Homili 17 Juni 2021

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XI
2Kor. 11: 1-11;
Mzm. 111:1-2,3-4,7-8;
Mat 6:7-15

Betapa sempurnanya doa Tuhan

Selama beberapa hari terakhir ini, kita mendengar Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengejawantah Sabda Bahagia dalam hidup yang praktis. Salah satu hal yang ditekankan Tuhan Yesus adalah bagaimana kita mengangkat hati dan pikiran kita kepada Tuhan dengan sempurna. Mengangkat hati dan pikiran kepada Tuhan, tentu berkaitan dengan kehidupan doa kita setiap hari. Banyak kali kita puas dan berkata bahwa kita berdoa dan merasa dekat dengan Tuhan. Namun pertanyaan sederhana bagi kita adalah: “Emang Kamu Berdoa?” Jangan sampai kita yang berpikir bahwa kita berdoa padahal kita sebenarnya tidak berdoa atau salah berdoa. Santo Yakobus pernah berkata: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Yak 4:3).

Tuhan Yesus memberi nasihat yang bagus tentang bagaimana kita seharusnya berdoa kepada Bapa di Surga. Ia berkata: “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” (Mat 6:7-8). Doa yang bertele-tele bukan berarti kita hanya diam dan hening di hadirat Tuhan. Kita juga harus rendah hati untuk menyampaikan kepada Tuhan rasa syukur kita, hal-hal yang kita butuhkan bukan hal-hal yang kita sukai dalam hidup. Hal yang kita sukai belum tentu kita butuhkan di dalam hidup setiap hari. Orang yang rendah hati di hadirat Tuhan akan mengatakan kepada Tuhan apa saja yang dibutuhkannya dan Tuhan akan mengabulkannya.

Banyak kali kita terlalu berpikir tentang aspek tata bahasa, kelogisan, diksi yang tepat dalam doa kita. Hal ini sangat mengganggu banyak orang dalam mengungkapkan doa-doanya kepada Tuhan. Orang merasa malu kalau mengucapkan doanya secara sepontan, merasa tidak berdaya kalau berdoa di depan umum. Mengapa kita berpikir sejauh itu? Tuhan Yesus sendiri berkata: “Karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” (Mat 6:8). Ada juga yang berkata: “Doa yang tidak sempurna ini disempurnakan dengan doa yang Engkau ajarkan kepada kami”. Bagi saya, tidak perlu terlalu merasa rendah diri sedemikian. Tuhan mengert, Tuhan peduli dengan hidup kita. Maka kalau kita merasa gerogi karena tidak bisa berdoa secara spontan maka Doa Bapa kami merupakan doa sempurna dari Putera kepada Bapa.

Betapa sempurnanya doa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita. Doa Bapa kami merupakan doa paling sempurna yang Tuhan Yesus berikan kepada kita. Melalui doa Bapa Kami, kita diajarkan oleh Yesus untuk menyapa Allah sebagai Bapa, konsekuensinya adalah kita menjadi anak dari satu Bapa yang sama dengan Tuhan Yesus. Kalau kita perhatikan baik-baik, Doa Bapa Kami mengandung tujuh permohonan. Bagian pertama dari doa Bapa kami memiliki tiga permohonan untuk memuliakan Tuhan (Mat 6:9-10). Bagian kedua dari doa Bapa kami untuk kebutuhan kita yang berdoa (Mat 6:11-13). Kita mendemukannya ajaran ini di dalam Katekismus Gereja katolik khususnya KGK no. 2765 dan 2781. Doa ini mengandung pujian dan penyembahan kepada Allah, penyerahan diri kita kepada-Nya, pertobatan dan permohonan.

Bagian pertama dari doa Bapa kami memiliki tiga permohonan untuk memuliakan Tuhan (Mat 6:9-10). Ketiga permohonan yang dimaksudkan adalah, Pertama, “Dikuduskanlah namaMu”. Kedua, “Datanglah kerajaanMu” Ketiga, “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di surga”. Bagian kedua dari doa Bapa kami berkaitan dengan hidup berdampingan bersama sesama manusia. Ada empat intensi penting: Pertama, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”. Kedua, “Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” Ketiga, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Keempat, “lepaskanlah kami dari pada yang jahat” Ketujuh intensi ini merupakan intensi Gereja sepanjang zaman. Ketujuh intensi ini juga menandakan betapa sempurnanya doa Tuhan ini. Doa Bapa kami ini ditutup dengan seruan yang bagus dari Tuhan Yesus: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat 6:14-15).

Betapa sempurnanya doa Tuhan bagi kita. Betapa sempurnanya kehendak Tuhan untuk menghibur dan menguatkan kita semua. Kita bersatu dengan keilahian-Nya, kita juga bersatu dengan sesama manusia. Doa Bapa kami mempersatukan kita semua sebagai sudara dan saudari dalam Gereja. Doa Bapa kami menyempurnakan arah gerak hidup kita sebagai pengikut Tuhan.

St. Paulus dalam bacaan pertama mengingatkan jemaat di Korintus dan kepemimpinannya. Beliau melihat ada tanda-tanda positif di dalam kehidupan sebagai jemaat di Korintus. Misalnya kesabaran dalam hidup. Paulus melihat semangat misionernya. Ia berkata: “Jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma.” (2Kor 11:7). Paulus juga menekankan aspek kemandirian. Ia berkata: “Dan ketika aku dalam kekurangan di tengah-tengah kamu, aku tidak menyusahkan seorangpun, sebab apa yang kurang padaku, dicukupkan oleh saudara-saudara yang datang dari Makedonia. Dalam segala hal aku menjaga diriku, supaya jangan menjadi beban bagi kamu, dan aku akan tetap berbuat demikian.” (2Kor 11:9). Untuk mewujudnyatakan ini, perlu doa. Kita kembali mengangkat hati dan pikiran hanya kepada Tuhan. Doa Bapa Kami menjadi doa Tuhan yang sempurna dan menyempurnakan hidup kita.

P. John Laba, SDB