Homili 22 Agustus 2019

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XX
Peringatan Wajib Santa Perawan Maria Ratu
Hak. 11:29-39a
Mzm. 40:5,7-8a,8b-9,10
Mat. 22:1-14

Persembahan yang paling berharga

Pada hari ini kita merayakan Bunda Maria sebagai Ratu Surga. Kita mengenang peristiwa ini, pertama-tama berkaitan dengan Bunda Maria yang diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya yang kita kenang pada tanggal 15 Agustus yang lalu. Seminggu kemudian yakni hari ini kita mengenangnya sebagai Ratu surga dan dunia. Kita juga mengenang Bunda Maria dalam peristiwa Rosario dan biasanya menutup doa Rosario dengan doa Salam ya Ratu. Maka saya mengundang kita semua untuk mendoakan dan merenungkan doa Salam Ya Ratu: “Salam, Ya Ratu, Bunda yang berbelas kasih, hidup, hiburan dan harapan kami. Kami semua memanjatkan permohonan, kami amat susah, mengeluh, mengesah dalam lembah duka ini. Ya Ibunda, ya pelindung kami, limpahkanlah kasih sayangmu yang besar kepada kami. Dan Yesus, Putramu yang terpuji itu, semoga Kau tunjukkan kepada kami. O Ratu, o Ibu, o Maria Bunda Kristus.” Doa Salam ya Ratu ini biasanya ditambah dengan doa ini: “Doakanlah kami, ya Santa Bunda Allah, supaya kami dapat menikmati janji Kristus. Marilah berdoa: Ya Allah, Putra-Mu telah memperoleh bagi kami ganjaran kehidupan kekal melalui hidup, wafat dan kebangkitan-Nya. Kami mohon, agar dengan merenungkan misteri Rosario Suci Santa Perawan Maria, kami dapat menghayati maknanya dan memperoleh apa yang dijanjikan. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.”

Sambil mendoakan doa Salam ya Ratu dan mata kita tertuju kepada Bunda Maria, kita merenung kebajikan-kebajikan Bunda Maria yang diungkapkan dalam doa ini: Bunda Maria adalah bunda yang berbelas kasih. Maria adalah Puteri Allah Bapa yang berbelas kasih. Dia adalah bunda berbelas kasih karena Ia mengandung dan melahirkan Yesus Putera Allah yang menunjukkan wajah Allah Bapa yang berbelas kasih kepada manusia. Dia adalah mempelai Roh Kudus yang mengalirkan belas kasih Allah kepada manusia yang berdosa. Maria menjadi hidup, hiburan dan harapan bagi kita. Dia menjadi demikian karena jasa Yesus Kristus Puteranya. Yesus adalah jalan, kebenaran dan hidup kita. Dialah yang menghibur dan memberi harapan akan hidup abadi bagi kita semua.

Bunda Maria adalah perantara doa-doa kita kepada Bapa yang berbelas kasih. Kita senantiasa memanjatkan permohonan untuk mendapatkan kerahiman Bapa, sebab kita amat susah, mengeluh, mengesah dalam lembah duka ini. Maria tidak sendirian menjadi Bunda berdukacita. Dia juga hadir bersama kita dalam lemba duka ini. Dialah yang tiada hentinya mendoakan kita sekarang hingga ajal menjemput. Maria tetaplah Bunda yang melindungi, melimpahkan kasih sayangnya yang besar kepada kita semua. Kita juga memohon supaya Ia membawa kita kepada Yesus Kristus, Puteranya. Tepat sekali perkataan ini: ‘Ad Iesum per Mariam’ artinya melalui Maria kita dapat bertemu dengan Yesus. Semua permenungan kita tentang Maria sebagai Ratu Surga ini menunjukkan bahwa bunda Maria mempersembahkan dirinya secara total kepada Tuhan. Ia mempersembahkan yang paling berharga yaitu seluruh hidupnya bagi Tuhan. Sebab itu wajar saja kalau Ia diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Dia adalah Imaculata, dikandung tanpa noda dosa.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini juga membuka wawasan kita tentang persembahan yang terbaik bagi Tuhan. Dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah sang panglima Israel bernama Yefta. Dalam kuasa Roh Kudus, ia melakukan perjalanan melewati tempat-tempat yang sulit seperti Gilead, Manasye, ke daerah orang-orang Amon. Dia juga merasa cemas karena harus melewati daerah orang Amon sehingga ia bernazar kepada Tuhan. Inilah nazar yang disampaikan Yefta kepada Tuhan: “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan Tuhan, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.” (Hak 11:30-31). Tuhan mendengar nazar Yefta maka Ia memenangkan Yefta atas bani Amon. Bani Amon tunduk pada kuasa Israel.

Selanjutnya apa yang terjadi dengan nazar Yefta ini. Ketika ia kembali ke Mizpa, anak perempuannya yang semata wayang keluar untuk menyongsong dia dengan memukul rebana dan menari-nari. Yefta adalah ayah yang baik, juga seorang prajurit tulen. Ia harus menepati nazarnya kepada Tuhan. Sambil mengoyakan bajunya ia berkata kepada puteri semata wayangnya: “Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada Tuhan, dan tidak dapat aku mundur.” (Hak 11:35). Puteri Yefta seakan berpasrah kepada kehendak Allah maka ia berkata kepada ayahnya: “Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada Tuhan, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena Tuhan telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu. Hanya izinkanlah aku melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku.” (Hak 11:36-37). Nazar Yefta kepada Tuhan ini menjadi kenyataan. Ini adalah sebuah kisah persembahan diri yang paling berharga dari keluarga Yefta, terutama puterinya semata wayang dipersembahkannya bagi Tuhan. Apa yang menjadi nazar kepada Tuhan haruslah ditepati karena itulah ungkapan iman dan kasih kepada Tuhan.

Tuhan senantiasa mengundang kita semua untuk masuk dalam perjamuannya. Perjamuan nikah adalah perjamuan penuh kasih dan penuh kebahagiaan. Namun banyak kali undangan Tuhan ini diabaikan begitu saja oleh manusia dengan memberi seribu satu alasannya misalnya, ada yang terang-terangan tidak mau, ada yang sibuk dengan pekerjaannya, ada juga yang berlaku jahat kepada sesama. Kelihatan tidak ada kepekaan pihak manusia untuk berkorban, mempersembahkan diri, waktu dan kesempatan kepada Tuhan. Maka undangan Tuhan dan persembahan-Nya bagi manusia tidak diterima dengan baik. Nasihat Tuhan hari ini adalah: “Hari ini janganlah bertegar hati, tetapi dengarkanlah sabda Tuhan” (Mzm 95:8ab). Seharusnya kita belajar dari Bunda Maria yang mempersembahkan dirinya seutuhnya kepada Tuhan. Ia mengikuti perjamuan abadi di surga. Kita juga belajar dari Yefta yang mempersembahkan puterinya semata wayang sesuai nazarnya kepada Tuhan. Hidup kita berharga karena kita jujur dan suka menepati janji kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply