Mengampuni lebih sungguh!
Saya sudah bertahun-tahun tinggal di Timor Leste. Betapa bahagianya ketika saya merayakan misa bersama umat dan mereka menyanyikan nyanyian tertentu dalam Bahasa Indonesia. Beberapa hari yang lalu saya mendengar mereka menyanyikan sebuah lagu popular ‘mengampuni lebih sungguh’. Sebagian lirik lagunya seperti ini: “Mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Mengampuni, mengampuni lebih sungguh. Tuhan lebih dulu mengampuni kepadaku. Mengampuni, mengampuni lebih sungguh!” Saya membayangkan situasi zaman doeloe di negeri ini, di mana kata mengampuni ini sangatlah mahal. Namun generasi ini benar-benar memiliki hati emas. Mereka berusaha untuk mengampuni lebih sungguh. Orang mengatakan: ‘mengampuni berarti melupakan’.
Kita harus selalu belajar untuk mengampuni lebih sungguh. Kita belajar untuk melupakan apa saja yang sudah terjadi di dalam hidup kita. Dalai Lama ke-XVI adalah pemimpin Tibet, pernah berkata: “Semua tradisi agama utama pada dasarnya membawa pesan yang sama, yaitu cinta, kasih sayang, dan pengampunan. Hal yang penting adalah hal-hal tersebut harus menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari.” Saya sepakat dengan perkataan pemimpin Tibet ini. Semua ajaran agama itu baik adanya, masalahnya adalah pada orang yang menganut agama.
Memang, orang boleh bangga karena beragama tetapi hidupnya yang sebenarnya tidak menunjukkan dirinya sebagai orang beragama. Agama mengajarkan tentang cinta tetapi kebencian semakin bertumbuh dan menguasai hidup banyak orang. Cinta mulai koyak dan yang ada hanya kebencian kepada siapa saja yang tidak sejalan dengan kita. Agama mengajarkan kasih sayang tetapi rasa hormat terhadap hak asasi manusia, kebebasan beribadah, ijin membangun tempat ibadah selalu menjadi kendala yang besar. Agama mengajarkan pengampunan tetapi yang ada dalam hati manusia adalah balas dendam dan sulit untuk memngampuni sebab yang selalu diingat adalah kejahatan yang sudah dilakukan bagi kita.
Pada hari ini saya secara pribadi merasakan sebuah mukjizat melalui kata-kata St. Paulus: “Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Paulus menegur saya karena hampir setiap hari, kehidupanku pribadiku tidak luput dari berbagai kelemahan manusiawi. Misalnya, banyak kali saya kurang atau lebih tepat tidak ramah kepada orang lain. Saya belum mampu mengasihi dengan kasih Tuhan yang benar. Saya masih kesulitan untuk mengampuni semua orang yang berasalah kepadaku. Tuhan kasihanilah aku orang berdosa ini. Saya berjanji untuk mengampuni seperti Engkau, ramah seperti Engkau, penuh kasih sayang seperti Engkau.
P. John Laba, SDB