Homili 27 April 2020

Hari Senin, Pekan III Paskah
Kis. 6:8-15
Mzm. 119:23-24,26-27,29-30
Yoh. 6:22-29

Percayalah kepada Yesus

Covid-19 ini benar-benar mengubah perilaku manusia. Banyak orang mulai merasa perlu mencuci tangan dan menggunakan handsantizer. Mereka membiasakan diri menggunakan masker, bahkan masker menjadi business baru di kalangan tertentu. Secara rohani banyak orang merindukan Ekaristi, retreat, rekoleksi, ziarek. Namun ada satu yang benar-benar mengubah hidup manusia adalah kebiasaan berdoa dan berharap pada pertolongan Tuhan. Ada orang tidak terbiasa berdoa rosario, mendadak jadi pencinta rosario dan mengajak orang lain berdoa bersama. Masih banyak contoh-contoh konkret yang ada dalam masyarakat dan lingkungan kita. Tentu saja ini bukan hanya orang-orang dalam, tetangga sebelah pun demikian. Ketika ada pandemi ini, orang-orang yang biasanya agamis berubah dan kita hanya melihat kaum anawim atau orang-orang sederhana yang tak pernah ada nama menjadi ada nama karena kebaikan.

Saya barusan mendengar dua sahabat yang berbincang-bincang tentang situasi terakhir dalam kaitannya dengan covid-19. Seorang sahabat selalu update tentang data para pasien. Ia mengatakan data aktual 8.882, bertambah 275 dari sehari sebelumnya. Dia mengatakan lagi bahwa kemungkinan covid-19 akan menurun di Indonesia pada akhir Mei dan Juni mendatang. Sahabat yang lain hanya mengangguk-angguk dan berkata: “Berharaplah dan percayalah kepada Yesus.” Suasana hening sejenak, dan ia melanjutkan: “Saya sudah membuktikannya.” Saya senang mendengar percakapan kedua orang sahabat ini. Di satu pihak mereka butuh kehadiran Tuhan yang melindungi dan menyelamatkan. Karakter mereka penuh dengan kasih dan kebaikan, saling mendukung dan berharap kepada Tuhan. Kita memiliki aneka kesulitan dalam hidup. Kadang tidak terhitung banyaknya. Namun kalau kita tetap berharap dan percaya kepada Tuhan maka kita sungguh menjadi lebih dari pemenang.

Pada hari ini kita mendengar kisah Yesus di dalam Injil Yohanes. Setelah Ia memperbanyak roti dan ikan di Tabgha, banyak orang beramai-ramai mencari Yesus. Ia memang sudah tidak berada di Tabgha tetapi sudah kembali ke Kapernaum. Ia sudah mengetahui motivasi mereka untuk mencari dan menemukan-Nya. Sebab itu ketika mereka menemukan-Nya, Ia memberi nasihat yang sangat berharga kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” (Yoh 6:26-27).

Perkataan Yesus ini memancing mereka untuk berpikir lebih dalam lagi makna perjumpaan dengan Yesus. Sebab itu mereka berani bertanya: “Apa yang harus kami lakukan supaya kami mengerjakan pekerjaan yang dikehendaki Allah?” Yesus memandang mereka dan berkata: “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah.” (Yoh 6:29). Perkataan Yesus ini semakin memancing mereka untuk berpikir tentang siapakah Yesus itu sebenarnya. Dia tentu bukan hanya seorang pembuat mukjizat tetapi mungkin lebih dari itu sehingga mereka diajak untuk percaya kepada-Nya sebagai utusan Allah.

Kisah orang-orang yang beramai-ramai mengikuti Yesus adalah kisah anda dan saya. Kita juga banyak kali ‘beramai-ramai’ atau ‘berbondong-bondong’ mengikuti Yesus tanpa memiliki sebuah motivasi yang jelas. Orang-orang zaman Yesus beramai-ramai mengikuti Yesus supaya makan dan minum gratis. Padahal Yesus sendiri sudah mengatakan bahwa manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah. Banyak orang ramai-ramai dekat dengan Gereja karena motivasi-motivasi yang keliru: ada yang mau berbisnis di gereja, dan kadang di luar pikiran normal sebagai manusia. Pikirkan sepasang suami dan istri yang diberkati di Gereja. Biaya yang paling berat adalah membayar tukang bunga dan koor sedangkan stipendium pastor itu sama dengan tip buat misdinar dan koster. Seandainya tidak ada pastor yang memberkati maka tidak ada sakramen pernikahan bagi pasangan itu. Banyak orang berkelahi di Gereja, seperti berebut lahan basa, dan ujung-ujungnya adalah saling memfitnah dan pindah ke paroki yang lain. Ada yang dekat dengan Gereja supaya bisa pinjam uang dari sesama umat. Masih banyak sisi-sisi gelap yang tidak disebutkan di sini. Ini adalah hal-hal yang memalukan dalam hidup menggereja dan harus bisa berubah kalau kita mengerti perkataan Yesus dalam Injil hari ini. Apa motivasi anda mencari Yesus sebagai orang katolik?

Apakah kita sungguh percaya kepada Yesus?

Tuhan Yesus mengingatkan kita supaya percaya kepada-Nya sebagai utusan Allah. Ini butuh kemartiran atau kesaksian hidup. St. Stefanus adalah sosok yang menginspirasi kita. Ia penuh dengan Roh Kudus, berani memberi kesaksian tentang imannya kepada Yesus di hadapan para pemuka Agama Yahudi. Semua orang melihat wajah Stefanus seperti sedang melihat wajah seorang malaikat. Maka para pemimpin agama Yahudi ini bahkan tidak sanggup untuk melawan hikmat yang dimiliki Stefanus dan Roh yang mendorong dia berbicara. Stefanus berani menjadi martir karena dia percaya dan mengasihi Yesus.

Pada hari ini kita perlu membenahi diri kita supaya kiblat hidup kita sungguh terarah kepada Yesus. Mata kita tertuju kepada-Nya. Dia mengasihi kita apa adanya, dan kita membalas kasih-Nya dengan percaya sepenuh hati kepada-Nya.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply