Hari Minggu Biasa ke-XXXII/A
Keb. 6:13-17
Mzm. 63:2,3-4,5-6,7-8
1Tes. 4:13-18 (1Tes. 4:13-14)
Mat. 25:1-13
Emang Kamu Siap?
Ada dua orang bersahabat yang sepakat untuk melaut. Mereka membawa semua perlengkapan untuk memancing termasuk life-jacket mereka. Setelah menyiapkan semua peralatan mancing, termasuk umpan, mereka buru-buru naik ke atas perahu motor yang sudah disiapkan dan lupa membawa life-jacket yang mereka gantung pada tiang. Setelah beberapa jam melaut, perahu mereka mulai oleng karena ombaknya besar dan perlahan-lahan tenggelam. Mereka sempat berteriak meminta tolong tetapi tidak seorang pun yang datang menolong mereka karena saat itu hanya mereka berdua melaut. Hanya ada satu sahabat saja yang selamat, sedangkan sahabat yang satunya terseret ombak, dan ditemukan beberapa jam kemudian dalam keadaan tak bernyawa. Sahabat yang selamat itu menangis sambil memegang life-jacket sahabatnya. Life-jacket itu tidak berguna lagi karena sahabatnya sudah meninggal dunia.
Banyak kali kita memiliki pengalaman yang mirip dengan kedua sahabat ini. Kita menyiapkan segala sesuatu tetapi musibah datang pada saat yang tidak kita ketahui dan kita duga. Kita bisa saja memiliki life-jacket tetapi tidak ada gunanya lagi ketika kita lalai menggunakannya. Sebab itu sekali kita siap tetaplah siap selamanya. Sekali kita memiliki life-jacket, pakailah saat melaut supaya jangan mati tenggelam. Hal yang sama terjadi ketika seorang sahabat mengalami kecelakaan sepeda motor sehingga kepalanya pecah. Orang tuanya menunjukkan helm baru yang tidak ada manfaatnya lagi bagi anaknya yang sudah pecah kepala dan meninggal dunia.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Biasa ke-XXXII/A ini mengingatkan kita untuk bersikap bijaksana dalam menyambut kedatangan Tuhan. Dalam bacaan pertama dari Kitab Kebijaksanaan dikatakan bahwa kebijaksanaan itu bersinar dan tidak dapat layu. Orang yang mengasihi kebijaksanaan akan mudah memandangnya, mereka yang mencarinya akan menemukannya. Kebijaksanaan ini memang spesial. Dialah yang lebih dahulu memperkenalkan dirinya kepada orang yang mencari dan menginginkannya. Kebijaksanaan itu menunjukkan kesetiaan yang luar biasa. Dia selalu siap untuk menunggu orang yang mencarinya. Kebijaksanaan selalu berkeliling untuk mencari orang yang sepadan dengannya. Orang yang merenungkan kebijaksanaan akan mengalami kesempurnaan. Sikap bathin yang harus dimiliki adalah orang perlu siap sedia, berjaga-jaga untuk berjumpa dengan kebijaksanaan.
Orang yang mencari kebijaksanaan harus berani ber-eksodus. Ia berani keluar dari dirinya sendiri untuk dapat berjumpa dengan kebijaksanaan. Ketika menemukan kebijaksanaan maka kebijaksanaan akan mengusai hidupnya. Ia tidak akan mengalami kesulitan apapun. Kebijaksanaan sendiri ber-eksodus. Ia keluar dari dirinya sendiri untuk mencari orang yang sepadan dan membutuhkannya. Relasi semacam ini menunjukkan relasi kasih antara manusia sebagai ciptaan dengan Tuhan yang menciptakan. Manusia harus berani keluar dari dirinya sendiri, mencari Tuhan yang menciptakan, menemukan dan tinggal bersama-Nya. Tuhan sendiri rela keluar dari diri-Nya sendiri, menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Ia berjumpa dengan manusia dan menyelamatkannya. Relasi kasih ini menjadi kuat kalau manusia yang keluar dari dirinya sendiri itu selalu berjaga-jaga, bersiap siaga untuk menanti kedatangan Tuhan sumber kebijaksanaan.
Tuhan Yesus menerangkan kebijaksanaan secara baru dalam perumpamaan tentang sepuluh orang gadis kepada para murid-Nya dalam bacaan Injil. Ia mengatakan bahwa hal Kerajaan Allah itu seumpama sepuluh orang gadis yang mengambil pelita untuk menyongsong mempelai laki-laki. Ada lima gadis yang bijaksana sedangkan lima yang lain bodoh. Gadis-gadis yang bijaksana membawa pelita dan minyak sedangkan mereka yang bodoh hanya membawa pelita tanpa minyak. Mereka sama-sama memiliki satu tujuan yakni menunggu mempelai pria. Tetapi sayang sekali karena mempelai pria tak kunjung datang sehingga mereka mengantuk dan tertidur. Pada waktu tengah malam, mereka mendengar teriakan bahwa mempelai datang maka mereka harus menyongsongnya.
Para gadis bijaksana dalam waktu singkat menyongsong mempelai pria itu dengan pelita yang bernyala dan ikut masuk dan mengalami pesta pernikahan. Para gadis yang bodoh sempat meminta minyak untuk pelita mereka tetapi ditolak dengan alasan tidak cukup. Mereka di sarankan untuk membelinya. Mereka pergi membeli minyak, dan ketika kembali pintu sudah ditutup. Sungguh pesta yang meriah dirasakan oleh para gadis bijaksana sedangkan gadis-gadis yang bodoh tidak mengalamin kebahagiaan bersama mempelai pria yang mereka nantikan. Pengalaman tragis bagi para gadis yang bodoh adalah ketika tuan pesta mengatakan tidak mengenal mereka. Mereka tidak berjaga-jaga dalam hidup mereka. Kebijaksanaan sejati membuka ruang bagi mereka untuk selalu berjaga-jaga dalam menantikan Tuhan.
Kisah Injil ini memang menggambarkan situasi zaman dahulu. Ketika itu kalau seorang mempelai pria menjemput pengantin wanitanya maka mereka harus menempuh jalan yang jauh pada malam hari. Setiap jalan yang dilewati, mereka akan diterima oleh orang-orang yang mengenal mereka dan mengiringi mereka ke rumah sang mempelai pria, dilanjutkan dengan merayakan pesta pernikahannya. Karena jalan yang mereka lewati itu pada malam hari maka setiap orang harus menyiapkan pelitanya masing-masing. Karena jalan yang ditempuh juga jaraknya jauh maka orang akan lama menunggu hingga tertidur. Waktu kedatangan dan penyambutannya pun tidaklah jelas. Dalam perumpamaan ini, mempelai adalah Tuhan Yesus sendiri. Para gadis mewakili para murid Yesus, di mana ada di antara mereka yang bijaksana dan lainnya bodoh. Sikap para gadis yang bijaksana yakni soal lampu dan minyak adalah perilaku dari para murid Kristus di dalam Gereja masa kini.
Santu Agustinus memiliki penafsiran yang menarik perhatian kita. Ia mengatakan bahwa para gadis itu memiliki satu tujuan yang sama yakni pergi untuk menyongsong mempelai pria. Mereka pergi dengan hati yang penuh kasih sambil menunggu kedatangannya. Namun kedatangannya tidak jelas maka mereka semua tertidur. Apa artinya ngantuk dan tertidur? Tertidur di sini adalah pengalaman kematian yang pasti akan dialami setiap orang (1Tes 4:12). Mereka yang tertidur adalah mereka yang meninggal dunia. Para gadis yang tertidur mewakili kita semua yang akan meninggal dalam Kristus. Pada tengah malam mereka mendengar suara berseru: “mempelai datang, songsonglah dia”. Hari Tuhan memang datang seperti pencuri di waktu malam (1Tes 5:2). Berjaga-jagalah pada malam hari supaya para pencuri tidak membongkar rumah. Demikian kita berjaga-jaga karena kematian pasti akan datang menjemput kita. St. Agustinus menekankan bahwa kita harus tetap memasang telinga untuk mendengar suara Tuhan. St. Paulus mengatakan: “Pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah.” (1Kor 15:22). Orang yang siap ketika mendengar suara: “mempelai datang” akan segera bangun untuk menerima sang mempelai.
Tafsiran St. Agustinus ini memperkuat perkataan Paulus dalam bacaan kedua. Ia mengatakan bahwa mereka yang telah meninggal dunia dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Yesus. Sebab itu kita tidak perlu bertanya-tanya tentang nasib mereka yang sudah meninggal dunia. Kita boleh berduka tetapi harus menunjukkan diri sebagai orang-orang yang memiliki pengharapan. Yesus sudah wafat dan bangkit dan kita percaya, dengan sendirinya kita juga percaya akan kebangkitan orang-orang beriman bersama Yesus. Kematian adalah kepastian bagi kita, kebangkitan dalam Yesus Kristus juga merupakan kepastian.
Emang kamu siap? Pertanyaan ini sederhana tetapi membantu refleksi kita bersama. Orang yang mencari dan berjumpa dengan kebijaksanaan akan siap menantikan kedatangan Tuhan untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Orang yang bijaksana akan menyiapkan pelita dan minyak yang selalu bernyala. Orang yang memiliki pelita yang menyala akan meninggal dan bangkit bersama Yesus. Semua orang akan dikumpulkan Allah yang membangkitkan Yesus Kristus. Berjaga-jagalah, sebab kita semua tidak tahu akan hari maupun saatnya. Hanya Bapa yang mengetahuinya dengan pasti.
PJSDB