Homili 9 Maret 2019

Hari Sabtu, Setelah Rabu Abu
Yes. 58:9b-14
Mzm. 86:1-2,3-4,5-6
Luk. 5:27-32

Lewi adalah kita!

Kita berada di hari-hari pertama masa tobat. Setiap orang tentu memiliki niat baik untuk membangun semangat tobat selama masa prapaskah ini. Meskipun satu hal yang penting adalah niat baik untuk bertobat belum cukup. Orang harus menunjukan penyesalan dan tobat yang radikal dengan janji untuk tidak berbuat dosa lagi. Saya mengingat sebuah lagu yang pernah dinyanyikan oleh Victor Hutabarat. Judul lagunya adalah: “Tuhan dengarkan jerit Anak-Mu”. Saya tertarik dengan penggalan kata-kata yang sangat inspiratif ini: “Cukup sudah noda dan nista menemani diriku ini. Cukup sudah jalan yang hitam yang selalu ku lalui. Tuhan dengarkan jerit anak-Mu dan jangan Kau biarkan lagi. Tuhan satu yang ku inginkan berjalan bersama-Mu lagi.” Saya membayangkan bahwa seorang yang ikut menyanyikan dan menghayati lagu ini akan mengatakan dengan jujur kepada Tuhan bahwa ia pernah jatuh ke dalam dosa dan memang dia orang berdosa. Ia masih merasa diri sebagai orang berdosa dan memohon supaya Tuhan mengampuninya. Saya mengajak anda untuk mendengar dan merenungkan lirik lagu ini di: https://www.youtube.com/watch?v=oXD9omhMyqQ. Lagu ini akan mengatakan banyak hal untuk membangun semangat tobat di masa prapaskah ini.

Satu hal yang selalu menantang kita semua adalah sulitnya mengakui diri sebagai orang berdosa. Pikirkan saat-saat anda mengaku dosamu di depan seorang Alter Christus. Sadar atau tidak sadar anda mengakui dosa yang sama, meskipun sudah berkali-kali anda mengakui dosa itu. Ini bukan hanya karena anda mengulangi dosa yang sama tetapi karena perasaan berdosa di dalam dirimu makin berkurang. Anda terbiasa mengulangi dosa yang sama sehingga anda berpikir bahwa soal dosa itu biasa. Ini sangat menyedihkan! Anda dan saya, kita semua berada di bahtera yang sama, maka kita harus berubah!

St. Yohanes Maria Vianney pernah berkata: “Setelah jatuh dalam dosa maka segeralah bangkit kembali! Jangan biarkan dosa di dalam hatimu, bahkan hanya sejenak saja.” Pada kesempatan yang lain sang Bapa Pengakuan kenamaan ini berkata: “Kita selalu menunda pertobatan kita lagi dan lagi sampai ajal tiba. Tapi siapa bilang bahwa kita masih akan memiliki waktu dan kekuatan untuk itu?” Ingat Katekismus Gereja Katolik mengingatkan kita begini: “Pengampunan merupakan anugerah penyembuhan yang bersa, yang membawa kesatuan yang lebih erat dengan Allah, bahkan jika jelas-jelas dikatakan bahwa anda tidak harus melakukannya” (KGK, 1458).

Kita berjumpa dengan sosok Lewi dalam bacaan Injil hari ini. Tuhan Yesus berjalan di pantai danau Galilea dan menjumpai Lewi. Ia sedang duduk di rumah cukai sambik bekerja. Banyak orang memandang Lewi dengan tatapan sinis karena dianggap sebagai seorang pendosa. Mungkin ada kenyataan bahwa melakukan pekerjaan di rumah cukai, berhubungan dengan uang atau alat pembayaran itu sangat sensitif. Orang pasti menaruh curiga kepada Lewi dan teman-temannya sebagai orang yang bersekongkol dengan orang-orang Romawi dan mungin sadar atau tidak sadar mereka melakukan tindakan korupsi dalam jumlah kecil dan besar. Hanya ada satu orang yang tulus memandang Lewi yaitu Yesus dari Nazaret. Ia tidak melihat Lewi dan masa lalunya tetapi menerima Lewi apa adanya dan memberinya hidup baru.

Apa yang dilakukan Yesus terhadap Lewi? Yesus melihat hati Lewi. Ia seorang yang tulus, tanpa ada kepalsuan apapun. Sebab itu Yesus mendekati Lewi dan memanggil dengan namanya sendiri: “Lewi, Ikutlah Aku” (Luk 5:27). Lewi mendengar namanya dipanggil, ia merasa dikasihi oleh Yesus dan dengan penuh kepastian, melepaskan semua pekerjaannya dan segera mengikuti Yesus. Lewi mengerti maksud dan rencana Tuhan. Sebab itu Lewi tidak menyesal karena meninggalkan segala sesuatu. Bagi Lewi, meninggalkan segala sesuatu yang tidak lain adalah masa lalunya, dan kini menjadi baru dalam Tuhan dan siap untuk menjadi penjala manusia. Ia meninggalkan jalan yang hitam dan masuk ke jalan terang. Lewi menunjukkan semangat pertobatan dengan rasa syukur yang mulia kepada Tuhan. Ia mengadakan perjamuan besar untuk Yesus dan para pemungut cukai serta undangan lainnya.

Tuhan Yesus membuka wawasan kita semua bahwa orang berdosa memang membutuhkan-Nya. Orang berdosa itu ibarat orang sakit yang membutuhkan kesembuhan dari dokter. Yesus berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Luk 5:31-32). Yesus datang untuk mencari dan menemukanmu. Ia mengubah hidupmu menjadi baru, mengeluarkanmu dari jalan yang hitam menuju ke jalan terang sebab Dia memang Jalan, Kebenaran dan Hidup.

Semangat tobat bukan hanya sebuah ide tetapi sebuah kenyataan. Nabi Yesaya memberi kita jalan untuk kita lewati supaya pertobatan kita ini benar-benar bermakna: “Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.” (Yes 58:9-10). Pertobatan sejati terjadi kalau kita berubah dan mengubah hidup sesama dengan perubahan hidup kita.

Lewi adalah kita. Kita juga orang berdosa dan menbutuhkan Yesus untuk mengubah hidup kita. Terima kasih Tuhan Yesus, jamahlah hidupku untuk menjadi baru.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply