Homili Hari Minggu Adven IIIB – 2017

Hari Minggu Adven III/B
Yes. 61:1-2a,10-11
MT Luk. 1:46-48,49-50,53-54
1Tes. 5:16-24
Yoh. 1:6-8,19-28

Aku bersukaria di dalam Tuhan!

Kita mengawali perayaan syukur pada hari Minggu Adven ketiga ini dengan sebuah Antifon pembuka berbunyi: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Sebab Tuhan sudah dekat” (Flp 4:4-5). Antifon Pembuka ini kiranya menginspirasikan kita untuk memasuki Pekan Adven ketiga ini dalam nuansa sukacita secara jasmani dan rohani. Hari Minggu Adven ketiga dikenal sebagai hari Minggu Gaudete atau hari Minggu Sukacita. Kita bersukacita sebab Tuhan sudah dekat. Masa novena Natal sudah tiba. Segala nubuat para nabi semakin nyata dan akan terlaksana dengan sempurna dalam diri Yesus Kristus yang oleh Yohanes Pembaptis “Dia yang tidak kamu kenal”. Sukacita berasal dari dalam hati kita masing-masing sebab Tuhan sendiri membaharui hidup kita.

Sabda Tuhan pada hari ini meneguhkan kita semua untuk senantiasa bersukacita. Dalam bacaan pertama nabi Yesaya menggambarkan bagaimana situasi umat Israel setelah meninggalkan Babilonia dan kembali ke Yerusalem. Mereka masih mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam menjalani hidup setiap hari. Ada saja perasaan kecewa dan putus asa dengan situasi hidup yang mereka alami. Tuhan mengetahui situasi umat-Nya. Ia tidak tinggal diam. Ia justru mengambil insiatif pertama untuk menyelamatkan mereka dengan mengutus para nabinya supaya  menghibur mereka. Satu hal yang pasti di sini adalah setiap janji Tuhan pasti digenapi-Nya.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama, tampil dengan mengingatkan mereka akan peran Roh Allah yang menginspirasinya: “Roh Tuhan Allah ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan dan hari pembalasan Allah kita, untuk menghibur semua orang berkabung.” (Yes 61:1-2). Perkataan nabi Yesaya ini nantinya dikutip oleh Yesus dalam mengungkapkan visi dan misi-Nya di hadapan banyak orang (Luk 4:18-19).

Selanjutnya, nabi Yesaya menyatakan sukacitanya di hadirat Tuhan dan jiwanya bersorak sorai di dalam Allah, sebab Tuhan Allah sendiri mengenakan pakaian keselamatan dan menyelubunginya dengan jubah kebenaran. Tuhan sendiri berjanji untuk menumbuhkan kebenaran dan puji-pujian di depan semua bangsa. Nuansa-nuansa sukacita digambarkan oleh nabi Yesaya sebagai sebuah pengalaman hidupnya. Ini adalah kesaksiannya tentang sukacita yang berasal dari Allah sendiri.

Nuansa sukacita yang sama diungkapkan oleh Bunda Maria dalam Magnificat (Luk 1:46-54) yang dilagukan dalam Mazmur Tanggapan, dengan refrein: “Bahagia kuterikat pada Yahwe, harapanku pada Allah Tuhanku” (Yes 61:10b). Sukacita dari Bunda Maria, bunda sang Penebus adalah sukacita seluruh Gereja di hadapan Yesus sang mempelai sejati. St. Paulus dalam surat pertamanya kepada jemaat di Tesalonika mengajak mereka untuk senantiasa bersukacita. Di samping bersukacita, jemaat diingatkan untuk tetap berdoa dan mengucap syukur dalam segala hal. Jemaat diajak untuk menjauhkan diri dari segala jenis kejahatan. Dengan demikian mereka dapat hidup kudus di hadirat Tuhan. Pada bagian terakhir dari perikop ini, Paulus mengatakan bahwa Tuhan yang memanggil kita itu setia adanya maka Ia pun akan menggenapinya. Tuhan setia selamanya, mengapa kita tidak setia selamanya kepada-Nya?

Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah-kisah tentang Yohanes Pembaptis. Dalam prolog Injil Yohanes ini, Yohanes pembaptis digambarkan sebagai utusan Tuhan yang membawa kesaksian tentang terang meskipun dia bukanlah terang itu sendiri. Ketika itu ada Utusan dari Yerusalem yang menanyakan identitasnya. Ia dengan jujur mengatakan identitas dirinya bahwa dia bukan nabi, bukan Elias dan bukan Mesias. Ini adalah aspek kejujuran dari Yohanes. Tidak ada kepalsuan apapun dalam hidupnya. Yohanes juga memperkenalkan Yesus dengan caranya sendiri: “Aku membaptis dengan air; tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal, yaitu “Dia, yang datang kemudian dari padaku. Membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak.” (Yoh 1:26-27). Ia tetaplah pembuka jalan bagi kedatangan Yesus sang Mesias.

Apa yang hendak kita lakukan dalam pekan Adven ketiga ini? Dari Sabda yang kita dengar hari ini, Tuhan menghendaki tiga hal yakni, pertama, mari kita membangun rasa sukacita di dalam hidup kita masing-masing. Perasaan bersukacita akan mengalir dan menghampiri setiap pribadi. Kedua, mari kita belajar dari Yohanes Pembaptis untuk menjadi pribadi yang jujur, dari dalam diri kita sampai orang kepada orang lain. Ketiga, Mari kita belajar untuk setia selama-lamanya karena Tuhan sendiri selalu setia kepada manusia. Kesetiaan itu memang mahal, tetapi kita harus mencoba untuk tetap setia dalam segala hal.

Saya mengakhiri homili hari Minggu ini dengan mengambil sebuah kutipan dari Katekismus Gereja Katolik ini: “Teks-teks nabi yang langsung menyangkut perutusan Roh Kudus adalah ramalan-ramalan, di mana Tuhan – dalam bahasa janji – berbicara kepada hati bangsa-Nya (Bdk. Yeh 11:19; 36:25-28; 37:1-14; Yer 31:31-34; dan Yl 3:1-5: mengenai teks terakhir ini akan St. Petrus katakan, bahwa terpenuhi pada pagi hari Pentekosta: Bdk. Kis 2:17) dalam nada “cinta dan kesetiaan”. Menurut janji-janji ini, Roh Tuhan akan membaharui hati manusia pada “saat-saat terakhir”, dengan menyampaikan kepada mereka satu hukum baru. Ia akan mengumpulkan bangsa-bangsa yang terpisah dan tercerai-berai dan mendamaikan mereka satu sama lain; Ia akan membaharui ciptaan pertama dan di dalam ciptaan baru itu Allah akan hidup bersama manusia dalam suasana damai.” (KGK, 715).

Apakah anda juga bersukacita dalam Tuhan?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply