Homili 3 Agustus 2020

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XVIII
Yer. 28:1-17
Mzm. 119:29,43,79,80,95,102
Mat. 14: 22-36

Memandang wajah Gereja kita

Ada seorang sahabat yang meningatkan saya pagi ini dengan mengirim lirik lagu dan link youtube ini: https://youtu.be/Bp9BK9V5ez0 Saya menikmati lagu inspiratif ini karena sesai dengan bacaan Injil hari ini. Inilah lirik lagunya: “Di tengah ombak, dan arus pencobaan. Hampir terhilang, tujuan arah hidupku. Bagaikan kapal yang s’lalu diombang-ambingkan. Mengharap kasihNya, seolah-olah tiada mampu.” Dilanjutkan dengan Chorusnya: “Yesus perhatikan kehidupan s’tiap orang. Yang sudah rusak dibetulkan, dengan penuh kasih sayang. Yesus perhatikan, tiap tetesan air mata. Dia mengenal hatimu/hatiku yang penuh penyesalan dosa.” Saya merenungkan bacaan Injil hari ini bersamaan dengan lirik lagu ini dalam hubungannya dengan pengalaman Gereja masa kini. Gereja kita sedang mengalami situasi yang sulit baik dari dalam maupun dari luar. Gereja Katolik sedang mengalami angin sakal dan ini bukan hanya sekali tetapi angin sakal selalu datang bertubi-tubi. Sejak awal gereja katolik berkembang, selalu saja ada pengalaman kegelapan. Banyak orang wafat sebagai martir karena cinta kasih mereka kepada Tuhan Yesus Kristus. Belakangan ini masih ada kesulitan-kesulitan yang datang dari luar, sebut saja penganiayaan yang dialami Gereja di daerah tertentu, Gereja menjadi korban radikalisme di mana umat dibunuh dan rumah ibadatnya dihancurkan atau ketika hendak dibangun kembali maka dipersulit. Tantangan dari dalam Gereja sendiri sangatlah banyak. Ada berbagai skandal seperti pedofilia yang dilakukan oleh para gembala tertentu atau orang-orang yang berada di sekitar para gembala, ada skandal keuangan, korupsi dan lain sebagainya. Beberapa gereja bersejarah diubah menjadi rumah ibadat yang lain. Gereja benar-benar seperti sebuah perahu yang sedang diserang angin sakal.

Salah satu sifat Gereja adalah kudus. Mengapa masih ada begitu banyak persoalan yang benar-benar menunjukkan wajah Gereja yang suram, penuh kegelapan dan tidak kudus? Mengapa ada begitu banyak orang yang tidak percaya lagi kepada Hirarki Gereja, bersikap apatis terhadap Gereja saat ini? Memang, kita harus mengakui bahwa semua persoalan yang berhubungan dengan Gereja saat ini menunjukkan bahwa Gereja berada di dunia, dilumuri dosa-dosa. Namun Gereja tetaplah kudus karena yang mendirikan Gereja adalah Yesus sendiri. Dia adalah Anak Allah yang kudus. Dialah yang menguduskan Gereja dari dalam dan dari luar sehingga meskipun wajah Gereja begitu suram, kotor dan amis, akan terus menerus dikuduskan oleh Tuhan. Dan karena dikuduskan oleh Tuhan maka Gereja Katolik tidak akan hancur. St. Paulus mengatakan bahwa di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Rom 5:20). Selama lebih dari dua ribu tahun, gereja tetap ada dan akan tetap ada karena pemiliknya adalah Tuhan Yesus sendiri. Dia membangunnya di atas wadas yang kuat dan perkasa bukan di atas pasir. Hal yang penting di sini adalah Gereja sadar diri sebagai pendosa dan terus menerus membangun pertobatan. Sejak Paus Yohanes Paulus II, Benediktus ke-XVI dan Paus Fransiskus saat ini, Gereja terus menerus membaharui dirinya supaya menjadi kudus. Gereja memohon ampun dan meminta maaf atas dosa dan salah. Ini adalah kehebatan Gereja Katolik, bisa jatuh dalam dosa, bisa tahu diri, bisa berani meminta maaf dan memohon ampun.

Bacaan Injil hari ini sangatlah meneguhkan kita semua. Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari kisah Injil hari ini. Pertama, Tuhan Yesus membuat mukijizat dengan memperbanyak roti dan ikan dan mengajar para murid untuk berbagi sebagai tanda kepedulian (sharing is caring). Selanjutnya, Ia tidak puas dan bangga dengan mukjizat tetapi Ia menyendiri di atas bukit dan berdoa hingga malam. Kita ketika berbuat baik, mungkin masih duduk tenang dan menunjukkan rasa bangga, mengirim ke semua nomor kontak foto-foto kehebatan kita dan lupa bersyukur kepada Tuhan. Tuhan Yesus mengajar kita sebagai pribadi dan gereja untuk selalu bersyukur bukan hanya berbangga diri saja. Kadang kita juga seperti nabi Hananya bin Azur yang bernubuat palsu demi popularitas dan kesombongan semata. Akhir dari nubuat palsu ini adalah kematian sebagaimana dikatakan nabi Yeremia. (Yer 28:1-17). Mari kita berubah!

Kedua, Saya percaya kepada perkataan Yesus dalam Injil Yohanes: “Sine me nihil potestis facere” artinya terlepas dari Aku kamu tidak bisa berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Para murid disuruh Yesus untuk mendahului-Nya ke seberang. Mereka sedang mengalami euphoria karena menyaksikan mukjizat dan melayani begitu banyak orang. Ternyata mereka juga lupa bersyukur. Banyak kali kita memilih menjauh dari Tuhan dan berpikir dapat mengatur hidup kita sendirian tanpa Tuhan. Ternyata bukan demikian. Selalu bersama Tuhan pasti aman dan sampai ke tujuan dengan selamat.

Ketiga, Angin sakal melanda perahu dan mereka sangat ketakutan. Mereka membutuhkan kehadiran Yesus yang memberikan ketenangan, mengatasi ketakutan. Ia berkata: “Tenanglah, Aku ini, jangan takut!” (Mat 14:27). Ketakutan itu lebih dirasakan oleh Petrus sebagai pemimpin para murid karena masih kurang percaya. Gereja adalah sebuah bahtera yang saya gambarkan di atas, sedang mengalami angin sakal dari dalam dan luar. Di dalam gereja saat ini banyak gembala umat yang kurang percaya sehingga melakukan banyak skandal, membuat wajah Gereja begitu suram. Para anggota gereja juga hidup dalam ketakutan karena tiupan angin kencang, itulah ketakutan akibat radikalisme, minoritas dan lain sebagainya. Banyak umat tertentu yang akhirnya murtad karena kemiskinan dan pengalaman lainnya sehingga mereka keluar dari Gereja Katolik.

Keempat, kita butuh Tuhan untuk menambah iman kita. Kita butuh teguran-teguran Tuhan seperti teguran-Nya kepada Petrus: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Mat 14:31). Kita memohon semoga Tuhan meneguhkan iman kita supaya kita dapat menyembah Dia dan mengakui-Nya: “Sungguh, Engkau Anak Allah” (Mat 14:32). Gereja kita seharusnya membarui diri, memohin Tuhan untuk menambah iman dan kepercayaan kepada-Nya.

Kelima, apapun situasinya, kita harus tetap melayani. Ada angin sakal ya! Tetapi jangan membuat kita bermental bekicot. Kita harus tegar untuk tetap melayani sampai tuntas, sebab banyak orang membutuhkan pelayanan kita sebagai Gereja. Prinsip sharing is caring harus tetap menjadi bagian dalam hidup kita. Tuhan Yesus mengajar kita dengan teladan hidup-Nya yakni menyembuhkan banyak orang sakit. Itulah pelayanan sejati bukan ketakutan sejati.

Pada hari ini kita belajar banyak hal sebagai Gereja sebagaimana saya ungkapkan di atas. Satu hal yang pasti, Gereja boleh berwajah suram karena kelemahan hirarki dan anggota Gereja, tetapi Gereja tetap kuat dan kudus karena Tuhan Yesus Kristus mendirikan dan menyertainya hingga akhir zaman. St. Paulus pernah berkata: “Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2Kor 12:10). Ketika kita lemah Tuhan menguatkan kita. Ketika kita jatuh ke dalam dosa, Tuhan mengampuni dan menguduskan kita. Terima kasih Tuhan.

PJ-SDB