Homili Hari Jumat Agung – 2018

Hari Jumat Agung – Mengenang Sensa
Yes 52:13-53:13
Mzm: 31: 2.6.12-13.15-16.17.25
Ibr: 4:14-16; 5:7-9
Yoh 18:1-19:42

Terpujilah Yesus Kristus Tuhanku!

Pada suatu hari saya diundang untuk merayakan misa kudus di sebuah lingkungan. Di atas meja altar disiapkan sebuah Alkitab dan Buku Puji Syukur. Pada saat membuka buku Puji Syukur saya menemukan sebuah pembatas buku, di mana di salah satu sisinya terdapat gambar Tuhan Yesus, dengan mahkota duri di kepala-Nya, kelihatan darah-Nya mengalir di sekitar wajah-Nya yang mulia. Mata-Nya bengkak dan nyaris tidak kelihatan biji mata-Nya. Di sisi yang lain terdapat tulisan tangan yang bagus, bunyinya: “Terpujilah Kristus Tuhanku!” Saya memperhatikan gambar Tuhan Yesus sekali lagi dan membaca tulisan singkat, sebagai sebuah ungkapan hati bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, dan Ia memang layak dipuji dan disembah. Saya juga sempat mengingat nyanyian bait pengantar Injil selama masa Prapaskah, bunyinya: “Terpujilah Kristus Tuhan, Raja Mulia dan Kekal” Tuhan Yesus Kristus memang layak dipuji sebab Dialah Raja yang mula dan kekal. Tidak ada raja di dunia ini yang serupa dengan Yesus. Para raja di dunia akan meninggal dunia dan kerajaannya berakhir. Tuhan Yesus adalah Raja mulia dan kekal, sebab Kerajaan-Nya tiada batas dan akhirnya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada Hari Jumat Agung ini membantu kita untuk memfokuskan perhatian kita kepada Tuhan Yesus Kristus yang datang ke dunia sebagai tanda kasih Bapa, menyerahkan diri-Nya sampai wafat di kayu salib bagi kita. Saya selalu mengingat perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17). Kasih Allah yang begitu besar ini merupakan sebuah pengurbanan yang besar pula. Tuhan Allah Bapa mengurbankan Yesus Putera-Nya. St. Petrus menulis dalam suratnya: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1Ptr 1:18-19).

St. Paulus melihat sosok Yesus sebagai Anak Allah seperti ini: “Yesus Kristus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama.” (Flp 2:6-9). Kata-kata Paulus ini kiranya membuka wawasan kita untuk mengenal dan mengasihi Yesus yang datang untuk menyelamatkan kita. Ini adalah tanda kasih Allah bagi kita. Ini adalah tanda kasih Yesus bagi kita sebagai sahabat-sahabat-Nya. Ia sendiri berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13).

Tuhan Yesus Kristus adalah raja mulia dan kekal. Dia begitu menyatu dan solider dengan dosa dan salah kita. Dalam bacaan pertama, kita mendengar Tuhan berbicara melalui nabi Yesaya tentang hamba-Nya yang sangat menderita. Namun demikian Dia akan ditinggikan, disanjung dan dimuliakan. Sebagai hamba yang menderita, rupanya memang begitu buruk karena dosa-dosa kita. Setelah menderita ia melihat sebuah cahaya baru dan menjadi puas. Misinya benar-benar tercapai. Gereja purba melihat sosok hamba yang menderita ini dengan sosok Yesus Kristus Tuhan kita. Sang Raja mulia dan Kekal ini mematuhi rencana dan kehendak Bapa. Dia adalah Anak Allah yang rela menjadi hina dina, menderita supaya kita benar-benar memiliki martabat baru sebagai Anak Allah.

Penulis surat kepada umat Ibrani mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Imam Agung, dan Anak Allah. Dia adalah Imam Agung yang sama dengan kita tetapi bedanya adalah Dia tidak berbuat dosa. Dia menjadi pokok keselamatan bagi kita semua sebab Ia belajar menjadi taat dan kita pun belajar seperti Dia dengan menjadi taat kepada-Nya. Hal yang menguatkan kita adalah Yesus tidak merasa takut akan segala penderitaan dan kemalangan yang dialami-Nya. Ia adalah raja Mulia dan Kekal yang berani berpasrah kepada Allah Bapa kita. Ia menjadi imam Agung yang menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang.

Dalam kisah sengsara Tuhan Yesus Kristus, gambaran tentang Yesus Kristus sebagai Tuhan, Raja Mulia dan Kekal menjadi nyata. Ia datang ke dunia sebagai kasih Bapa dan kembali kepada Bapa juga dalam kasih. Ia datang ke dunia dalam derita di Betlehem dan kini kembali kepada Bapa dalam derita juga. Dalam derita-Nya Ia menyucikan kita dengan darah dan air. Dengan demikian kuasa kejahatan lenyap dan yang ada adalah kasih yang sempurna. Semua orang akan ditarik kepada-Nya, ke tempat yang sudah disiapkan bagi kita semua.

Pada hari ini Kristus Tuhan, raja Mulia dan kekal membaharui seluruh hidup kita. Mari kita kembali kepada-Nya. Mari kita hidup di dalam Kristus Tuhan kita. Sebab dengan salib suci-Nya Ia telah menebus dosa-dosa kita. Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip St. Petrus yang mengatakan: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh. Sebab dahulu kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan pemelihara jiwamu.” (1Ptr 2:24-25). Terima kasih Tuhan Yesus.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply