Setia seperti Bunda Maria
Kita sedang berada di hari terakhir dalam bulan Oktober, bulan yang dikhususkan untuk menghormati Bunda Maria ratu Rosario. Banyak di antara kita yang menunjukkan devosi kepadanya dengan berdoa Rosario secara pribadi, di dalam keluarga dan lingkungan, berziarah ke tempat-tempat ziarah, berziarah ke sembilan gua Maria dan membaca buku atau tulisan reflektif tentang Bunda Maria. Kita semua akhirnya boleh mengatakan ‘de Maria nunquam satis’ (tentang Maria, tidak pernah cukup). Kata-kata yang hendak kita ucapkan sebagai tanda kasih dan hormat kepada Bunda Maria memang tidak pernah cukup.
Fokus permenungan saya tentang Bunda Maria hari ini adalah teladan kesetiaannya kepada Tuhan Allah Bapa di Surga, kepada Yesus Kristus Puteranya, kepada santu Yusuf suaminya dan kepada Gereja yang didirikan Yesus Puteranya. Kesetiaan Maria kiranya cocok dengan perkataan Santu Bernardus Clairvaux ini: “Dalam bahaya, dalam keragu-raguan, dalam kesulitan, ingatlah akan Maria, berserulah kepada Maria. Jangan biarkan namanya meninggalkan bibirmu, jangan pernah membiarkannya meninggalkan hatimu. Dan bahwa engkau dapat memperoleh bimbingan dari doanya, jangan lalai untuk berjalan mengikuti langkah kakinya. Dengan dia sebagai panduan, engkau tidak akan pernah tersesat; selagi memanggil dia, engkau tidak akan pernah kehilangan jiwa; selama dia ada di pikiranmu, engkau aman dari tipu muslihat; selagi dia memegang tanganmu, engkau tidak bisa jatuh; di bawah perlindungannya, tidak ada yang perlu engkau takuti; jika dia berjalan mendahuluimu, engkau tidak akan menjadi lelah; jika dia menunjukkan engkau kemurahan hati, engkau akan mencapai tujuan.”
Maria menunjukkan kesetiaanya kepada bapa di Surga sejak menerima kabar sukacita melalui Malaikat Gabriel. Ia mengambil keputusan yang tepat dengan mengatakan: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Maria menunjukkan kesetiaannya dengan mengungkapkan kesungguhannya sebagai hamba atau abdi Tuhan. Hamba tidaklah lebih tinggi dari tuannya. Ia adalah hamba melakukan apa yang harus dilakukannya untuk melayani Tuhan.
Maria menunjukkan kesetiaannya kepada Yesus Puteranya. Sejak mengandung dari Roh Kudus hingga hari raya Pentekosta, Maria hadir bersama Yesus Puteranya. Beberapa momen yang perlu dicatat tentang bagaimana Maria setia untuk hadir bersama Yesus Puteranya adalah: saat menerima khabar sukacita, membawa Yesus dalam kandungannya untuk melayani Elizabeth saudarinya, membawa Yesus dalam kandungannya ke Bethlehem hingga melahirkan-Nya di sana, membawa bayi Yesus untuk mempersembahkan-Nya di dalam bait Allah, membawa Yesus ke Mesir, membawa Yesus kembali dari Mesir dan menetap di Nazaret, membawa Yesus setiap tahun ke Yerusalem untuk berziarah, mencari Yesus yang hilang di dalam bait Allah selama tiga hari, mendampingi Yesus selama hidup-Nya tersembunyi di Nazaret, mengikuti Yesus kemanapun Ia pergi untuk mewartakan Injil dan menghadirkan Kerajaan Allah, Ia mengikuti jalan penderitaan Yesus, berada di kaki salib Yesus, memangku jenazah Yesus, menguburkan dan menyaksikan kebangkitan-Nya. Ia ikut menantikan Roh Kudus dan menampingi Gereja Kristus sepanjang masa. Semua ini menunjukkan betapa setianya Maria pada Yesus puteranya.
Bunda Maria setia kepada Yusuf suaminya, dan bersama Yusuf memperhatikan Yesus puteranya. Mereka membentuk keluarga Kudus dari Nazaret. Sebuah keluarga yang dibentuk tanpa ada sebuah hubungan manusiawi dan keinginan-keinginannya tetapi sebuah hubungan manusiawi yang sangat ilahi. Pada keluarga kudus dari Nazaret ada kesetiaan, keheningan. Keluarga kudus dari Nazaret menjadi inspirasi kekudusan.
Bunda Maria setia kepada Gereja. Ia menerima Yohanes, sang murid yang dikasihi Yesus Puteranya. Ia menjadi Bunda Gereja dan penolong umat Kristiani. Ia setia dalam kasih yang ditunjukkan dalam penampakan-penampakannya di dunia ini misalnya di Lourdes, Guadalupe dan Fatima. Pesannya adalah seputar kesetiaan manusia dalam semangat pertobatan. Keselamatan adalah jaminan bagi semua orang yang berkenan kepada Yesus Puteranya.
Saya mengakhiri refleksi ini dengan mengutip St. Yohanes Paulus II: “Rosario adalah doa favorit saya. Sebuah doa yang mengagumkan! Mengagumkan dalam kesederhanaannya dan dalam kedalamannya, doa sederhana dari Rosario itu memberi ketukan irama kehidupan manusia.”
Tuhan memberkati dan Ave Maria.
P. John Laba, SDB