Masih ada harapan!
Pada pagi hari ini saya berkesempatan untuk berdoa bersama kelompok kategorial bernama kelompok Pelayan Belas kasih Allah Santo Leopold, komunitas Lipo Karawaci. Ini merupakan pertemuan rutin setiap hari Selasa untuk Komunitas Lipo karawaci dan Hari Rabu untuk komunitas Citra. Pertemuan ini selalu diisi dengan doa, sharing dan renungan dari Sabda Tuhan. Saya tersentuh dengan sharing-sharing pengalaman hari ini, khusus pengalaman-pengalaman keras dan lembut sepanjang tahun 2020 yang lalu. Dari semua sharing yang ada, pada akhirnya bermuara pada kalimat ini: “Masih ada harapan”. Bahwa ada pengalaman keras yang membuat kita menangis, terluka adalah wajar saja dalam hidup sebagai manusia. Ada pengalaman yang membuat kita tertawa dan bahagia juga wajar dalam hidup manusia. Memang segala sesuatu ada waktunya.
Kita membaca dalam Kitab Pengkotbah perkataan Tuhan seperti ini: “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari…” (Pkh 3:1-4). Sharing-sharing tadi pagi membuat saya mengingat perkataan Tuhan di atas: ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal. Ada waktu untuk menangis dan ada waktu untuk tertawa. Semua pengalaman ini pernah terjadi di tahun 2020 silam. Saya sendiri mengalaminya semua dan sungguh lengkap. Saya tertawa dan bahagia dalam melayani Tuhan dan sesama. Saya juga menangis apalagi menjelang akhir tahun di mana Tuhan memanggil mama saya kepada keabadian.
Saya teringat pada Dalai Lama XIV. Pemimpin spiritual dari Tibet ini pernah berkata: “Aku menemukan harapan di hari-hari terkelam, dan fokus pada hari-hari tercerah. Aku tidak menyalahkan alam semesta.” Saya juga menemukan secercah harapan di hari-hari terkelam tetapi Tuhan mengingatkan saya untuk focus saja pada hari-hari cerah. Ini adalah nuansa optimisme dan sungguh saya lelap dalam optimisme, penuh dengan harapan untuk melihat hari yang cerah dan berusaha untuk menutup mata terhadap hari-hari penuh kekelaman. Di saat-saat seperti itu saya benar-benar butuh Tuhan untuk bisa curhat dalam doaku. Tuhan selalu hadir dan Ia tetap menguatkan serta memberi harapan. Perkataan ini sangat menguatkan: “Tenanglah, Aku ini, jangan takut!” (Mat 14:27).
Masih ada harapan! Ini juga perkataan yang menguatkan. Melalui surat kepada jemaat Ibrani saya menimba sebuah harapan: “Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya.” (Ibr 6:19-20). Tuhan Yesus jauh melampaui segala sesuatu. “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia” (Kol. 1:17). Yesus lebih utama dari segala ciptaan (ay.15-16). Dialah “kepala tubuh, yaitu jemaat” (ay.18). Dia patut menjadi yang terutama dan di atas segala-galanya.
Saya menutup peremenungan ini dengan perkataan Alexander Pope (1688-1744). Penyair dari Inggris pernah berkata: “Pandanglah hari ini. Kemarin sudah menjadi mimpi. Dan esok hari hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan.” Mari menatap hari esok dengan visi harapan!
Tuhan memberkati kita semua,
P. John Laba, SDB