Homili 25 Februari 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-VII
Yak. 4:1-10
Mzm. 55:7-8,9-10a,10b-11a,10b-11a,23
Mrk. 9:30-37

Tidak mengerti Perkataan Yesus!

Saya pernah mendengar sharing para guru dalam sebuah acara rekoleksi para guru dari sebuah sekolah Katolik. Salah seorang guru senior di sekolah itu mengatakan: “Romo, saya sudah bertahun-tahun mengajar di sekolah ini. Setiap angkatan memiliki keunikan masing-masing. Ada angkatan yang kelihatan mengerti tetapi sebenarnya tidak semuanya mengerti. Ada angkatan yang kelihatan mampu menyimak tetapi ternyata tidaklah demikian. Namun dengan pengalaman ini kami semakin tekun untuk melakukan tugas dan tanggung jawab kami sebagai pendidik.” Saya senang mendengar sharing ini. Para guru sebagai pendidik selalu memiliki harapan yang terbaik bagi setiap muridnya, meskipun kadang-kadang mereka juga merasa kecewa dengan para murid karena mereka tidak mengerti, tidak menyimak dan lain sebagainya. Saya yakin bahwa banyak di antara kita memiliki pengalaman yang mirip.

Pada hari terakhir sebelum kita memasuki masa prapaskah ini, Tuhan Yesus kembali menyapa kita melalui Injil Markus. Dikisahkah bahwa ketika itu Yesus dan para murid-Nya melintasi Galilea. Ia menggunakan kesempatan untuk mengajar para murid-Nya sehingga Ia berusaha supaya perjalanan-Nya ini tidak diketahui oleh banyak orang. Apa yang hendak Tuhan Yesus ajarkan kepada para murid-Nya saat itu? Ia mengajar tentang rahasia paskah-Nya. Hal ini terungkap dalam perkataan-Nya ini: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” (Mrk 9:31). Tentu saja perkataan Yesus ini mengagetkan para murid-Nya. Mereka kaget karena tidaklah mungkin Yesus akan wafat secara tragis di salib. Ini sungguh menjadi sebuah tragedi besar di dalam pikiran mereka.

Lalu apa reaksi para murid-Nya saat itu? Para murid Yesus menunjukkan kerapuhan hidup mereka sebagai manusia. Hal ini mereka tunjukkan dengan tidak mengerti perkataan Yesus dan segan untuk bertanya kepada-Nya. Kita mungkin menertawakan para murid yang sudah sedang berjalan bersama Yesus. Mereka sudah berjalan bersama-Nya selama lebih kurang tiga tahun, namun mereka masih belum juga mengenal jati diri Yesus yang sebenarnya. Mereka belum mengenal Yesus karena segan untuk bertanya kepada-Nya. Banyak kali sikap para murid ini menjadi sikap kita. Kita sudah menerima sakramen pembaptisan dan berpikir bahwa sudah cukuplah demikian. Kita berdevosi kepada para kudus, aktif dalam hidup menggereja, namun semua ini belumlah menjadi jaminan bagi keselamatan kita. Kita harus berusaha untuk mengerti setiap perkataan Yesus dan berani ‘bertanya’ kepada Tuhan Yesus dalam doa-doa kita. Mengapa kita masih segan terhadap Yesus dan malu bertanya atau berdoa kepada-Nya?

Hal lain yang menjadi pembicaraan di kalangan para murid saat itu adalah tentang siapakah yang terbesar di antara mereka sebagai murid di hadapan Yesus. Memang rasanya pertanyaan ini aneh tapi selalu menjadi kenyataan. Yesus sempat bertanya kepada mereka: “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” (Mt 9:33). Mereka sangat manusiawi dan menunjukkan titik lemah mereka. Mereka sempat terdiam karena dalam perjalanan yang barusan dilewati, mereka memperbincangkan siapa kiranya yang terbesar di antara mereka. Yesus mendengar dan menyimak lalu mengajarkan sebagai berikut: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”

Tuhan Yesus membuka pikiran dan hati para murid-Nya bukan untuk selamanya tidak mengerti perkataan Yesus. Mereka harus memiliki kemampuan untuk mengerti setiap perkataan Tuhan Yesus. Untuk itu mereka harus memiliki kebajikan kerendahan hati. Yesus berkata: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.” (Mrk 9:37).

Pada hari ini kita semua dikuatkan oleh Tuhan supaya beruasaha memahami perkataan Tuhan. Kita tidak harus merasa malu untuk bertanya kepada Tuhan apa yang menjadi rencana-Nya bagi kita. Tuhan sendiri berkata: “Serahkanlah kuatirmu kepada Tuhan , maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” (Mzm 55:23).

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply