Food For Thought: Iman timbul dari pendengaran

Iman timbul dari pendengaran!

Saya barusan mendapat sebuah sharing Sabda dari seorang sahabat. Ia hanya mengirim tulisan Santu Paulus ini: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Rom 10:17). Dia tidak menambahkan komentar apapun setelah mengutip perkataan Paulus ini. Saya tersenyum sambil merenungkan perkataan Paulus ini dan mengingat-ingat ajaran Katekismus Gereja Katolik. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa iman adalah satu ikatan pribadi manusia seutuhnya kepada Allah yang mewahyukan Diri. Di dalamnya terdapat persetujuan akal budi dan kehendak terhadap wahyu Diri Allah melalui perbuatan dan perkataan-Nya. (KGK, 176). Iman memang muncul dari pendengaran dan sifatnya mengikat manusia dengan Tuhan Allah. Akal budi juga turut bekerja untuk memahami wahyu Allah.

Tuhan sungguh baik sehingga memberikan kepada kita dua telinga untuk mendengar. Pernahkah anda memperhatikan daun telingamu? Kalau kedua lembar daun telinga itu di satukan maka akan membentuk hati yang tentu saja membuka wawasan kita tentang simbol kasih. Ada permainan kata-kata tertentu dalam bahasa Inggris. Telinga dalam bahasa Inggris Ear. Mendengar dalam bahasa Inggris: Hear. Kalau kedua daun telinga disatukan akan membentuk hati, dalam bahasa Inggris: Heart. Nah, perhatikan rangkaian kata-kata ini: orang yang memiliki telinga (ear) akan menggunakan telinganya untuk mendengar (Hear). Barangsiapa mendengar dengan baik maka ia akan mengasihi, dengan simbolnya Heart. Di sini terjadi perkembangan dari Ear, hEAR, dan hEARt. Telinga untuk mendengar dan mengasihi.

Paus Fransiskus dalam ‘Gaudete Et Exultate’ mengatakan: “Kata ‘bahagia’ atau ‘terberkati’ menjadi sebuah sinonim dari kata ‘kudus’ sebab kata ini mengungkapkan bahwa mereka yang setia kepada Allah dan menghidupi sabda-Nya, dengan pemberian diri mereka, mencapai kebahagiaan sejati” (GE, 64). Apakah anda adalah seorang pribadi yang bahagia? Bahagia adalah kekudusan kita di hadirat Tuhan dan sesama. Bahagia karena memiliki iman dan memberikan diri kepada Tuhan dan sesama adalah jalan kekudusan.

Marilah kita belajar mendengar lebih banyak dan berbicara lebih sedikit. Ini adalah sebuah jalan bagi kita untuk mengalami kebahagiaan Tuhan dalam hidup kita.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply