Homili 24 Juli 2019

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XVI
Kel. 16:1-5,9-15
Mzm. 78:18-19,23-24,25-26,27-28
Mat. 13:1-9

Tuhan telah menyiapkan segalanya

Saya pernah berbincang-bincang dengan seorang biarawati yang sudah memasuki usia senja. Ia memiliki pengalaman memulai misi baru tarekatnya di mana-mana. Salah satu pengalamannya yang indah adalah ketika ia memulai misi baru di sebuah daerah yang sangat miskin. Banyak sesamanya meragukan misi di tengah kaum miskin itu, namun ia memberi alasan sederhana ini, katanya: “Kita menabur benih iman di tempat ini, dan saya selalu yakin bahwa Tuhan akan menyiapkan segalanya dan memelihara benih iman ini hingga menghasilkan buah dalam ketekunan.” Alasan sederhana ini menggugah hati provincial dan dewannya untuk meloloskan permohonannya. Kini semua orang memberi jempol sebab misi di tengah kaum miskin telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa. Orang-orang miskin sudah berubah hidupnya menjadi manusia yang bermartabat. Misi dalam bidang Pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sungguh cocok dengan situasi setempat.

Saya tertarik dengan perkataan sang biarawati ini: “Tuhan telah menyiapkan segalanya”. Ia telah membuktikan bahwa Tuhan baik dan telah menyiapkan segalanya bagi manusia. Apa pun kesulitan dan tantangan, ia dan rekan-rekannya terus menabur kebaikan dan kini menuai kebaikan pula. Rencana Tuhan memang indah bagi para penabur kebaikan. Orang-orang yang tidak diharapkan pada saatnya akan menjadi harapan. Daerah yang dipandang sebelah mata, kini dipandang dengan kedua bola mata penuh harapan pasti. Semua ini dapat terjadi karena kasih dan kebaikan Tuhan bagi para pelayan dan penaburnya.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menyegarkan kehidupan rohani kita. Iman kita semakin bertambah karena kasih Tuhan sungguh nyata. Pengalaman bangsa Israel sudah membuktikan jati diri Tuhan sebagai Kasih. Dikisahkan bahwa bangsa Israel sudah melewati laut merah dan memasuki daratan. Mereka lalu meninggalkan Elim menuju padang gurun Sin yang letaknya ada di antara Elim dan Sin. Di tempat ini bangsa Israel menunjukkan kelemahan dan kerapuhannya yakni bersungut-sungut kepada Tuhan dihadapan Musa dan Harun. Mereka bersungut-sungut tentang makanan dan minuman. Inilah perkataan mereka: “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir oleh tangan Tuhan ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh seluruh jemaah ini dengan kelaparan.” (Kel 16:3). Mungkin kita menertawakan mereka tetapi kebutuhan fisik memang dapat mengalahkan kebutuhan rohani. Orang yang lapar mudah sekali melupakan Tuhan.

Reaksi Tuhan terhadap kaum Israel yang bersungut-sungut terungkap dalam perkataan ini: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak. Dan pada hari yang keenam, apabila mereka memasak yang dibawa mereka pulang, maka yang dibawa itu akan terdapat dua kali lipat banyaknya dari apa yang dipungut mereka sehari-hari.” (Kel 16:4-5). Tuhan Allah memang beda. Manusia boleh bersungut-sungut melawan Dia, tetapi Dia tetap menunjukkan kasih-Nya kepada mereka. Dialah yang menurunkan dari langit roti yakni Mana dan daging burung puyu. Tuhan berkehendak supaya bangsa Israel sadar dan dapat menuruti kehendak-Nya.

Tuhan Yesus dalam Injil mengisahkan perumpamaan Yesus tentang seorang penabur dan Tuhan adalah sosok penabur sejati. Ia keluar dari diri-Nya sebagai Allah untuk menaburkan benih sabda-Nya bagi manusia. Ia bebas melakukannya sesuai kehendak ilahi-Nya. Ada benih yang jatuh di pinggir jalan dan langsung dimakan oleh burung-burung yang melihatnya. Ada benih yang jatuh di bebatuan namun cepat tumbuh dan cepat mati karena tanahnya tipis. Ada benih yang di semak duri, dapat bertumbuh tetapi mati karena dihimpit semak duri. Ada benih yang jatuh di tanah yang baik, bertumbuh subur hingga menghasilkan buah berlimpah: seratus kali lipat, enam puluh kali lipat dan tiga puluh kali lipat. Satu hal yang penting di sini adalah Tuhan telah menyiapkan segalanya, Tuhan memperhatikan dengan menumbuhkan dan hasilnya berlipat ganda.

Kisah Tuhan sebagai penabur sejati menggambarkan kasih Tuhan yang tiada bandingnya. Ia setia menabur kasih-Nya melalui Sabda kasih karena Dia adalah kasih. Dia menabur dan terus menabur tidak peduli benih itu jatuh di bagian mana. Bagi Tuhan, Sabda-Nya adalah pelita bagi langkah kaki kita. Sabda Tuhan adalah kompas yang menuju arah hidup kita supaya tetap tertuju kepada-Nya. Jauh dari Tuhan, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Tuhan telah menyiapkan segalanya, Ia selamanya mengasihi kita. Terima kasih Tuhan.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply