Food For Thought: Kesetiaan itu mahal…

Kesetiaan itu mahal!

Perjumpaan saya dengan sepasang suami istri hanya sebentar saja setelah misa pertama Hari Minggu di Gereja. Pada mulanya saya didekati oleh seorang wanita muda untuk mengaku dosa dan counseling bersama suaminya. Pengakuan dosa berjalan biasa-biasa di tempat pengakuan dosa. Setelah pengakuan dosa pasutri ini meminta waktu sebentar untuk berbicara dan mohon berkatnya. Saya menyetujui permintaan mereka untuk berbicara sebentar. Fokus pembicaraan kami saat itu adalah bagaimana menumbuhkan nilai kesetiaan dalam keluarga. Saya mulanya heran tetapi lama kelamaan dapat menangkap dengan jelas pembicaraan mereka

Inilah kisah bertumbuhnya kesetiaan yang harganya mahal dalam hidup manusia ini: Sang suami mulanya sangat setia dalam keluarga. Namun dia juga seorang manusia yang lemah. Kita memahami bahwa pelakor dan pebinor adalah sebelas dan dua belas. Sang suami merasa menjadi korban pelakor, tetapi istrinya mengatakan bahwa suaminya adalah pebinor, selama lebih kurang empat tahun. Kita dapat membayangkan bagaimana sang single parent ini benar-benar menjadi ibu dan sekaligus bapak. Sang suami berkali-kali lupa bahwa ia memiliki tanggungan untuk anaknya di luar perkawinan yang sah. Setelah menjalani hidup yang keras, sang suami berniat untuk kembali ke rumahnya. Ia merasa bahwa biar bagaimanapun istri pertamanya selalu yang terbaik. Dia meninggalkan selingkuhannya dan kembali ke rumah istri pertamanya.

Tentu saja dapatlah dibayangkan betapa susahnya sang istri mengasuh anak-anaknya sendirian. Namun ia tetap berdoa dan berharap bahwa mukjizat dari Tuhan akan terjadi suatu saat dalam kehidupannya. Sang suami datang dengan wajah kusam, dan berpakaian compang-camping. Istrinya berdiri dan menyambut kedatangan sang suami. Setelah berbicang-bincang sebentar, sang istri berkata: “Anda sudah tersesat begitu jauh sebagai pebinor, dan kini engkau kembali kepadaku. Saya mengampuni dan coba belajar untuk menjadi pribadi yang setia.” Sang suami berlutut di depan istrinya dan berkali-kali mencium telapak kaki istrinya.

Kisah super setelah misa pertama itu selalu saya ingat. Keluarga yang pernah hancur karena ketidaksetiaan dapat utuh kembali dan sama-sama belajar untuk setia lagi. Kini mereka sedang membangun kesetiaan lebih lagi. Pengalaman adalah guru kehidupan bagi setiap pribadi. Saya mengungat Seneca, salah seorang Filsuf dan Negarawan Romawi Kuno. Ia pernah berkata: “Kesetiaan adalah kekayaan termulia di dalam kalbu manusia”. Saya sepakat dengan perkataan ini. Orang yang merasa yakin bahwa kesetiaan adalah kekayaan yang mulia dalam kalbunya akan mengalami mukjizat dalam hidupnya. Ia akan berusaha untuk membangun kesetiaan dalam hidupnya.

Paus Fransiskus pernah berkata begini: “Kesetiaan merupakan ciri khas hubungan antar pribadi manusia yang bebas, dewasa, dan bertanggung jawab”. Pribadi yang setia selalu menunjukan diri yang menghayati ‘kebebasan untuk’ bukan ‘kebebasan dari’ dalam hidupnya. Ini sekaligus menjadi tanda kedewasaan dan tanggungjawabnya di hadapan Tuhan dan sesama. Orang yang setia itu tidak berada di bawah tekanan, matang secara manusiawi dan memiliki tanggung jawab pribadi yang handal.

Apakah anda masih setia?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply