Food For Thought: Marilah kita saling mengasihi

Marilah kita saling mengasihi!

Kata yang menjadi viral selama beberapa hari terakhir adalah kata ‘Bipang Ambawang’. Kalau kita menggunakan mesin pencari seperti google, cukup dengan mengetik ‘Bipang Ambawang’ maka akan muncul di layar laptop data ini: Sekitar 2.260.000 hasil (0,70 detik). Artinya kata ‘Bipang Ambawang’ benar-benar viral. Banyak orang termasuk saya juga baru tahu ‘Bipang Ambawang’ yakni babi panggang sebagai salah satu makanan khas nusantara dari Kalimantan. Dalam video yang beredar di linimasa, Presiden Jokowi mengatakan: “Yang rindu makan gudeg Yogya, bandeng Semarang, siomay Bandung, pempek Palembang, bipang Ambawang dari Kalimantan dan lain-lainnya tinggal pesan dan makanan kesukaan akan diantar sampai ke rumah.” Khusus bipang Ambawang ini yang paling banyak dikomentari nitizen, dan tentu berdampak sekali. Makanan khas ini laris manis di tengah hujatan dan sikap moderat dari orang-orang yang memiliki akal sehat. Dalam suasana seperti ini, orang yang berakal sehat tak perlu menyiram bensin atau menyebarkan hoax tetapi membawa keteduhan dalam kata dan tindakan kepada sesama manusia.

Sambil mengingat jenis makanan khas nusantara seperti bipang Ambawang ini, kita semua dipanggil untuk menunjukkan nurani dan kejernihan berpikir. Banyak orang tidak mengerti konteks pembicaraan Presiden Jokowi tetapi langsung menyebarkannya dan menambah bumbu-bumbu sehingga orang yang sedang mabuk agama semakin mabuk. Dalam situasi seperti ini, kita tidak perlu berdiam diri, seolah berada di zona aman. Kita perlu bersuara untuk memperjuangkan kasih, kebenaran dan keadilan. Kita tidak perlu terprovokasi untuk bereaksi kalau kita tidak memahami konteks perkataan RI-01 ini. Maka saya merasa bahwa perkataan Yohanes dalam suratnya sangatlah berarti: “Marilah kita saling mengasihi.” (1Yoh 4:7).

Dalam suasana ‘perang di media sosial tentang bipang Ambawang ini’ perkataan Yohanes dalam suratnya ini memiliki kekuatan yang besar bagi kita sebagai anak-anak Tuhan. Yohanes menulis: “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.” (1Yoh 4:7). Kita mengatakan kita mengasihi seseorang bukan dengan perkataan tetapi dengan perbuatan dan kebenaran (1Yoh 3:19). Dengan demikian satu kesadaran baru yang muncul adalah kita saling mengasihi sebab Allah adalah kasih dan bahwa Dialah yang lebih dahulu mengasihi kita. Allah adalah kasih maka Allah juga menjadi sumber kasih. Maka tepat sekali perkataan Yohanes bahwa orang yang memiliki kemampuan untuk mengasihi berasal dari Allah. Dia sungguh lahir dari Allah dan mengenal Allah sebagai kasih.

Allah adalah kasih. Wujud kasih Bapa adalah Yesus Kristus sang Putera. Dia diutus Bapa sebagai kurban tebusan bagi banyak orang dan kita hidup oleh Yesus. Lalu apakah kasih itu sendiri? Yohanes memberi jawaban yang tepat: “Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1Yoh 4:10). Kita selalu berpikir bahwa kita mengasihi Allah. Allah adalah kasih dan Dialah yang sudah lebih dahulu mengasihi kita. Bahkan kasih itu penuh pengurbanan dalam diri Yesus Kristus, Putera Allah. Mengapa Yesus melakukan semuanya ini? Karena Yesus adalah kasih Bapa. Yesus adalah Tuhan yang merendahkan diri dan menyapa kita sebagai sahabat bukan sebagai hamba. Kita perlu merasa bangga, kita adalah ‘orang yang lahir sebelum waktunya’ seperti Paulus tetapi kasih Allah sungguh luar biasa. Dia mengampuni dosa dan salah kita, Dia tidak menghitung dosa-dosa kita tetapi menyapa dan menjadikan kita bukan sebagai hamba melainkan sebagai sahabat. Apakah anda bersahabat dengan Yesus? Apakah anda merasakan kasih Tuhan? Mari kita saling mengasihi, dan berusaha untuk melupakan hal-hal yang sudah berlalu. Kasih adalah segalanya.

Tuhan memberkati, Bunda Maria mendoakan.

PJ-SDB