Homili 14 Juli 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XV
Yes. 7:1-9
Mzm. 48:2-3a,3b-4,5-6,7-8
Mat. 11:20-24

Merajut Pertobatan

Pada pagi hari ini saya membaca sebuah artikel dan menemukan sebuah ungkapan indah dari St. Fransiksus de Sales (1567-1622) berikut ini: “Allah sangat menghargai pertobatan sehingga sekecil apa pun pertobatan di dunia, asalkan itu murni, menyebabkan Dia melupakan segala jenis dosa, bahkan setan pun akan diampuni semua dosanya, jika saja mereka memiliki penyesalan.” Perkataan orang kudus ini membuka wawasan kita untuk memahami betapa besarnya kasih dan kerahiman Allah bagi semua orang, dalam hal ini orang berdosa dan orang baik. Tuhan menghargai orang yang bertobat kalau pertobatan itu murni dari lubuk hatinya yang terdalam, bukan bertobat asal-asalan. Orang benar-benar bertobat ketika dia sadar dan tahu dirinya sebagai orang berdosa dan memiliki penyesalan dari dalam hatinya. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak orang sudah tidak menyadari dirinya sebagai orang berdosa dan dengan sendirinya orang itu tidak dapat melakukan pertobatan pribadinya. Saya percaya bahwa Tuhan dapat melupakan segala jenis dosa manusia ketika ada penyesalan dari lubuk hati yang terdalam. Dalam kondisi seperti ini, tepatlah perkataan Paus Fransiskus dalam homilinya pada tanggal 7 April 2019: “Setiap pertobatan itu diarahkan kepada masa depan yang baru, hidup yang baru, yang indah, yang bebas dari dosa, dan murah hati.”

Apakah anda dapat merajut pertobatan pribadimu? Ini adalah sebuah pertanyaan yang sering kita dengar atau bahkan sering orang lain tanyakan kepada kita. Banyak kali kita tidak menyadari bahwa kita sedang jatuh ke dalam dosa yang sama dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian hidup. Ketidaksadaran itu terjadi karena kita merasa bahwa pikiran, perkataan dan perbuatan itu selalu kita lakukan dan menjadi biasa-biasa saja. Padahal nyatanya kebiasaan semacam itu adalah dosa. Misalnya, orang yang suka dan terbiasa berpikiran negatif terhadap orang lain akan merasa bahwa hal itu biasa saja dan bukan dosa, padahal itu dosa. Orang yang memiliki kebiasaan mencaci maki orang lain akan merasa biasa-biasa saja padahal itu adalah dosa. Orang yang melakukan korupsi berjamaah akan merasa biasa-biasa saja padahal itu dosa dan merugikan orang lain. Orang yang suka lalai dalam hidupnya akan merasa biasa-biasa saja padahal kelalaian itu dosa. Maka ada orang yang merasa bahwa hidupnya biasa-biasa saja, tanpa dosa padahal hidupnya penuh dosa. Memang, orang yang terbiasa mencium bau busuk akan merasa biasa-biasa saja ketika berada di dekat bangkai. Hal ini akan berbeda dengan orang yang tidak terbiasa mencium bau busuk, ia akan segera menjauh dari bangkai. Nah, di sini butuh kesadaran baru untuk merajut pertobatan. Saya merasa yakin bahwa semua orang pasti dimampukan Tuhan untuk merajut pertobatannya.

Merajut pertobatan dari puing-puing kehidupan akibat dosa itu dapat dilakukan dengan pertolongan dari Tuhan. Tentu saja orang harus membutuhkan waktu dan kesempatan yang tepat untuk memeriksa bathinnya, menyadari dirinya sebagai orang berdosa di hadapan Tuhan. Orang harus benar-benar fokus kepada Tuhan Yang Mahakudus dan melihat dirinya sebagai ciptaan yang rapuh di hadirat-Nya. Kesadaran ini akan membangkitkan semangat untuk berdoa seraya memohon supaya Tuhan melimpahkan belas kasih dan pengampunan atas dosa dan salahnya. Orang juga harus memiliki hati yang transparan di hadapan Tuhan, berserah diri sepenuhnya kepada-Nya. Dengan kesadaran seperti ini maka Tuhanlah yang akan membantunya untuk merajut kembali pertobatan supaya layak kembali memiliki martabat sebagai anak Allah. Pengalaman akan Allah berasal dari semangat untuk bertobat secara radikal di hadirat Tuhan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk coba merajut pertobatan kita karena Tuhan begitu mengasihi kita. Penginjil Matius mengisahkan bahwa Tuhan Yesus berkeliling dan berbuat baik dengan mengajar dan melakukan tanda-tanda heran. Ketika itu Ia memiliki kesempatan untuk menunjukkan belas kasih-Nya kepada kota-kota yang sudah dikunjungi tetapi penduduk kota itu tidak mengindahkan seruan tobat yang disampaikan-Nya kepada mereka. Sebab itu Ia mengecam dengan mengatakan: “Celakalah” kepada Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum. Yesus membandingkan ketiga kota ini dengan kota-kota di negeri asing seperti Tirus dan Sidon yang kalau bertobat akan lebih bermartabat dibandingkan dengan orang-orang Khorazim, Betsaida dan Kapernaum yang tidak membutuhkan pertobatan. Bahkan Kapernaum yang menjadi markas besar Yesus dan para murid-Nya dibandingkan dengan kota Sodom, yang akan lebih ringan tanggungannya dibandingkan Kapernaum sendiri kalau Kapernaum tidak bertobat.

Kecaman-kecaman Yesus atas Khorazim, Betsaida dan Kapernaum adalah tanda kasih sekaligus keprihatinan Yesus kepada mereka. Di tempat-tempat ini, kasih dan kerahiman Allah mengalir dan berkelimpahan. Tetapi orang tidak menyadarinya, mereka tetap hidup dalam dosa. Hati mereka tertutup kepada Tuhan, dan mereka lebih terbuka kepada berhala-berhala. Sulit sekali bagi mereka untuk bertobat. Maka benarlah perkataan keras dari nabi Yeremia ini: “Dengarkanlah ini, hai bangsa yang tolol dan yang tidak mempunyai pikiran, yang mempunyai mata, tetapi tidak melihat, yang mempunyai telinga, tetapi tidak mendengar! (Yer 5:21). Tuhan Yesus juga mengatakan hal yang sama: “Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat? Kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar? (Mrk 8:18). Yesus tidak membenci mereka sehingga mengecamnya, Dia justru sangat mengasihi mereka sehinga Dia mengecam, menegur dengan keras supaya mereka dapat bertobat.

Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah raja Ahas di Yehuda yang mengalami tantangan besar dari raja Aram yaitu Rezin dan raja Israel yakni Pekah bin Remalya. Kedua raja itu berniat untuk menyerang Ahas dan Kerajaaan Yehuda yang dipimpinnya. Hati Ahas dan rakyatnya gemetar ketakutan karena terbuka kemungkinan adanya penyerangan kepada Yerusalem. Tuhan menyelamatkan bangsa-Nya dengan perantaraan nabi Yesaya. Yesaya hadir dalam situasi sulit ini untuk menghibur raja dan rakyatnya begini: “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut karena kedua puntung kayu api yang berasap ini, yaitu kepanasan amarah Rezin dengan Aram dan anak Remalya.” (Yes 7:4). Dalam suasana seperti ini Tuhan Allah merajut pertobatan Ahas dan rakyatnya melalui perkataan Yesaya ini: “Tidak akan sampai hal itu, dan tidak akan terjadi.” (Yes 7:7). Pertobatan membuahkan keselamatan.

Kita membutuhkan Tuhan Yesus untuk menegur bahkan mengecam karena ini benar-benar mengedukasi kita supaya bertumbuh sebagai pribadi yang mampu merajut pertobatan. Tuhan tidak membenci kita tetapi mengasihi kita dan menghendaki keselamatan bukan kehancuran. Maka masih ada kesempatan untuk merajut pertobatan di hadirat-Nya. Doa kita hari ini: Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu. Amen

PJ-SDB