Homili 23 Februari 2021

Hari Selasa, Pekan Prapaskah I
Yes. 55:10-11;
Mzm. 34:4-5,6-7,16-17,18-19;
Mat. 6:7-15

Doa dan Sabda adalah kekuatan kita

Masa prapaskah merupakan sebuah retret agung selama empat puluh hari. Kita semua diarahkan untuk beramal, berdoa dan berpuasa. Kita beramal sebagai tanda kasih kepada sesama manusia. Kita berdoa sebagai tanda kasih kepada Tuhan dan kita berpuasa sebagai tanda kasih bagi diri kita sendiri. Ketiga hal ini menjadi pedoman bagi kehidupan kita untuk membangun kasih dan pertobatan pribadi di hadapan Tuhan dan sesama.

Tuhan Yesus di bukit sabda bahagia mengingatkan para murid dan kita semua yang membaca Injil hari ini untuk berdoa dengan lebih baik dan berkualitas. St. Yakobus pernah menegur para anggota komunitas tentang kehidupan doa: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Yak 4:3). Banyak kali kita berpikir bahwa kita berdoa tetapi sebenarnya kita salah berdoa. Mungkin kita sambil berdoa tetapi memikirkan yang jahat dan dosa, atau kita berdoa untuk memohon hal-hal tertentu untuk memuaskan hawa nafsu kita. Mungkin kita tidak menyadari tetapi sedang terjadi di dalam hidup pribadi kita juga. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengoreksi kita ketika berkata: “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” (Mat 6:7-8).

Perkataan Yesus ini mengoreksi banyak orang yang suka pamer diri ketika berdoa. Seorang sahabat saya mengaku terganggu ketika berdoa bersama dengan para anggota persekutuan doa tertentu. Mereka selalu mengada-ada dalam berdoa bersama. Misalnya selalu terdengar bunyi sssss kayak ular berbisa, atau mengulangi kata amen berkali-kali. Bagi dia, berdoa secara sederhana, dengan hati dan pikiran yang tertuju kepada Allah sangatlah tepat dari pada bertele-tele dan terkesan menonjolkan diri atau membangun image sebagai pribadi yang sombong secara rohani. Saya merasa bahwa kesan sahabat ini tidaklah berlebihan tetapi merupakan sebuah koreksi bagi kita ketika berdoa dan mengucap syukur kepada Tuhan.

Tuhan Yesus mengajar doa Bapa Kami. Doa ini merupakan ringkasan dari semua doa kristiani. Setiap kali kita mendoakan doa Bapa kami, kita menyatakan cinta kasih kita kepada Tuhan, kepada diri kita dan kepada sesama manusia. Doa Bapa kami dibuka dengan menyapa Allah sebagai “Bapa”. Selanjutnya disampaikan enam permohonan yang tersusun secara paralel. Tiga permohonan berkaitan dengan “kepentingan Allah” dan tiga permohonan lain berkaitan “keperluan manusia”. Bagi kepentingan Allah, dimohonkan agar nama-Nya dikuduskan, kerajaanNya datang, dan kehendak-Nya terjadi (Mat 6: 9-10). Sedangkan bagi keperluan manusia, dimohonkan agar diberi makanan secukup-nya, diampuni kesalahannya, dan dilepaskan dari yang jahat (Mat 6: 11-13) . Maka ada tujuh permohonan dalam doa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita ini. Banyak kali kita berpikir bahwa doa-doa kita itu sempurna adanya. Sebenarnya kita keliru. Tuhanlah yang menyempurnakan setiap doa kita dengan doa-Nya sendiri.

Pada bagian terakhir dari Doa bapa kami, Tuhan Yesus mengajar kita seni mengampuni. Ia berkata: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat 6:14-15). Mengampuni berarti melupakan. Kita mengampuni dengan pengampunan dari Tuhan yang kita alami. Artinya, kalau kita sendiri memohon ampun dan Tuhan mengampuni dos akita, mengapa kita begitu sulit untuk mengampuni diri kita dan mengampuni sesama kita. Kalau mau mengalami pengampunan maka kita juga harus berani mengampuni diri sendiri dan mengampuni sesama.

Hal kedua yang menarik dalam bacaan-bacaan pada hari ini adalah kekuatan Sabda Tuhan. Tuhan bersabda melalui nabi Yesaya: “Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yes 55:10-11). Sabda Tuhan itu ibarat hujan dan salju yang turun dari langit dan tidak akan kembali lagi. Sabda Tuhan juga demikian. Sabda Tuhan itu kita dengarkan, kita renungkan dan kita lakukan di dalam hidup kita. Melakukan firman berarti melakukan kehendak Tuhan sendiri.

Pada hari ini kita sangat bersyukur. Tuhan menyapa kita melalui dosa dan pengampunan karena pertobatan yang boleh kita bangun dalam hidup kita. Tuhan mengingatkan kita untuk berdoa tanpa henti, berdoa dengan berpasrah kepada kehendak Tuhan. Doa secara pribadi dan komunitas memiliki kekuatan untuk mengubah hidup kita di hadapan Tuhan dan sesama. Sabda mengubah hidup kita untuk semakin serupa dengan Yesus sendiri. Dia mengajar kita untuk menyapa Allah sebagai Bapa yang satu dan sama.

P. John Laba, SDB