Homili Hari Minggu Biasa ke-II/C – 2019

Hari Minggu Biasa II/C
Yes. 62:1-5
Mzm. 96:1-2a,2b-3,7-8a,9-10ac
1Kor. 12:4-11
Yoh. 2:1-11

Merenungkan kemuliaan Tuhan di dalam Keluarga

Kita mengawali perayaan Ekaristi hari ini dengan mendaraskan sebuah Antifon Pembuka dari Kitab Mazmur: “Seluruh bumi hendaknya sujud menyembah Dikau, ya Allah, dan bermazmur bagi-Mu, meluhurkan nama-Mu, ya Allah Mahatinggi” (Mzm 66:4). Tuhan telah menciptakan segala sesuatu di atas bumi ini maka hendaknya sembah dan bakti kita hanya terarah kepada-Nya tidak kepada yang lain-lain. Seluruh bumi, artinya segala ciptaan yang menghuninya diingatkan untuk tetap meluhurkan nama Tuhan Allah yang Mahatinggi. Perayaan Ekaristi pada pekan Biasa kedua ini memanggil kita untuk tetap meluhurkan nama Tuhan, di dalam diri kita dan dalam keluarga kita masing-masing.

Tema perayaan Ekaristi pada pekan Biasa kedua ini adalah merenungkan kemuliaan Tuhan di dalam keluarga. Ada sebuah pertanyaan yang membantu kita untuk masuk ke dalam permenungan ini: “Apakah anda dan saya sudah mengenal kemuliaan dan kehadiran Tuhan Yesus di dalam hidup kita secara pribadi dan dalam keluarga masing-masing?” Untuk menjawab pertanyaan ini maka saya mengajak kita semua untuk kembali ke dalam Kitab Suci. Dari kisah-kisah di dalam Kitab Suci, kita semua dibantu untuk menyadari hadirnya kemuliaan Tuhan, bukan pada tempat-tempat yang istimewa melainkan pada tempat-tempat yang tidak pernah dipikirkan oleh manusia. Tuhan Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya dalam kedinginan di palungan Bethlehem. Tuhan Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya dalam kesiapan untuk mengikuti undangan pernikahan di desa Kana, Galilea bersama ibu dan murid-murid-Nya. Tuhan Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya ketika disalibkan di atas kayu salib nan kasar, dan di saat yang sama darah-Nya mengalir ke bumi. Tuhan Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya dalam perjalanan bersama dua murid-Nya ke Emaus. Ia membuka telinga mereka untuk mendengar Sabda, membuka hati mereka dengan Sabda-Nya supaya tetap berkobar-kobar dan membuka mata mereka untuk mengenal-Nya di dalam Ekaristi.

Mari kita memfokuskan perhatian pada sebuah fakta di mana Yesus menunjukkan kemuliaan-Nya di depan umum untuk pertama kali yakni dalam pernikahan di Kana, Galilea. Dikisahkan bahwa ada sebuah pesta perkawinan di desa Kana, Galilea. Bunda Maria diundang untuk menghadiri pesta perkawinan itu. Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya juga diundang untuk mengikuti pesta perkawinan itu. Bayangan kita tentang pesta perkawinan adalah sebuah kebahagiaan, sukacita besar yang dialami oleh mereka yang menikah dan dan seluruh keluarga besarnya. Bayangan tentang pesta pernikahan selalu dikaitkan dengan kualitas dan kuantitas makanan dan minuman yang disantap oleh para tamu dan undangan. Bunda Maria yang hadir dalam pesta perkawinan ini sangat peka dengan kebutuhan dalam pesta perkawinan, yakni anggur sebagai minuman khas dalam sebuah pesta perkawinan. Sebab itu Maria mendekati Yesus, Anaknya dan meminta bantuan-Nya.

Perhatikanlah dialog ibu dan Anaknya ini. Bunda Maria berkata kepada Yesus: “Mereka kehabisan anggur.” (Yoh 2: 3). Yesus mendengar perkataan ibu-Nya dan menjawab: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” (Yoh 2:4). Maria percaya bahwa kehadiran Yesus untuk memenuhi undangan dalam pesta perkawinan ini akan menjadi saat awal untuk menunjukkan kemuliaan-Nya sebagai Anak Allah. Sebab itu Maria berkata kepada para pelayan yang hadir: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2:5). Yesus menyuruh para pelayan sesuai perkataan Bunda Maria: “Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air, lalu cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.” (Yoh 2:7-8). Para pelayan melakukan segala sesuatu yang diperintahkan Yesus. Hasilnya adalah perubahan air menjadi anggur. Hal ini diakui secara luar biasa oleh pemimpin pesta kepada mempelai laki-laki: “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” (Yoh 2:10). Penginjil Yohanes menjelaskan begini: “Tanda ini dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya”. (Yoh 2:11).

Apa yang kita peroleh dari peristiwa Injil yakni mukjizat Yesus yang pertama ini? Tuhan Yesus diundang untuk ikut hadiri dalam sebuah pesta perkawinan, sebuah pesta yang penuh sukacita dalam sebuah keluarga manusia. Kehadiran-Nya membawa berkat dan kebahagiaan bagi pasutri baru yang barusan menikah. Ada dua berkat penting yang dialami keluarga baru: Berkat pertama adalah kehadiran Yesus di dalam keluarga. Kita menyadari bahwa Tuhanlah yang memiliki rencana pertama dan utama untuk mempersatukan pria dan wanita untuk menjadi satu daging. Sebab itu apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Yesus hadir dan mempersatukan dua pribadi yang berbeda untuk menjadi satu daging selama-lamanya. Semua perbedaan telah melebur menjadi satu kasih. Berkat kedua adalah Tuhan Yesus menyelamatkan mereka dari rasa malu karena kehabisan anggur. Tanda yang dilakukan Yesus dengan mengubah air menjadi anggur merupakan sebuah tindakan penuh kebaikan dan kasih dari Tuhan Yesus. Anggur dalam Kitab Suci menunjukkan anugerah dan berkat dari Allah (Ul 7:13; Ams 3:10; Mzm 105). Maka Yesus mengubah air menjadi anggur menunjukkan rahmat Tuhan yang tak berkesudahan di dalam sebuah keluarga baru. Rahmat Tuhan yang berlimpah-limpah bagi yang dipersatukan Allah dalam pernikahan.

Tuhan Yesus membuat mukjizat yang pertama untuk menunjukkan kemuliaan-Nya. Mukjizat ini menunjukkan kelimpahan anggur, kelimpahan berkat, kelimpahan kasih di dalam sebuah keluarga yang bersatu dalam sakramen perkawinan. Tuhan mempersatukan pria dan wanita sebagai suami dan istri untuk menunjukkan wajah Allah yang penuh kasih di dunia ini. Setiap keluarga mengandalkan Tuhan bukan mengandalkan dirinya. Keluarga yang mengandalkan Tuhan adalah keluarga yang selalu mengundang Yesus untuk hadir di dalam keluarga. Undangan itu tentu terjadi dalam doa pribadi dan doa sebagai keluarga. Kehadiran Tuhan akan menambah berkat dan keselamatan dalam keluarga. Maka sebuah keluarga yang selalu mengundang Tuhan untuk masuk dalam keluarganya akan penuh dengan kegirangan, sama seperti seorang mempelai girang hati melihat pengantin perempuan (Yes 62:5). Memang tujuan hidup berkeluarga adalah supaya suami dan istri menjadi pribadi yang bahagia dalam hidupnya.

Apa yang harus kita lakukan supaya dapat menghadirkan kemuliaan Tuhan dalam hidup kita? St. Paulus dalam bacaan kedua membuka pikiran kita untuk menyadari anugerah Tuhan Yesus di dalam hidup kita, khususnya di dalam Gereja selaku mempelai-Nya. Semua anugerah ini diberikan Tuhan Yesus bagi Gereja supaya tetap satu, kudus, katolik dan apostolik. Maka tugas kita sebagai Gereja adalah selalu bersyukur atas segala rahmat Tuhan. Tuhan mengasihi kita apa adanya. Kita juga menyadai dan mengokohkan keluarga-keluarga kita. Undanglah Tuhan untuk masuk ke dalam keluarga dan biarkanlah Dia menunjukkan kemuliaan-Nya di dalam keluarga kita masing-masing. Ingat, “Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.” Kita tetap menyaksikan kemuliaan Tuhan di dalam keluarga yang terus menerus mengundang Yesus untuk hadir, melalui doa-doa mereka. Keluarga yang tidak mengundang Yesus dalam doa tidak akan merasakan kebahagiaan dan keindahan sebuah perkawinan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply