orang Yahudi memberikan perbandingan antara Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus. Mereka memang memiliki mata tetapi seakan tidak melihat dan memiliki telinga tetapi seakan tidak mendengar. Mereka tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang duduk di pasar dan saling berseru satu sama lain. Sebab itu mereka berkata: “Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.” (Luk 7: 32-34).
Sikap kekanak-kanakan ditunjukkan oleh orang-orang Yahudi yang memperhatikan kehidupan pribadi Yohanes dan Yesus Kristus. Yohanes berpuasa dan pantang, mereka menganggapnya sebagai orang yang kerasukan setan. Yesus makan dan minum, mereka menganggapnya pelahap, peminum, sahabat pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Sikap Yohanes dikaitkan dengan kidung duka, sikap Yesus dikaitkan dengan tarian kebahagiaan. Padahal Yohanes dan Yesus memang berbeda dalam gaya hidup tetapi memiliki kiat-kiat tersendiri untuk menghadirkan Kerajaan Allah di atas dunia ini. Yohanes menyiapkan jalan bagi Yesus yang akan menghadirkan Kerajaan Allah dalam sabda dan karya-Nya. Sayang sekali sebab orang-orang Yahudi menyamakan Yohanes dengan orang yang kerasukan setan dan Yesus sebagai peminum dan pelahap.
Pada bagian terakhir dari Injil, Yesus mengatakan: “Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.” (Luk 7:35). Kata hikmat menunjukkan tanda keselamatan yang datang dari Tuhan Allah kita. Hikmat diberikan kepada semua orang yang menerimanya, keselamatan itu universal. Semua orang yang menerima adalah mereka yang menerima pengajaran Yohanes Pembaptis dan Injil yang diwartakan oleh Yesus Kristus. Mereka adalah kaum pendosa, dan masyarakat luas, sedangkan para ahli Taurat dan kaum Farisi tidak masuk dalam kelompok ini.
Sungguh agunglah misteri iman kita. Kita memohon agar Tuhan menambah iman kita supaya semakin percaya kepada-Nya. Kita menunjukkan iman kita dengan berbagai perbuatan baik yang dapat kita lakukan bagi sesama. Dengan demikian semua orang akan memuliakan Allah Bapa di surga karena perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan bagi sesama di dunia ini.
PJSDB