Homili 27 Februari 2021

Hari Sabtu, Pekan I Prapaskah
Ul. 26:16-19;
Mzm. 119:1-2,4-5,7-8;
Mat. 5:43-48

Panggilan menjadi kudus

Kita semua pasti mengingat sosok Paus Fransiskus, pimpinan Gereja katolik saat ini. Beliau sangat concern dengan panggilan Gereja untuk menjadi kudus. Pada tanggal 19 Maret 2018 yang lalu, beliau menandatangani Surat Anjuran Apostoliknya berjudul Gaudete et Exultate (Bersukacita dan Bergembiralah). Di dalam surat Apostoliknya ini, beliau memberikan lima jalan bagi Gereja untuk mencapai kekudusan yakni pertama, Kekudusan berarti menjadi diri anda sendiri. Kedua, Kehidupan sehari-hari dapat mengantar kita pada kekudusan. Ketiga, Menghindari dua kecemasan utama yakni gnostisisme dan pelagianisme. Keempat, Bersikap baik. Kelima, Ucapan bahagia adalah jalan menuju kekudusan. Sebelumnya, yakni pada tanggal 19 Oktober 2015, beliau menyatakan kepada seluruh Gereja pasangan suami dan istri Louis Martin dan Marie-Azelie Guerin menjadi santo dan santa. Keduanya merupakan orang tua dari Santa Therese dari Lisieux. Dengan demikian mau dikatakan bahwa menjadi kudus adalah panggilan Tuhan untuk semua orang. Suami dan istripun dapat menjadi orang kudus. Dalam perayaan Ekaristi untuk menyatakan pasutri ini menjadi kudus, beliau mengatakan: “Pasangan suci Louis Martin dan Marie-Azelie Guerin mempraktekkan pelayanan Kristen dalam keluarga, setiap harinya menciptakan lingkungan iman dan kasih yang membina panggilan anak-anak perempuan mereka.”

Kekudusan adalah sebuah anugerah dari Tuhan bagi kita semua. Dalam masa prapaskah ini, kita semua juga tetap disadarkan oleh Tuhan untuk bertumbuh dalam kekudusan. Bacaan pertama hari ini dari Kitab Ulangan, Tuhan melalui Musa mengingatkan bangsa Israel untuk mengarahkan diri kepada kekudusan. Tuhan meminta kepada umat Israel supaya mematuhi dengan setia, dengan segenap hati dan jiwa hukum-hukum dan ketetapan dari Tuhan. Dengan demikian Tuhan akan menjadi Allah bagi mereka dan mereka akan menjadi umat kesayangan-Nya. Pada akhirnya Musa mengatakan: “Iapun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi Tuhan, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya.” (Ul 26:19).

Panggilan menjadi kudus berasal dari Tuhan. Hal yang membuat kita juga merasa optimis adalah Tuhan tidak memandang siapakah kita, masa lalu kita tetapi Ia tetap memandang kita sebagai ciptaan yang mulia. Ia bahkan mengangkat kita menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Apakah kita sudah bersyukur kepada Tuhan karena kasih dan kemurahan-Nya bagi kita? Apapun hidup kita, Tuhan benar-benar tidak menghitung dosa-dosa kita. Ia menunjukkan kerahiman-Nya seperti dikatakan Mikha ini: “Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut.” (Mi 7:19). Masa prapaskah menjadi masa penuh syukur atas pengampunan berlimpah dari Tuhan. Masa di mana kita berjalan dalam jalan kekudusan atau kesempurnaan.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengajak kita untuk mencapai kesempurnaan seperti Bapa di surga. Ia berkata: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Mat 5:48). Kita percaya bahwa kekudusan adalah anugerah istimewa dari Tuhan. Dia menganugerahkan secara gratis kepada kita semua. Namun demikian ada kiat-kiat yang Tuhan Yesus berikan kepada kita untuk mencapai kesempurnaan atau kekudusan. Salah satunya adalah kemampuan kita untuk mengasihi dengan tulus dan mengasihi sampai tuntas. Tuhan Yesus berkata: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5:44). Perkataan Tuhan Yesus ini adalah kiat yang istimewa untuk mencapai kesempurnaan hidup. Musuh-musuh itu kita kasihi bukan untuk dibenci. Semakin kita mengasihi maka mereka juga akan berubah menjadi baik. Namun kalau kita membenci, orang itu tidak akan berubah menjadi baik. Orang yang menganiaya secara fisik dan verbal kita doakan supaya mereka menjadi baik. Kasih dan pengampunan, perbuatan baik akan mengalahkan kejahatan dan dosa. Tuhan sendiri yang menunjukkannya kepada kita.

Berkaitan dengan mengasihi musuh dan berdoa bagi para penganiaya, Tuhan Yesus juga mengatakan: “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Mat 5:45). Tuhan Yesus memberikan pengampunan kepada para algojo: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34). Tuhan juga memperlakukan semua orang baik dan jahat dengan menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar. Sikap Tuhan ini patut kita ikuti, bahkan dalam menyalami orang-orang di sekitar kita.

Pada hari ini Tuhan mengingatkan kita untuk bertumbuh sebagai orang kudus dan sempurna. Mari kita mematuhi perintah dan ketetapan Tuhan. Mari kita wujudkan kasih tanpa batas kepada semua orang. St. Paulus mengatakan: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.” (IKor 13:4-8). Kasih membuka pintu kekudusan bagi kita semua.

P. John Laba, SDB