Di manakah Tuhan?
Kita mengakhiri hari ini dengan FFT berjudul ‘Di manakah Tuhan?’ Pertanyaan ini kita temukan dalam tulisan nabi Yeremia begini: “Para imam tidak lagi bertanya: Di manakah Tuhan?” (Yer. 2:8). Ketika membaca tulisan ini saya tersenyum sendiri. Saya merasa bahwa sepertinya Tuhan sedang menegur para imam yang sedang lelap dalam ‘liburan panjang’ pelayanan imamat akibat Pandemi Covid-19. Banyak pekerjaan yang dilakukan dari kamar atau kantor saja. Saya lalu teringat pada seorang sahabat yang barusan mengirim kepada saya sebuah foto bergambar dengan tulisan yang rada lucu tapi memiliki nilai edukasi: “Ke Gereja, kagak. Doa, kagak. Memberi, kagak. Cita-cita pingin masuk surga. Situ punya kenalan orang dalam?” Kata-kata sederhana ini kiranya menegur dan menampar seseorang di antara kita.
Di manakah Tuhan? Mungkin konteksnya berbeda dengan para imam yang dimaksudkan nabi Yeremia. Namun pertanyaan ini boleh dikatakan menjadi ‘trending question’ di masa pandemi ini. Hampir semua orang dari berbagai latar belakang yang berbeda sedang mengucapkan pertanyaan yang sama: “Di manakah Tuhan?” Sekiranya Tuhan ada mengapa pandemi covid-19 ini ada dan membunuh banyak orang tak bersalah? Sekiranya Tuhan ada mengapa Dia tidak prihatin dengan perubahan perilaku manusia yang menjadi setengah gila akibat ‘di rumah saja’? Begitulah kira-kira pertanyaan yang diucapkan okeh banyak di antara kita.
Saya merasakan peneguhan luar biasa ketika berhadapan dengan pertanyaan ini: “Di manakah Tuhan?” Sekurang-kurangnya Tuhan mengingatkan saya melalui santu Paulus yang berkata begini: “Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan.” (Rm 14:8). Kata-kata Santu Paulus ini sangat meneguhkan. Ada nuansa optimisme yang luar biasa. Baik hidup atau mati kita adalah milik Tuhan. Kalau demikian, lalu mengapa mesti mempertanyakan Tuhan? Hidup dan mati ada di tangan-Nya. Dialah yang mengasihi kita karena Dialah kasih itu sendiri.
Kata peneguhan kedua dari St. Paulus adalah bahwa kita lebih dari para pemenang. St. Paulus berkata: “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi i kita. Tidak, dalam semuanya ini, kita lebih daripada para pemenang melalui Dia yang mengasihi kita. Tetapi di dalam segala perkara itu kita sangat menang oleh sebab Dia yang mengasihi kita.” (Rm 8:37). Kita lebih dari para pemenang, lalu mengapa mesti mempertanyakan Tuhan: “Di manakah Tuhan?” Mungkin baik kalau kita tinggalkan pertanyaan seperti ini dan kita optimis bahwa Tuhan kita sungguh baik. Badai pasti berlalu, matahari akan tetap terbit. Hidup kita akan berubah menjadi lebih baik.
Tuhan memberkati kita semua.
PJ-SDB