Homili Hari Senin Oktaf Paskah 2018

Hari Senin, Oktaf Paskah
Kis 2:14.22-32
Mzm 16: 1-2a. 5.7.8.9-10
Mat 28:8-15

Pingin Melihat Yesus

Ada seorang sahabat menulis pesan singkat kepadaku pada pagi hari ini: “Romo John, Selamat Paskah 2018. Sudah dua hari ini saya PMY.” Saya sempat merasa bingung dan mencari tahu kepanjangan dari PMY kepadanya. Dia menjawabku: “Selama dua hari ini saya Pingin Melihat Yesus” Wah, ternyata PMY kepanjangannya pingin melihat Yesus. Yah, setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, selama masa Paskah ini akan memiliki hasrat rohani yang tinggi untuk melihat Yesus yang bangkit dengan mulia dan jaya. Hidup tanpa harapan untuk melihat Yesus Kristus yang jaya bukanlah hidup Kristiani yang benar. Hidup yang benar dalam Kristus, penuh dengan optimisme dan harapan yang kokoh untuk bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus. Hidup Kristiani dengan kiblat hidup yang jelas.

Kita medengar kisah kebangkitan Yesus dalam Injil Matius. Suasana yang menguasai komunitas para rasul adalah rasa takut dan sukacita yang besar. Rasa takut menghantui menguasai para rasul sebab mereka menjadi saksi mata bagaimana Tuhan Yesus menderita tragis sampai wafat di kayu salib. Dia diturunkan dari salib dan dikuburkan di dalam sebuah kubur baru. Para rasul takut, jangan-jangan mereka mengalami pengalaman yang sama dengan Yesus. Mereka memilih diam dan pergi dengan sembunyi-sembunyi. Semua ini terjadi sebab pikiran mereka belum terbuka, dan mereka juga belum mengerti Kitab Suci yang mengatakan bahwa Yesus harus bangkit dari antara orang mati. Para rasul juga memiliki rasa sukacita yang besar sebab Yesus yang mereka ikuti memang sudah wafat, dimakamkan namun pada hari ketiga dibangkitan dari antara orang mati. Ini adalah warta sukacita yang nantinya menjadi misi dari para rasul untuk mewartakan kebangkitan Yesus Kristus. Hal takut dan sukacita juga dialami oleh para perempuan yang pergi melihat jenasah Yesus di dalam kubur dengan ketakutan tetapi kembali dengan sukacita karena kebangkitan-Nya.

Kesaksian para wanita ini memiliki dasar tertentu yakni kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka. Yesus berkata: “Salam bagimu”. Sebuah sapaan yang sifatnya menyatukan pribadi mereka dengan Tuhan sendiri. Sapaan yang membawa sukacita tersendiri bagi perempuan-perempuan dan para rasul. Para perempuan itu bahkan tak segan-segan memeluk kaki-Nya. Maka Ia berkata: “Jangan takut! Pergi dan katakan kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sanalah mereka akan melihat Aku.” (Mat 28:10). Para perempuan pergi dengan sukacita untuk mewartakan kebangkitan Kristus kepada para rasul Yesus. Mereka tidak merasa ragu dan takut untuk mewartakan kebangkitan Tuhan.

Untuk menjadi saksi dan pewarta kebangkitan Tuhan ternyata bukanlah hal yang mudah. Ada saja tantangan tertentu sebagaimana dialami oleh para rasul. Para penjaga makam Yesus tidak profesional. Mereka menggunakan politik uang untuk membungkam mulut orang untuk berdusta tentang kebangkitan Yesus Kristus. Namun demikian iman Kristiani bukanlah dibangun dalam hal kebohongan. Iman kristiani dibangun oleh kebenaran sejati. Yesus Kristus yang bangkit mulia adalah kebenaran sejati.

St. Petrus dalam bacaan pertama, menunjukkan keberaniannya untuk bersaksi tentang kebangkitan Tuhan Yesus Kristus. Hal ini terjadi setelah pentekosta. Ia menceritakan kembali pengalamannya akan Yesus Kristus. Yesus sungguh-sungguh manusia sebab berasal dari keluarga manusia, keturunan Daud. Daud sendiri sudah berbicara tentang Yesus Kristus seperti ini: “Aku senantiasa memandang kepada Tuhan. Karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorai, bahkan tubuhku akan diam dan tenteram. Sebab Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan orang kudus-Mu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan-jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan sukacita di hadapan-Mu” (Kis 2: 25-28). Petrus menggunakan kata-kata dari Raja Daud untuk membuktikan bahwa Tuhan Yesus sungguh manusia yang hidup, menderita dan wafat. Namun Petrus juga menegaskan bahwa Yesus sungguh Allah. Jati diri sungguh Allah ini terbukti dalam melakukan mukjizat-mukjizat tertentu, Dia juga bangkit dari alam maut. Ini adalah mukjizat terbesar dari Tuhan Yesus Kristus.

Pada hari ini kita bersyukur kepada Tuhan dan berdoa: “Jagalah Aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.” (Mzm 16:1). Tuhan sungguh-sungguh menjadi tempat perlindungan bagi kita semua. Mari kita mewartakan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dalam hidup kita yang nyata. Kita berani berkata: “Kami telah melihat Yesus”.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply