Homili 4 Agustus 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XVIII
PW. St. Yohanes Maria Vianney
Yer. 30:1-2,12-15,18-22
Mzm. 102:16-18,19-21,29,22-23
Mat. 15:1-2,10-14

Pengampunan berlimpah

Saya pernah menyaksikan seorang pemuda yang melonjak kegirangan sambil berkata: “Legahhhh!” Saya merasa heran dan bertanya kepadanya mengapa ia berperilaku demikian. Ia mengatakan kepada saya: “Romo, saya sudah lama tidak mengaku dosa. Saya selalu mengulangi dosa yang sama. Pada hari ini saya berkesempatan untuk mengaku dosa dan merasakan pengampunan dan belas kasih Tuhan. Saya bersyukur sebab Tuhan masih mengasihi dan mengampuniku.” Saya merasa senang mendengar kesaksian pemuda ini setelah mengaku dosa dan merasakan kerahiman Tuhan. Masih ada orang muda yang memiliki rasa berdosa dalam hidupnya. Memang pada saat ini betapa banyak orang yang sudah kehilangan rasa bersalahnya. Mereka tidak mengaku dosa lagi karena mereka tidak merasa berdosa meskipun selalu jatuh ke dalam dosa yang sama.

Santu Yohanes Maria Vianey adalah sosok Bapak Pengakuan dosa yang hebat. Ia pernah berkata begini: “Hati orang yang jahat dikerumuni dosa bagaikan rumah semut dikerumuni semut. Bagaikan sekerat daging busuk yang penuh ulat-ulat. Apabila kita menyerahkan diri pada hawa nafsu kita, maka kita menganyam mahkota duri sekeliling hati kita. Kita bagaikan seekor tikus mondok berusia sepekan; belum lama kita melihat terang, kita telah membenamkan diri ke dalam tanah. Setan memikat kita hingga saat terakhir, bagaikan seorang malang yang dipikat sedemikian rupa sementara para tentara datang untuk menawannya. Dan apabila mereka datang, ia menangis dan merontak dengan sia-sia, sebab mereka tidak akan melepaskannya.” Perkataan orang kudus ini memang sedang dialami banyak orang. Kita tidak lebih dari rumah semut atau sekerat daging busuk. Dosa selalu mencari dan menguasai manusia yang menutup dirinya kepada Tuhan.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini sangatlah inspiratif. Dalam bacaan pertama kita mendengar bagaimana Tuhan meminta nabi Yeremia untuk mengatakan dengan sebenarnya tentang dosa dan salah yang sedang dialami oleh orang-orang Israel. Nabi Yeremia tidak menutupi atau merahasiakan dosa dan kesalahan orang yang sudah diperbuatnya. Sebab itu ia melukiskan kehidupan orang Israel seperti ini: “Penyakitmu sangat payah, lukamu tidak tersembuhkan! Tidak ada yang membela hakmu, tidak ada obat untuk bisul, kesembuhan tidak ada bagimu!” (Yer 30:12-13). Hidup dalam dosa itu seperti lukisan nabi Yeremia ini. Secara manusiawi orang menikmati dosa dan puas, secara rohani orang benar-benar jauh dari Tuhan. Maka mereka laksana orang berpenyakit, penuh luka borok dan bisul yang sulit disembuhkan. Tuhan juga mengatakan: “Sungguh, Aku telah memukul engkau dengan pukulan musuh, dengan hajaran yang bengis, karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar. Mengapakah engkau berteriak karena penyakitmu, karena kepedihanmu sangat payah? Karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar, maka Aku telah melakukan semuanya ini kepadamu.” (Yer 30:14-15). Boleh dikatakan bahwa nabi Yeremia sedang berbicara tentang diri kita di hadirat Tuhan. Keberdosaan, tak ada kemauan untuk bertobat menjadi penghalang akan rahmat Tuhan bagi mereka.

Apakah Tuhan akan membiarkan umat-Nya bagaikan domba tanpa gembala? Tidak! Tuhan Yesus selalu tergerak hati oleh belas kasihan sehingga Ia tidak akan membiarkan umat-Nya menderita selamanya. Ia mengirim para nabi seperti nabi Yeremia supaya mengingatkan dan mempertobatkan mereka. Sebab itu Tuhan akan memulihkan umat-Nya. Semua kemah dan tempat tinggal Bani Israel akan dipulihan dan dikasihani Tuhan. Reruntuhan kota Yerusalem akan diperbaiki. Akan ada nyanyian syukur dan suara sukacita akan diperdengarkan. Jumlah mereka akan Tuhan perbanyak, Tuhan juga membuat mereka dipermuliakan. Tuhan menjaga dan melindungi mereka. Pada akhirnya Tuhan berkata: “Kamu akan menjadi umat-Ku, dan Aku akan menjadi Allahmu.” (Yer 30:22).

Tuhan Yesus sangat tepat mengingatkan kita semua dalam Injil hari ini: “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” (Mat 15:11). Banyak kali kita melakukan dosa ini. Kita hanya mengobservasi hal-hal lahiria dan lupa pada jati diri orang dan lupa pada hal yang paling penting: apakah kita berubah atau tidak berubah sama sekali. Makanan yang masuk ke dalam mulut tidak menajiskan. Pikiran oranglah yang menajiskan dirinya. Makanan yang dimakan akan dibuang ke dalam jamban dan selesai. Tetapi semua yang keluar dari dalam diri orang itu menggambarkan kedosaannya. Kejahatan yang menguasai diri kita akan keluar dan menajiskan orang lain.

Apa yang harus kita lakukan?

Tuhan menghendaki agar kita melakukan pertobatan radikal, mulai dari hal-hal kecil ke dalam hal-hal besar. Hidup dalam dosa itu akan menutup rahamat Tuhan di dalam hidup kita. Bertobatlah dan baharuilah hatimu. Tuhan menghendaki agar kita jujur untuk mengoreksi atau memperbaiki diri dan sesama kita. Pertobatan radikal membawa kita kepada kehidupan kekal. Semua ini semata-mata merupakan belas kasih Tuhan bagi kita. Tuhan Yesus berkata: “Dosa orang yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” (Luk 7:47).

Saya mengakhiri homili hari ini dengan mengutip St. Yohanes Maria Vianney. Ia pernah berkata: “Andai kita memahami kebahagiaan kita dengan benar, kita nyaris dapat mengatakan bahwa kita lebih berbahagia dari para kudus di surga. Para kudus hidup dengan ganjaran mereka yang tak lagi dapat diperolehnya, sementara kita dapat menambah harta kita setiap saat. Perintah Allah adalah petunjuk-petunjuk yang Tuhan berikan guna menunjukkan kepada kita jalan ke surga, seperti nama-nama jalan yang ditulis di pojok- pojok jalan dan di papan-papan petunjuk, untuk menunjukkan jalan. Rahmat Tuhan membantu kita untuk berjalan dan menopang kita. Tuhan itu teramat penting bagi kita seperti tongkat penyangga bagi seorang yang timpang.” Mari kita menimbah pengetahuan tentang pertobatan radikal. St. Yohanes Maria Vianney, doakanlah kami, amen.

PJ-SDB