Hari Minggu Biasa III
Hari Minggu Sabda Allah
Yun. 3:1-5,10;
Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9;
1Kor. 7:29-31;
Mrk. 1:14-20.
Saatnya untuk Bertobat
Masa pandemi memang tidak selamanya membuat kita menderita. Secara lahiria kita mengalami penderitaan karena resesi ekonomi, berbagai gejolak politik dan lainnya, tetapi secara rohani memiliki nilai positif juga. Banyak orang memilih untuk lebih tenang, mencari keheningan dan merasa yakin bahwa setiap pengalaman hidup itu memiliki maknanya tersendiri. Seorang sahabat mengakui bahwa selama masa pandemi ini dia lebih tenang, lebih berusaha untuk memikirkan sesama dan menolong mereka supaya bisa mengalami kebahagiaan. Gerakan kasih persaudaraan lintas batas, mencapai orang-orang kecil dan yang tidak diperhatikan. Seorang sahabat mengakui bahwa selama masa pandemi dia berjanji kepada Tuhan untuk bermetanoia, mulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana hingga dosa-dosa berat yang dilakukannya. Dia merasa semakin dekat dengan Tuhan dan berharap kepada-Nya. Semua impresi ini sedang ada di dalam diri kita juga dan masuk dalam pengalaman keseharian kita. Mungkin ada di antara kita yang sedang berbeban berat karena seribu satu persoalan menggerogoti hidupnya. Mungkin ada di antara kita sedang berempati dengan sesama dan lainnya sedang melakukan pertobatan radikal. Sungguh masa pandemi menjadi pengalaman yang indah. Sebuah pertobatan yang sungguh mengubah hidup kita.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk memahami dan melakukan pertobatan pribadi serta berusaha untuk mewartakannya. Dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah Yunus yang mendapat panggilan dan perutusan Tuhan untuk menyeruhkan pertobatan. Untuk kedua kalinya Tuhan menyuruh Yunus untuk pergi dan mewartakan seruan tobat kepada seluruh penduduk Niniwe. Kali ini Yunus setia mewartakan seruan tobat dengan berkata: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” (Yun 3:4). Orang-orang Niniwe mendengar seruan tobat dari Yunus. Mereka menunjukkan pertobatan mereka dengan semakin percaya kepada Tuhan, berpuasa, mengenakan kain kabung. Tuhan melihat kesungguhan manusia di Niniwe bertobat sehingga Dia menyesal karena malapetaka yang telah dirancangkan bagi orang-orang Niniwe. Tuhan membatalkan malapetaka karena manusia bertobat.
Kisah Yunus dan pewartaannya menunjukkan sosok Allah yang Maharahim. Dia tidak menghitung-hitung kesalahan dan dosa kita. Dia melihat apakah kita sungguh bertobat dan kembali kepada-Nya. Bertobat berarti mengalami kasih dan kerahiman Allah secara total sebab Allah kita adalah kerahiman. Dia merancang malapetaka tetapi membatalkannya karena melihat manusia ciptaan-Nya bertobat. Ini yang tentu berbeda dengan kita. Kita sangat sulit untuk mengampuni sesama. Ketika merancang kejahatan bagi sesama maka harus dilakukan biar kita puas dan semua orang menjempoli dan mengatakan bravo! Hebat! Lalu apa untungnya setelah membalas dendam dengan berlaku jahat? Tidak ada untungnya! Hanya dosa dan salah bertambah dan stress meningkat. Yunus hebat karena mewartakan pertobatan dan berhasil.
Dalam bacaan Injil, kita mendengar kisah panggilan para murid perdana untuk melakukan segala pekerjaan Yesus yakni menyerukan pertobatan. Penginjil Markus melaporkan bahwa Yesus datang ke Galilea untuk memberitakan Injil Allah. Inilah perkataan Yesus: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15). Seruan ini diwariskan Yesus di dalam Gereja hingga masa kini. Gereja adalah umat Allah dan misinya adalah mewartakan Injil dan menyerukan pertobatan. Jadi segala pekerjaan Yesus harus diaktualisasikan sepenuhnya. Seruan tobat dan pewartaan Injil harus menjadi keharusan. St. Paulus berkata: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor 9:16).
Tuhan Yesus membutuhkan manusia untuk menjadi rekan sekerja dalam mewartakan Injil dan menyerukan pertobatan. Ia memanggil para murid perdana di danau Galilea yang nantinya dijadikanlah mereka sebagai rasul atau utusan untuk mewartakan injil dan seruan tobat. Rekan-rekan kerja perdana adalah Simon dan Andreas, Yakobus dan Yohanes yang dikenal sebagai anak-anak Zebedeus. Mereka adalah nelayan-nelayan sederhana yang meninggalkan segalanya dan mereka dijadikan sebagai penjala manusia. Mereka berubah status di mana mereka membawa manusia untuk tinggal sepenuhnya bersama Yesus, sejahtera secara jasmani dan rohani. Para rasul menjadi pewarta pertobatan bagi banyak orang dan menginspirasi Gereja hingga saat ini. Gereja kita tetap hidup dan tetap jaya karena para rasul menjadi pilar penting dalam mewartakan seruap tobat.
Apa yang harus kita lakukan?
Santu Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan kita supaya melakukan pertobatan pribadi sebelum bertindak sebagai pewarta pertobatan kepada orang lain. Mengapa pertobatan pribadi itu penting? Sebab waktunya singkat! Orang harus bertobat dalam dirinya dan nampak dalam tindakannya yang nyata. Dunia yang kita huni akan berlalu dengan sendirinya maka perlu sikap lepas bebas, tidak melekat pada dunia. Inilah pertobatan pribadi. Lebih jelas Paulus berkata: “Karena itu dalam waktu yang masih sisa ini orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; dan orang-orang yang menangis seolah-olah tidak menangis; dan orang-orang yang bergembira seolah-olah tidak bergembira; dan orang-orang yang membeli seolah-olah tidak memiliki apa yang mereka beli.” (1Kor 7:29-30).
Perkataan Paulus ini yang juga menjadi pertobatan pada murid pertama dari Tuhan Yesus. Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes menaggapi panggilan Yesus tanpa perlu menundanya. Mereka langsung berdiri, meninggalkan segalanya yakni pekerjaan, orang tua, anak dan istri. Mereka tidak pakai hitungan apapun tetapi langsung berpasrah diri kepada Yesus dan mengikuti-Nya dari dekat. Hal terpenting bagi kita adalah kita harus bertobat dan percaya kepada Allah supaya mampu mewartakan Injil atau Kabar Sukacita kepada semua orang. Ini baru namanya pengikut Kristus sejati. Selamat merayakan Hari Minggu Sabda Allah.
P. John Laba, SDB