Homili 7 Desember 2019

Hari Sabtu, Pekan Adven I
Peringatan Wajib St. Ambrosius
Yes. 30:19-21,23-26
Mzm. 147:1-2,3-4,5-6
Mat. 9:35-10:1,6-8

Belajar berbelas kasih

Pada pagi hari ini saya menemukan sebuah kutipan yang inspiratif dari Albert Schweitzer (1875-1965). Beliau dikenal sebagai seorang berkebangsaan Jerman, dan selama hidupnya berprofesi sebagai dokter, teolog, filsuf dan pemusik. Dari banyak perkataan yang merupakan ungkapan pemikirannya, beliau mengatakan: “Tujuan hidup manusia adalah untuk melayani, dan untuk menunjukkan belas kasih dan kemauan untuk membantu orang lain.” Kutipan perkataan ini mengingatkan saya kepada sebuah pertanyaan saya kepada seorang sahabat: “Apa tujuan anda hidup di dunia ini?” Ia selalu menjawabnya: “Saya mau berbuat baik, Romo!” Setiap kali saya menanyakan pertanyaan yang sama, ia selalu memberi jawaban yang sama pulua: “Saya mau berbuat baik, Romo!” Saya melihat konsistensi jawabannya dan kenyataan hidupnya bahwa ia memang suka menolong. Saya sepakat dengan Tuan Schwietzer, bahwa tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk melayani, untuk berbelas kasih dan membantu. Saya yakin bahwa kita semua memiliki tujuan hidup yang sama yakni untuk kebaikan bukan kejahatan.

Dalam masa Adventus ini, Tuhan Yesus menunjukkan satu karakter keilahian-Nya yaitu berbelas kasih kepada manusia yang berdosa. Ia memandang manusia dan selalu menunjukkan belas kasih-Nya kepada mereka. Para penginjil dengan tepat mendeskripsikan gerakan bathin Yesus di hadapan manusia: “Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.” (Mat 9:36). Hati Yesus penuh dengan belas kasih kepada manusia yang lemah dan berdosa. Ia benar-benar menunjukkan wajah Allah yang berbelas kasih atau wajah Allah yang Maharahim. Kerahiman Allah ini Yesus tunjukkan dengan berkurban, dengan menyerahkan seluruh hidup-Nya demi keselamatan manusia.

Apakah anda masih memiliki hati yang penuh belas kasih kepada sesama manusia? Mari kita melihat keluarga dan komunitas kita masing-masing. Sebenarnya tujuan hidup bersama adalah supaya saling mengasihi satu sama lain. Raja Daud pernah bernyanyi di hadirat Tuhan: “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun.” (Mzm 133:1). Kitab Mazmur mau membuka hati dan pikiran kita untuk berbelas kasih satu sama lain sebagai saudara. Kalau kita hidup berdampingan dan rukun maka dunia ini tentu berbeda. Tidak ada lagi dengki dan iri hati, tidak ada lagi pertikaian antar sesama manusia. Mengapa? Sebab kita adalah saudara.

Kita hidup berdampingan sebagai saudara adalah kehendak Tuhan bukan kehendak kita. Tuhan sendiri yang memanggil dan memilih kita untuk hidup dan bekerja bersama. Kita menjadi saudara dalam satu Bapa yang sama di Surga. Kita memiliki satu saudara yaitu Yesus Kristus, Anak sulung Allah Bapa. Dialah satu satunya Tuhan dan penebus kita. Mari kita mengikuti teladan-Nya yang mengasihi manusia tiada batasnya. Ia berkata: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20). Ia berbelas kasih kepada manusia sampai tuntas bahkan hingga akhir zaman.

Bagaimana dengan kita? Apakah ada belas kasih di dalam hati kita? Kalau masih ada belas kasih maka tunjukanlah belas kasih Allah dalam hidup kita setiap hari. Saya menutup permenungan ini dengan mengutip Robert Nathan (1894-1985). Beliau adalah Novelis Amerika yang berkata: “Bersyukurlah atas kesedihan, yang mengajari anda belas kasihan. Atas penderitaan yang mengajari yang mengajari anda keberanian. Berterima kasihlah pada misteri, yang tetap menjadi misteri, tabir yang menutupi anda dari sang maha pencipta, yang membuat anda percaya, tentang sesuatu yang tak kelihatan.” Anda mengalami kesedihan, belas kasihan akan datang menghiburmu.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply