Melihatlah dan Percayalah!
Selamat untuk para Kartinian. Kita mengenang sosok emansipator di negeri ini. Tentu saja pada hari ini, banyak ucapan patut diberikan kepada kaum wanita yang dengan cara mereka sendiri melayani tanpa kenal lelah, tanpa takut di masa pandemi ini. Kartini-Kartini zaman now yang tidak takut mati karena hendak mempertahankan hidup manusia yang lain. Saya mengingat sebuah perkataan indah dari Raden Adjeng Kartini, yakni: “Bahwa kebahagiaan perempuan yang paling tinggi, sejak berabad-abad yang lalu bahkan juga sampai saat ini adalah hidup selaras bersama laki-laki.” Ini sebuah pencarian yang panjang tetapi menjadi nyata saat ini. Ada keselarasan antara kaum pria dan wanita. Sekali lagi selamat untuk para Kartinian!
Pada hari ini saya merenungkan sebuah perkataan Tuhan Yesus sebagai seorang imam yang selalu merayakan Ekaristi. Perkataan Yesus yang saya maksudkan berbunyi: “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” (Yoh 6:40). Perkataan ini sangat jelas bagi kita semua. Dalam hal ini, kehendak Allah Bapa bagi kita adalah melihat dan percaya kepada Yesus sebagai Anak-Nya. Melihat bagi penginjil Yohanes berarti mengasihi. Maka Allah Bapa menghendaki agar kita ‘melihat’ mengasihi secara total Yesus Kristus dan percaya kepada-Nya.
Saya sebagai seorang imam yang merayakan Ekaristi diharapkan untuk selalu menyiapkan diri dengan baik dalam merayakan Ekaristi. Ada saat-saat kudus yang membutuhkan iman yang kuat dan konsentrasi penuh. Misalnya dalam membaca Injil di mimbar sabda dan memberi homili. Saya harus membaca Injil dengan ‘mengimaninya’ supaya umat yang mendengar pembacaan Injil ini bisa memahami makna ‘sabda menjadi daging’, tidak hanya sekedar kata-kata kosong atau tanpa makna. Dari situ Injil benar-benar menjadi kabar baik bagi semua orang. Pada saat Ekaristi terutama saat konsekrasi sehingga terjadi ‘Transubstansi’ hosti menjadi Tubuh Kristus dan Anggur menjadi ‘Darah Kristus’, sangatlah membutuhkan konsentrasi maksimal karena ini benar-benar saat yang kudus. Ketika mengangkat Hosti yang sudah menjadi Tubuh Kristus dan Anggur yang menjadi Darah Kristus, apakah sebagai imam dan juga segenap umat sungguh melihat dan percaya akan kehadiran nyata Yesus Kristus di dalam Ekaristi? Kita harus melihat dan percaya kepada Allah yang tersamar dalam Ekaristi. Kalau kita tidak melihat Allah yang tersamar dalam Ekaristi maka sia-sialah iman kita kepada Kristus.
St. Thomas Aquinas menulis sebuah himne terkenal ‘Adoro te devote’ (Allah yang tersamar). Ada kata-kata yang menarik perhatian kita: “In cruce latebat sola Deitas. At hic latet simul et Humanitas. Ambo tamen credens atque confitens. Peto quod petivit latro pœnitens.” (Di salib tersamar keallahan-Mu. Di sini tersamar keinsanan-Mu. Aku mengimani dua-duanya. Yang penyamun minta, ‘ku memintanya). Allah yang tersamar pada Salib menyelamatkan dan dalam Ekaristi yang menghidupkan.
Apakah kita sungguh melihat Yesus secara nyata di dalam Sakramen Ekaristi? Dia yang hadir secara nyata dan berbicara kepada kita dalam Sabda dan memberi Tubuh dan Darah-Nya di dalam Ekaristi? Apakah kita sungguh percaya bahwa dalam komuni kudus kita menerima Tubuh dan Darah Kristus? Apakah kita percaya akan kehadiran Yesus di dalam komuni Bathin? Banyak kali kita hanya protes bahwa kita ‘hanya’ komuni bathin saja bukan komuni secara langsung dengan menerima Tubuh Kristus. Kita protes karena kita belum sepenuhnya beriman kepada Kristus.
Tuhan memberkati kita semua,
PJ-SDB