Bacaan Rohani: Membina seorang biarawan

Membina Seorang Biarawan

Sebagai seorang kepala biara, saya memiliki salah satu tugas penting yaitu mendampingi para biarawan muda yakni frater dan bruder yang masih berada dalam proses pembinaan awal. Biasanya setiap bulan mereka datang untuk berdialog tentang kehidupan pribadi, panggilan dan tantangan serta cara mengatasinya, supaya mereka tetap maju dalam panggilannya. Kami menamakan pertemuan biarawan muda dengan superiornya dengan istilah kerennya ‘rendiconto’. Di samping rendiconto, para biarawan muda juga mengalami pendampingan lanjutan. Dalam proses pendampingan lanjutan ini mereka menerima pengajaran, pengarahan dan koreksi persaudaraan. Tujuannya adalah supaya biarawan itu dapat menjadi pribadi yang matang dan teguh dalam panggilannya. Proses ini berlangsung dalam periode tertentu, hingga biarawan muda itu mengalami kematangan rohani dan jasmani.

Banyak kali orang berpikir bahwa para imam, biarawan dan biarawati mengalami hidup yang enak. Sebenarnya anggapan ini tidaklah benar. Para imam, biarawan dan biarawati juga mengalami masa-masa yang indah dan masa-masa yang kelam. Banyak kali setiap pribadi berjubah mengalami pengalaman padang gurun di dalam biara. Ada biarawan dan biarawati yang mengalami kekeringan hidup rohani dan jasmani. Ada biarawan dan biarawati yang hidupnya tanpa arah dan tujuan yang jelas. Dan masih banyak pengalaman lain yang dialami kaum berjubah ini. Maka orang boleh melihat wajah ceriah, seolah bahagia tetapi bathinnya mungkin tertekan dalam hidup berkomunitas atau dalam mewujudkan pelayanan panggilannya.

Maka saya berpikir bahwa anda dan saya perlu dan harus mendoakan para imam, biarawan dan biarawati. Jangan hanya terpesona dan memandang jubahnya saja. Pandanglah dia yang menggunakan jubah itu dan lebih lagi pandanglah Dia yang memanggil dan menguatakan mereka di saat-saat yang sulit. Dia adalah Tuhan yang tidak pernah lupa kepada mereka. Ia senantiasa menunjukkan belas kasih-Nya kepada mereka. Dialah yang terdepan untuk menyelamatkan mereka dari kelemahan dan dosa.

Thomas A. Kempis dalam buku “De imitation Christi” menulis: “Seorang biarawan yang rajin akan dengan suka hati menerima segala yang diperintahkan kepadanya. Dalam pada itu, seorang biarawan yang malas dan bersemangat lemah, akan mengalami kesulitan-kesulitan bertumpuk-tumpuk dan menemui jalan buntu di mana-mana. Sebab, hiburan batin ia tidak punya, sedang mau mencari hiburan lahir tidak diperbolehkan. Seorang biarawan yang tidak menghiraukan tata tertib biara boleh dikatakan berdiri di tepi jurang yang sangat berbahaya. Orang yang hanya ingin mencari kesenangan dan keleluasaan semata, akhirnya akan merasa terjepit karena tentu tetap ada yang kurang menyenangkan hatinya.” (XV:7).

Perkataan-perkataan ini selalu masuk dalam lingkaran kehidupan para imam, biarawan dan biarawati. Nasihat-nasihat injil supaya mereka menjadi pribadi yang taat, miskin dan murni selama-lamanya tetaplah menjadi pedoman dalam jalan kekudusannya. Ketiga nasihat injil ini merupakan satu kesatuan. Maka dengan setia seorang biarawan dan biarawati menghayati nasihat injil ketaatan maka dengan sendirinya ia pasti akan menjadi pribadi yang miskin dan murni. Dengan menghayati hidup miskin berarti biarawan dan biarawati itu pastilah pribadi yang taat dan murni. Dengan hidup sebagai pribadi yang murni dan setia menjalani hidup selibatnya sebab ia pasti orang taat dan dengan sendirinya ia miskin di hadapan Allah. Nasihat-nasihat injil ini menjadi sempurna dalam penghayatannya di dalam hidup komunitas. Setiap pribadi di dalam komunitas mengikuti Tuhan Yesus dari dekat sebagai orang taat miskin dan murni.

Hal yang paling berkenan dalam hidup adalah seorang imam, biarawan dan biarawati setia sampai mati di dalam biara. Ia meninggal dengan tetap mengenakan pakaian kebesarannya sebagai pribadi yang ‘limited edition’. Pada saat seperti inilah, cita-citanya benar-benar tuntas dan tercapai. Doakanlah para imam, biarawan dan biarawatimu selalu dan selamanya. Membina seorang biarawan dan biarawati adalah proses yang berlangsung sampai tuntas dalam hidupnya sebagai manusia.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply