Food For Thought: Bertobatlah…

Bertobatlah…

Saya barusan melihat-lihat file-file tertentu di laptop saya untuk menyiapkan bahan rekoleksi untuk sebuah kelompok. Saya menemukan sebuah kutipan yang indah dari William Shakespeare (1564-1616). Beliau adalah seorang penyair dan dramawan berkebangsaan Inggris, pernah berkata: “Akuilah diri anda pada surga; bertobatlah dari apa yang telah terjadi; hindarilah apa yang akan terjadi”. Saya tersenyum sambil menganggukan kepala sambil berkata dalam hati, “Sebuah pertobatan bermakna ketika saya dengan sadar mengakui kedosaan saya pada surga, tempat Tuhan bersemayam.” Adalah sebuah pertobatan sejati ketika kita berani melupakan apa yang telah terjadi dan menghindari apa yang akan terjadi. Banyak orang lebih mudah untuk tetap mengingat-ingat kedosaan yang telah terjadi dan mengulanginya saat ini dan pada masa yang akan datang.

Banyak orang mengalami kesulitan dalam melakukan pertobatan sejati. Sebenarnya kita berani jatuh ke dalam dosa maka berusahalah juga untuk bangkit, atau bangun dari lelapan dosa yang menguasai hidup kita. Menikmati dosa adalah sebuah kenikmatan sesaat dan tidak berguna. Seharusnya kita hidup dalam rahmat Tuhan dengan menjauhkan diri dari iblis dan segala godaannya. Kita mengetahui bahwa akibat dosa adalah kematian. Sebab itu kita butuh sebuah rekonsiliasi diri dengan Tuhan. Kita butuh damai dengan Tuhan. St. Paulus mengatakan: “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita.” (Ef. 2, 13-14).

Saya mengingat dalam Paenitemini, yakni Konstitusi Apostolik tentang pertobatan. Di sana diberikan beberapa point penting yang perlu kita ingat berkaitan dengan semangat pertobatan: Pertama, walaupun Gereja dipanggil menjadi kudus, warganya jatuh dalam dosa. Kedua, pertobatan mempunyai ciri religius, personal dan ciri sosial. Ketiga, Tuhan Yesus tidak hanya mewartakan pertobatan, Ia juga memberikan teladan pertobatan sejati. Keempat, dalam terang Kristus, orang beriman menyadari kesucian Allah dan kedosaan dirinya. Kelima, Karena Gereja begitu terikat dengan Kristus, pertobatan orang beriman tidak hanya terkait dengan Kristus, melainkan terikat juga juga dengan Gereja. Keenam, Gereja terpanggil untuk terus menerus mencari ungkapan-ungkapan pertobatan yang baru, yang lebih sesuai dengan kondisi zaman dan hakikat pertobatan.

St. Yohanes Paulus II dalam Reconciliatio et Paenitentia mengatakan: “Pertobatan selalu menyangkut bagian terdalam dari pribadi seseorang beriman”. Pertobatan ikut menjamah hati kita untuk berubah secara radikal. Sebab itu mari kita membangun semangat pertobatan dalam diri kita. Katakanlah dengan jujur: “Bertobatlah…”

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply