Homili 20 Januari 2021

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-2
Ibr. 7:1-3.15-17
Mzm110:1.2.3.4
Mrk. 3:1-6

Tu Es Sacerdos Sacerdos in aeternum

Ada sebuah himne yang diambil dari Mazmur 110. George Frideric Handel menata Mazmur ini dengan menyebutnya ‘Dixit Dominus’ artinya ‘Tuhan bersabda’. Handel menyelesaikan karyanya ini pada bulan April 1707 dan pada tanggal 16 Juli 1707 diadakan pentas pertama di Gereja Santa Maria, Montesanto. Ini adalah awal yang baik dan sampai saat ini himne ‘Tu es Sacerdos’ tetap dikenal dan dikenang. Kata-kata yang ada dalam himne adalah: “Tu es Sacerdos in aeternum, secundum ordinem, secundum ordinem, Melchisedech, Melchisedech” yang diambil dari Mzm 110:4 yang bunyinya: “Engkau adalah imam untuk selama-lamanya menurut Melkisedek”. Penulis surat kepada umat Ibrani mengutipnya kembali: “Sebab tentang Dia diberi kesaksian: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.” (Ibr 7:17) untuk merujuk pada sosok Yesus sebagai Imam Agung, yang lebihg tinggi dari pada Harun. Himne ini biasanya dinyanyikan pada hari pentahbisan para imam dan uskup. Maka setiap kali mendengar himne ini, ada energi yang memberi kekuatan untuk maju selangkah, dua langkah dan selamanya bersama Tuhan dalam panggilan imamat.

Tu es Sacerdos. Engkau adalah imam, bagi penulis surat kepada umat Ibrani, kata-kata ini pertama-tama ditujukan kepada Yesus Kristus. Dia adalah Imam Agung melebihi Harun dan menurut Melkisedek. Namun saya sebagai seorang yang ditahbiskan di dalam Gereja Katolik perkataan ‘Engkau adalah imam’ sangat bermakna. Perkataan ini mau mengatakan tentang Yesus sebagai imam Agung yang hadir di dalam Gereja melalui para imam tertahbis, sehingga para imam itu disebut ‘alter Christus’ atau ‘in persona Christi’. Tu es Sacerdos mau menegaskan jati diri sebagai seorang imam tertahbis, yang melekat erat di dalam diri pribadiku. Maka dalam kata dan tindakan harus sinkron dengan sebutan ‘Tu es sacerdos’. Sebutan Tu es sacerdos juga menguatkan Gereja karena memiliki gembala-gembala pilihan Allah yang dikuduskan atau ditahbiskan bagi diri-Nya. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa sebutan ini turut memperkuat kami para imam untuk maju dan maju serta tekun dan setia dalam menjalani panggilan.

Pada hari ini kita mendengar bacaan pertama dari surat kepada umat Ibrani tentang Melkisedek. Dia adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi. Kita mendengar nama Melkisedek ini pertama kali di dalam Kitab Perjanjian Lama, yakni dalam Kitab Kejadian. Di sana dikatakan: “Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Lalu ia memberkati Abram, katanya: “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu.” Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.” (Kej 14:18-20).

Siapakah Melkisedek itu? Penulis surat kepada umat Ibrani menjelaskan identitasnya seperti ini: Melkisedek berarti raja kebenaran atau raja damai sejahtera. Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama-lamanya. Jati dirinya ini mirip dengan Kristus sendiri sehingga dikatakan: “Dan hal itu jauh lebih nyata lagi, jikalau ditetapkan seorang imam lain menurut cara Melkisedek, yang menjadi imam bukan berdasarkan peraturan-peraturan manusia, tetapi berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa. Sebab tentang Dia diberi kesaksian: “Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.” (Ibr 7:15-17).

Tuhan Yesus adalah Imam Agung yang melebihi semua imam agung yang lain. Dialah Imam Agung yang menjadi model bagi para imam dari dahulu hingga sekarang. Seorang imam terbaik yang melakukan kehendak Bapa di Surga. Ia datang untuk menunjukkan belas kasih Allah Bapa kepada manusia yang sangat membutuhkannya. Kita mendengar dalam bacaan Injil, Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Imam Agung. Dia adalah Tuan atas hari Sabat. Dia dapat melakukan karya belas kasih Allah kepada manusia di hari Sabat seperti menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Hari ini Markus menceritakan mukjizat Yesus menyembuhkan seorang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat.

Tuhan Yesus sebagai Imam Agung melakukan tugas imamat-Nya untuk menyembuhkan. Hanya saja manusia tidak melihat perbuatan baik yang dilakukan Yesus. Mereka hanay berdiri dan mengamat-amati kalau-kalau Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Sikap suka mengamat-amati hidup pribadi orang, mencari-cari kesalahan orang lain masih ada dalam diri kita. Baiklah kita sadar diri bahwa dengan pembaptisan, kita juga menjadi imam, nabi dan raja. Mari kita melakukan yang terbaik bagi sesama, dengan menghormati kehidupan pribadi mereka. Jangan suka mengamat-amati tetapi berusahalah untuk terus berbuat baik.

P. John Laba, SDB