Homili 21 Juli 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XVI
Mi. 7:14-15,18-20
Mzm. 85:2-4,5-6,7-8
Mat. 12:46-50

Ikut mengalami kerahiman Tuhan

Saya suka membaca tulisan-tulisan tentang Paus Fransiskus. Pada hari ini saya membaca kembali homilinya pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi tanggal 19 April 2020 di Gereja Roh Kudus di Sassia, Roma. Ketika itu Paus Fransiskus memandang Gereja sebagai sebuah “rumah sakit lapangan” yang secara khusus menjangkau mereka yang paling kecil, yang terhilang dan yang terakhir. Perkataan Paus Fransiskus ini memang menunjukkan ciri khasnya. Menjelang pemilihannya sebagai Paus, beliau mengatakan: “Gereja dipanggil untuk keluar dari dirinya sendiri dan pergi ke daerah pinggiran, tidak hanya secara geografis, tetapi juga daerah pinggiran yang eksistensial: misteri dosa, rasa sakit, ketidakadilan, ketidaktahuan dan ketidakpedulian terhadap agama, arus intelektual, dan segala bentuk kesengsaraan.“ Paus hendak menekankan bahwa kerahiman Allah itu universal, semua orang patut untuk mengalaminya, apapun status hidupnya.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Tuhan yang luar biasa. Ia menunjukkan kerahiman-Nya kepada manusia yang lemah dan tak berdaya. Nabi Mikha merasakannya dan mewartakannya dalam bacaan pertama, yang membuat kita semakin mengenal dan mencintai Tuhan Yang Maharahim. Mula-mula Mikha memperkenalkan Tuhan sebagai Gembala yang baik: “Ya Tuhan, gembalakanlah umat-Mu dengan tongkat-Mu, kambing domba milik-Mu sendiri, yang terpencil mendiami rimba di tengah-tengah kebun buah-buahan. Biarlah mereka makan rumput di Basan dan di Gilead seperti pada zaman dahulu kala. Seperti pada waktu Engkau keluar dari Mesir, perlihatkanlah kepada kami keajaiban-keajaiban!” (Mi 7:14-15). Tuhan diminta untuk menggembalakan domba-domba yang terpencil, yang tidak dijangkau oleh kebanyakan manusia sebagai sesama. Ini sebuah pilihan yang tepat bagi gembala masa kini. Paus Fransiskus menghendaki supaya para gembala itu ‘berbau’ domba. Artinya mereka ikut merasakan kehidupan nyata mereka yang digembalakan.

Selanjutnya, Mikha memperkenalkan Tuhan sebagai Pengampun dan Rahim. Mikha berkata: “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?” (Mi 7:18). Tuhan Allah yang kita kenal adalah Dia yang Maharahim karena hanya Dialah yang mengampuni dosa, memaafkan pelanggaran. Dia tidak murka tetapi menunjukkan kasih setia kepada manusia yang berdosa. Tuhan yang seperti ini yang kita miliki dan kita Imani. Dia mengajar kita untuk hidup serupa dengan-Nya. Dalam hal ini, kita berusaha untuk menunjukkan wajah kerahiman-Nya kepada sesama yang terpencil secara geografis dan eksistensial sebagaimana diingatkan Paus Fransiskus. Apakah kita mampu mengampuni dengan tidak menghitung-hitung dosa sesama kita? Apakah kita cepat memaafkan sesama yang bersalah atau sangat sulit untuk memaafkan mereka?

Ingatlah bahwa Tuhan yang kita Imani tetaplah Maharahim. Menurut nabi Mikha: “Biarlah Tuhan kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut.” (Mi 7:19). Kita perlu sadar diri bahwa kita ini orang berdosa. Sangatlah sulit bagi orang untuk sadar bahwa dia berdosa dan memohon ampun kepada Tuhan supaya bisa merasakan kerahiman Allah. Orang yang mudah tahu diri bahwa dia berdosa akan mudah memohon pengampunan dari Tuhan. Kita merasakan kerahiman Tuhan berarti kita mengalami bahwa Tuhan menyayangi kita apa adanya. Hanya Dia saja yang mengampuni segala dosa dan membuangnya ke tuber-tubir laut yang dalam. Kita harus bersyukur kepada Tuhan atas rahmat kasih dan pengampunan-Nya.

Apa yang harus kita lakukan supaya tetap merasakan dan mengalami kerahiman Allah?

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengajarkan banyak hal yang patut kita lakukan untuk merasakan kerahiman Allah:

Pertama, Kita patuh dalam melakukan kehendak Allah. Kehendak Allah itu mutlak, kita sebagai ciptaan patut untuk melakukannya dalam hidup kita. Kehendak Allah itu seperti komando, perintah yang harus kita lakukan supaya menjadi kudus dan berkenan kepada-Nya. Tuhan Yesus Kristus adalah panutan kita. Dia datang ke dunia untuk melakukan kehendak Bapa. Bunda Maria dan para kudus adalah panutan kita untuk setia melakukan kehendak Allah. Bunda Maria ketika menerima khabar sukacita, ia mengatakan Fiat, dengan berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38). Maria adalah sosok pertama yang merasakan kerahiman Allah dan sikapnya ini menjadi kekuatan bagi kita untuk merasakan kerahiman Allah.

Kedua, Tuhan Yesus menunjuk kita kepada ibunya yang lebih dahulu melakukan kehendak Allah. Maria siap menanggung resiko ketika menerima tawaran Allah dalam khabar sukacita untuk menjadi Ibu Yesus, Penyelamat kita. Maka Yesus mengingatkan para murid-Nya untuk berbuat seperti contoh yang sudah dilakukan ibu-Nya. Ibunda-Nyha sudah melakukan kehendak Allah maka kita pun melakukan yang sama supaya menjadi keluarga Yesus: ibu, saudara dan saudari-Nya. Betapa bahagianya ketika kita mengalami kerahiman Allah karena melakukan kehendak Allah seperti Bunda Maria.

Ketiga, Maria adalah sosok manusia yang paling sempurna dalam melakukan kehendak Allah. St. Ambrosius pernah berkata: “Biarkan hidup Maria …. memancar seperti penampakan kemurnian dan cermin bentuk kebajikan…. Hal utama yang mendorong semangat dalam proses belajar adalah kebesaran sang guru. Apakah yang lebih besar daripada Bunda Tuhan? ((St. Ambrose, On Virginity, 2:15)) Marialah yang meminta para pelayan untuk melakukan apa yang diperintahkan Yesus kepada mereka dalam kisah mukjizat Yesus yang pertama di Kana. Maria sudah melakukan kehendak Allah maka kini yang lain diajarkan untuk melakukannya juga. Maria kita memandang Maria supaya mengalami kerahiman Allah dengan sempurna.

Keempat, Kita bersukacita karena menjadi saudara Yesus. Kita setia melakukan kehendak Tuhan dan mengalami kerahiman Allah maka sungguh bersukacitalah hidup kita di hadapan Tuhan. Apapun hidup kita, Tuhan mengasihi kita apa adanya. Dia tidak menghitung dosa-dosa kita, tetapi membuangnya ke tubir-tubir laut. Tuhan terima kasih atas kerahiman-Mu bagiku. Amen.

PJ-SDB