Food For Thought: Memberi dengan sukacita

Berilah dengan sukacita!

Pada pagi hari ini saya mendapat broadcast berupa pesan Indah dari seorang sahabat. Ia mengutip perkataan Santu Paulus berikut ini: “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2Kor 9:7). Saya tersenyum sambil mengingat pesan injil hari ini. Namun saya coba kembali kepada pesan santu Paulus ini. Hidup bersama ditandai dengan kebiasaan baik untuk saling berbagi satu sama lain. Dalam kebiasaan saling berbagi ini, hendaklah kerelaan hati itu menjadi nomor satu. Kalau hati kita berkata berilah maka jangan pernah menjadi pelit. Sikap rendah hati dan murah hati sangatlah penting bagi kita untuk berbagi dengan sesama. Di samping kerelaan hati, kita diharapkan untuk tidak bersedih hati atau terpaksa untuk memberi sesuatu kepada sesama. Sikap-sikap ini muncul karena kita takut menjadi orang miskin dan takut hidup berkekurangan. Padahal sebagai orang beriman kita percaya bahwa Tuhan akan mencukupkan segala kebutuhan kita. Tuhan mengasihi orang yang murah hati karena memberi dengan sukacita.

Tuhan Yesus mengetahui kehidupan kita. Sebab itu Ia memberi perumpamaan tentang orang kaya dan janda miskin. Orang kaya memberi dari kelimpahannya, sisa-sisa yang dia miliki dia kasih kepada Tuhan. Janda miskin tidak memberi dari sisa yang dimiliki tetapi memberi segala yang ia miliki untuk Tuhan. Nah, tepat sekali Santu Paulus yang mengatakan: “Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita”.

Bagaimana dengan kita saat ini? Ternyata kita memang beda. Lalu apa bedanya?

Pertama, kita suka memberi yang sudah kotor dan sisa yang tidak terpakai kepada Tuhan. Contoh: ketika memberi kolekte. Banyak di antara kita yang mengambil sisa uang belanja untuk memberinya kepada Tuhan. Ada yang mempunyai kebiasaan untuk menukar uang kecil supaya bisa dijadikan kolekte. Uang besar juga bisa jadi kolekte kog. Ada yang memberi uang ‘kodi’ alias kotor dan dilipat, bau sebagai uang kolekte. Untuk Tuhan saja kita masih membedakan dan membuat perhitungan apalagi untuk sesama manusia. Ada yang mempersembahkan buah yang sudah busuk, bunga yang sudah layu dan bunga plastik. Pokoknya sadar atau tidak sadar Tuhan menjadi nomor dua dalam setiap persembahan kita. Orang murah hati memberi dengan sukacita dan dikasihi Tuhan.

Kedua, Suka pamer ketika berbagi dengan sesama. Tuhan Yesus mengatakan: “Tetapi engkau ini, apabila memberi sedekah, janganlah diketahui oleh tangan kirimu akan barang yang diperbuat oleh tangan kananmu.” (Mat 6:3). Pada zaman ini sudah berubah. Perubahannya adalah apa yang diberikan tangan kiri, tangan kanan akan selfie atau wefie supaya orang lain tahu bahwa kita sedang berbagi. Buktinya kalau si A menyumbang maka semua orang akan tahu karena mudah dibroadcast dengan foto atau secara tertulis. Betapa lemahnya kita di hadapan Tuhan dan sesama.

Mari kita berubah menjadi lebih murah hati, tidak takut berkekurangan atau miskin. Tuhan yang mencukupkan segalanya. Ingat nasihat Tuhan Yesus ini: “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” (Mat 6:25-26).

Tuhan memberkati kita semua,

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply