Food For Thought: Damai Itu Indah – Kamis Octaf Paskah 2019

Damai itu indah

Konfusius adalah seorang Filsuf dari Tiongkok yang hidup sekitar tahun 551 SM – 479 SM. Ia pernah berkata: “Saling bertemu dan menjadi sahabat, adalah mudah. Tetapi tetap bersatu dan hidup damai, itulah yang sukar.” Perkataan ini memang masih aktual bagi kita semua hingga saat ini. Kita sering berjumpa dengan sosok-sosok tertentu dan mudah sekali kita berkawan atau mereka berkawan dengan kita. Namun hal yang paling sulit adalah bagaimana mempertahankan persahabatan kita. Bagaimana kita dapat hidup bersama dalam suasana damai meskipun kita memiliki banyak perbedaan. Hidup damai ternyata tidaklah mudah. Ada saja hal-hal tertentu yang membuat kita merasa sulit untuk membangun relasi yang baik dan damai dengan sesama manusia.

Alan Cohen, seorang Penulis berkebangsaan Amerika berkata: “Jikalau anda kehilangan kedamaian dalam pencarian anda untuk perdamaian, anda tidak berada di jalan menuju kedamaian. Jalan menuju perdamaian adalah damai.” Saya sepakat dengan Cohen. Titik tolaknya adalah damai pertama bagi diri sendiri, selanjutnya dapatlah dibagikan kepada sesama manusia yang berkenan kepada Allah. Perkataan Cohen ini mengafirmasi perkataan Yesus Kristus dalam Injil: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh 14:27). Di tempat lain Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mt 5:8).

Kedua perkataan Yesus tentang damai ini memiliki kekuatan yang luar biasa bagi semua orang yang mengikuti-Nya dari dekat. Artinya, Tuhan Yesus menitip damainya kepada kita dan tugas kita adalah untuk membagikan damai-Nya kepada sesama manusia. Hanya dengan demikian nama Tuhan Yesus, sang Raja Damai tetap dimuliakan selama-lamanya. Kita mengingat bahwa pada saat bangkit dengan mulia, Ia tetap mengatakan kepada para murid-Nya: “Damai sejahtera bagi kamu” (Luk 24:36). Damai itu yang harus tetap kita miliki. Maka ada damai dalam hati, dalam keluarga, masyarakat dan bangsa kita.

Saya menutup permenungan tentang damai dengan mengutip kata-kata St. Theresia dari Kalkuta: “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.” Semakin kita melayani dengan sukacita, damai itu semakin menjadi milik kita. Apakah masih ada damai dalam hatimu?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply