Homili 29 Maret 2019

Hari Jumat, Pekan Prapaskah ke-III
Hos. 14:2-10
Mzm. 81:6c-8a,8bc-9,10-11ab,14,17
Mrk. 12:28b-34

Berada dekat dengan Tuhan

Ada seorang pemuda pernah membagi pengalaman rohaninya: “Saya merasa dekat dengan Tuhan sebab saya percaya bahwa Ia selalu menyapa saya, dan saya juga menyapa-Nya dalam doa.” Saya tersenyum dan merasa bangga akan pengalaman iman sederhana dari pemuda ini. Ia merasa yakin bahwa relasinya dengan Tuhan sungguh nyata dalam doa tanpa henti. Doa adalah ungkapan kasih-Nya kepada Tuhan, ketika Ia dengan sadar dan penuh iman mengangkat hati dan pikirannya kepada-Nya. Doa adalah kasih karena Allah adalah kasih. Doa adalah pengalaman akan kasih dan kebaikan Allah yang tiada batasnya. Dari situ hanya ada rasa syukur yang tiada batasnya kepada Tuhan. Ini merupakan perasaan iman, sebuah kedekatan yang akrab dengan Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil tentang kehidupan Yesus. Ada seorang ahli Taurat yang datang kepada Yesus. Ahli Taurat ini mengenal siapakah Yesus sebenarnya. Maka ia melontarkan pertanyaan untuk mencobai Tuhan Yesus. Inilah pertanyaannya: “Perintah manakah yang paling utama?” (Mrk 12:28). Tuhan Yesus menyimak pertanyaan sang ahli Taurat, orang pintar ini dengan mengulangi semua perkataan Tuhan yang sudah ada di dalam Kitab Taurat. Inilah jawaban Yesus: “Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (Mrk 12: 29-31). Perintah pertama untuk mengasihi Allah dan perintah kedua untuk mengasihi sesama merupakan sebuah kesatuan.

Jawaban Tuhan Yesus ini memang membuat sang ahli Taurat kaget dan kagum seketika. Ia berpikir bahwa jawaban Yesus akan berbeda, tetapi ternyata Yesus lebih tahu melebihi pengetahuan sang ahli Taurat itu. Maka dengan rendah hati ia mengakui Yesus denan berkata: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.” (Mrk 12:32). Hanya ada satu Tuhan kita, bukan dua dan tiga dan lain sebagainya. Tuhan kita hanya satu yang menciptakan langit dan bumi. Sebab itu kasih kita haruslah tertuju kepada-Nya. Cinta kasih kepada Tuhan dan sesama itu nilainya lebih tinggi dari pada kurban persembahan. Banyak orang berpikir bahwa mempersembahkan hewan kurban itu sudah cukup sebagai bukti cinta kasih kepada Tuhan. Padahal sebenarnya cinta kasih kepada Tuhan itu sebuah penyerahan diri secara total, dengan hati yang tidak terbagi.

Tuhan Yesus sendiri mengajarkan perintah baru yaitu perintah kasih. Ia mengatakan: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13:34-35). Perintah baru ini mengandung makna: mengasihi sesama manusia seperti kita mengasihi diri kita sendiri sebab Tuhan lebih dahulu mengasihi kita. Konsekuensinya, kita juga mengasihi Tuhan dengan segenap hati kita. Sebelumnya Yesus juga sudah mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16). Kasih menjadi sempurna di dalam Yesus Kristus Tuhan kita.

Tuhan Yesus melihat iman ahli Taurat ini maka Ia mengatakan: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (Mrk 12:34). Ahli Taurat tidak jauh dari Kerajaan Allah yang penuh dengan kasih dan kebaikan. Ahli Taurat menghayati hidup yang penuh kasih kepada Tuhan dan kepada sesama. Kedekatannya dengan Kerajaan Allah karena ia mampu mengasihi seperti Tuhan mengasihi manusia. Ia mengalami kasih Allah yang nyata di hadapan Yesus sang kasih Bapa. Ahli Taurat itu menunjukkan iman dan kepercayaannya kepada Yesus. Dia benar-benar limited edition dari banyak ahli Taurat yang ada.

Apa yang harus kita lakukan untuk berada dekat dengan Tuhan dalam masa prapaskah ini?

Pertama, kita membangun sebuah kultur kasih sampai tuntas kepada Tuhan dan sesama. Yesus sendiri mengasihi kita sampai tuntas (Yoh 13:1). Kita dipanggil untuk mengikuti jalan yang sama yaitu mengasihi Tuhan dan sesama sampai tuntas. Masa prapaskah adalah masa untuk mengasihi lebih lagi kepada Tuhan dan sesama. Aksi puasa pembangunan adalah wujud kasih kepada Tuhan dan sesama.

Kedua, bertobat adalah sebuah tanda kasih. Tuhan berkata: “Bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat” (Mat 4:17). Masa prapasakah adalah masa tobat di mana setiap pribadi mau berubah untuk lebih mengasihi Tuhan dan sesama, dengan menyangkal dirinya sendiri. Kita bertobat karena kita mengasihi Tuhan dan sesama. Kita belum bertobat ketika kita mengabaikan Tuhan dan sesama, tidak mampu mengasihi mereka.

Ketiga, kesediaan untuk mendengar Tuhan. Berada dekat dengan Tuhan berarti siap untuk mendengar suara Tuhan. Dalam Kitab Mazmur kita membaca perkataan Tuhan ini: “Akulah Tuhan, Allahmu, dengarkanlah suara-Ku” (Mzm 81:11:9a). Kalau kita mendengar suara Tuhan maka kita dapat mengikuti kehendak-Nya. Kalau kita mengikuti kehendak-Nya berati kita mampu mengasihi-Nya dengan hati kita. Kita perlu berkata kepada Tuhan: “Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami.” (Hos 14:2).

Hidup Kristiani bermakna ketika kita berusaha untuk mengasihi seperti Tuhan mengasihi kita, mengampuni seperti Tuhan mengampuni kita. Kasih dan pengampunan membuka pintu keselamatan kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply