Bermegah dalam Tuhan
Saya merasa bangga ketika mendengar dan merasakan hasrat umat untuk menghormati Santo Yusuf di tahun istimewa ini. Santo Yusuf merupakan sosok orang kudus yang memiliki hati seorang ayah yang terbaik dan sangat menginspirasi banyak orang sepanjang zaman. Saya mengingat Paus Fransiskus, dalam Surat Apostoliknya, Patris Corde, mengekspresikan salah satu permenungannya bahwa Santo Yusuf adalah ‘Seorang bapa yang dikasihi’. Beliau adalah seorang bapa yang dikasihi karena memang nyata bahwa ia adalah suami Maria dan bapaknya Yesus Kristus. Santo Yusuf adalah kepala keluarga kudus yang ikut melayani seluruh rencana keselamatan dari Tuhan. Santo Yusuf adalah seorang ayah yang dikasihi karena setia dalam melayani.
Paus Fransiskus menulis dalam Patris Corde: “Berkat perannya dalam sejarah keselamatan, Santo Yusuf menjadi seorang bapa yang selalu dikasihi oleh umat kristiani, seperti ditunjukkan oleh fakta bahwa banyak sekali gereja yang telah dipersembahkan kepadanya di seluruh dunia; bahwa banyak lembaga religius, persaudaraan religius (Confraternity) dan kelompok-kelompok gerejawi yang diilhami oleh spiritualitasnya dan memakai namanya; dan bahwa berbagai ungkapan kudus telah diberikan selama berabad-abad untuk meng-hormatinya. Banyak santo dan santa berdevosi kepadanya dengan penuh semangat, termasuk Teresa dari Avila, yang menjadikannya sebagai pendorong dan perantaranya, dengan sangat mempercayakan dirinya kepadanya dan menerima semua rahmat yang dimintanya darinya; terdorong oleh pengalamannya sendiri, Santa Teresa menganjurkan orang lain untuk berdevosi kepadanya.” Perkataan Paus Fransiskus ini memb awa kita kepada pemahaman bahwa Santo Yusuf memang luar biasa.
Santo Yusuf sendiri sebenarnya bergumul dengan dirinya dan bergumul di hadirat Tuhan ketika harus mengambil keputusan untuk menjawabi panggilan Tuhan sebagai suami Santa Perawan Maria dan sebagai ayah dari Yesus Kristus. Ia sangat berhati-hati dan diam-diam ingin menjauh dari Bunda Maria. Ia ingin menjadi seorang pria yang bebas tanpa harus ikut menanggung aib bersama Maria yang ternyata mengandung dari Roh Kudus. Dalam sosok seorang Yusuf yang lemah dan rapuh ini, Tuhan menguatkannya melalui malaikat Gabriel. Penglihatannya dalam mimpi menguatkannya, menjadikan dia bermegah dalam Tuhan. Dia menjadi sosok seorang ayah yang dikasihi sepanjang zaman dan tidak pernah terlupakan. Pada hari ini saya memandang Santo Yusuf, seorang pria sejati yang bermegah di dalam Tuhan. Dia sangat inspiratif bagi semua kaum pria dan wanita. Dia bergumul dan bertahan hingga keabadian bersama Tuhan. Inilah yang harus menguatkan kita semua.
Sambil memandang santo Yusuf, saya juga merenung tentang santo Paulus yang hari ini bersaksi sebagai sosok yang bermegah dalam Tuhan. Ia mengisahkan pengalaman hidupnya yang sangat bermakna. Dia hidup dalam kultur dan agama yang membentuknya sebagai seorang pria sejati. Ia banyak berjerih payah, lebih sering di dalam penjara, didera di luar batas, kerap kali dalam bahaya maut. Ia juga mengalami berbagai kekerasan fisik: “Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.” (2Kor 11:24-25). Ia mengalami ancaman-ancaman bencana alam dan berbagai bahaya yang lain. Namun Santo Paulus tetap bermegah dalam Tuhan dengan ‘memelihara semua jemaat’. Pengalaman misioner dan berbagai penderitaan sebagai rasul menunjukkan bahwa Tuhan tetap bekerja bersamanya hingga keabadian. Dia tidak meninggalkan Kristus karena menderita tetapi semakin mencintai Kristus dan memberi dirinya sampai tuntas.
Sosok kedua pria inspiratif ini yakni Santo Yusuf dan Santo Paulus memanggil kita untuk tetap berbangga sebagai milik Kristus dan siap untuk bermegah di dalam Kristus, melayani dan mengasihi-Nya sampai tuntas. St. Yusuf doakanlah kami untuk memiliki hati seorang Bapa yang baik. Santo Paulus doakanlah kami untuk bermegah dalam membaktikan hidup kami bagi Gereja Kristus. Amen.
Tuhan memberkati kita semua,
P. John Laba, SDB