Kejujuran itu laksana kompas
Kita mengakhiri hari ini dengan Food For Thought berjudul ‘Kejujuran sebagai kompas’. Pada saat menulis FFT ini, Mahkamah Konstitusi sedang membacakan keputusan sidangnya tentang sengketa hasil pemilihan Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia. Semua mata dan telinga terarah pada peristiwa nasional ini. Kita semua seakan sedang berhadapan dengan sebuah pertanyaan besar: “Apakah hidup jujur itu?”
Kita mengingat kata-kata yang menghiasi semua media, termasuk di dalam ruang sidang MK sendiri adalah ‘ada kecurangan yang Terstruktur, Sistematif, Massif dan Brutal’ (TSMB). Semua dalil dan alat bukti memang disertakan pemohon namun para Hakim dengan jujur dan adil tidak menemukan bukti yang jelas tentang kecurangan dimaksud. Kata kunci para hakim adalah: “Dalil pemohon tidak beralasan”. Pada akhirnya pikiran kita kembali diarahkan kepada perkataan tentang kejujuran. Nah, siapakah yang paling jujur di tengah suasana yang dikatakan penuh dengan kecurangan.
Hidup sebagai pribadi yang jujur itu baik dan luhur. Pada saat ini memang sangat sulit untuk menemukan seorang yang benar-benar jujur. Ada saja ketidakjujuran yang berjalan bersama kejujuran. Para pasutri bisa saja tidak jujur satu sama lain dalam relasi dan juga dalam hal keuangan, meskipun mereka berusaha mengedapankan sikap jujur. Para imam, biarawan dan biarawati juga bisa tidak jujur dalam menghayati nasihat-nasihat injil untuk menjadi pribadi yang taat, miskin dan murni, meskipun mereka berusaha untuk hidup jujur. Orang muda, anak-anak dan remaja juga tidak jujur dengan orang tua dan gurunya, meskipun mereka berusaha untuk menjadi jujur. Maka kita semua sedang berada di dalam bahtera yang sama.
Saya mengingat William Faulkner (1897-1962). Beliau adalah seorang penulis dan peraih nobel sastra dari Amerika Serikat. Beliau pernah mengatakan: “Jangan pernah takut untuk mengangkat suara anda untuk kejujuran dan kebenaran serta kasih sayang melawan ketidakadilan, kebohongan dan keserakahan.” Kejujuran itu laksana kompas yang membimbing kita ke jalan yang benar.
Kejujuran sebagai kompas mengantar kita untuk berjumpa dan bersatu dengan sesama yang lain. Kita berusaha untuk membahagiakan sesama kita. Khalil Gibran pernah berkata: “Kejujuran adalah sebuah kebaikan terdalam yang mengajarkan kita untuk bersyukur pada hidup kita sendiri dan membagi kebahagiaan tersebut dengan orang-orang.”
Hidup sebagai pribadi yang jujur itu indah dan baik adanya sebab ketika kita jujur, dengan sendirinya kita mengubah hidup sesama manusia yang tidak jujur.
PJ-SDB