Food For Thought: Berkat di masa pandemi

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XIV
Kej. Kej. 41:55-57; 42:5-7a,17-24a

Berkat di masa pandemi

Pada pagi hari ini salah seorang sahabat yang menulis pesan singkat kepada saya seraya menginformasikan bahwa dia barusan kembali ke rumah setelah mengantar sembako untuk sebuah keluarga yang terpapar covid. Seorang sahabat yang lain sudah terdeteksi positif covid dan sedang isolasi mandiri di rumahnya. Dia merasa bahagia karena selalu ada orang lingkungan yang membawa aneka makanan dan minuman bervitamin lalu menggantungnya di pagar rumah dan mempersilakannya untuk mengambilnya. Ia sungguh merasakan kasih dan persaudaraan dari sesama yang lain. Dan ia mengatakan, ini baru berupa makanan dan minuman, pasti doa-doa juga dipanjatkan untuk kesembuhan dan pemulihan saya. Kedua sahabat yang membagikan pengalaman mengasihi dan dikasihi ini menunjukkan bahwa kita semua adalah saudara dalam suka dan duka. Mereka sama-sama merasa sebagai Gereja yang penuh persaudaraan dan saling menolong. Dan ini adalah berkat di masa pandemi.

Pada hari ini kita mendengar kisah yang menarik di dalam Kitab Kejadian tentang kisah Yusuf dan saudara-saudaranya yang sedang mengalami kelaparan. Di Mesir sendiri, orang-orang yang mengalami kelaparan berteriak-teriak meminta roti kepada Firaun. Dalam masa yang sulit ini, Firaun meminta rakyatnya untuk pergi kepada sang Mangku bumi yakni Yusuf anak Yakub. Dialah yang akan membuka lumbung-lumbung untuk menjual gandum kepada banyak orang. Tentu saja banyak orang berdatangan untuk membeli gandum pada Yusuf.

Di antara para pembeli gandum, ada saudara-saudara Yusuf yang dulu menjualnya ke tanah Mesir. Mereka adalah anak-anak Yakub atau anak-anak Israel. Yusuf segera mengenal saudara-saudaranya namun ia berlaku seolah-olah seperti seorang asing. Ia memasukkan mereka ke dalam tahanan selama tiga hari. Setelah itu terjadilah dialog di antara mereka dan Yusuf. Yusuf berkata: “Buatlah begini, maka kamu akan tetap hidup, aku takut akan Allah. Jika kamu orang jujur, biarkanlah dari kamu bersaudara tinggal seorang terkurung dalam rumah tahanan, tetapi pergilah kamu, bawalah gandum untuk meredakan lapar seisi rumahmu. Tetapi saudaramu yang bungsu itu haruslah kamu bawa kepadaku, supaya perkataanmu itu ternyata benar dan kamu jangan mati.” (Kej 42:18-20). Perkataan Yusuf ini membuat mereka merenung dan mengenali kesalahan yang sudah mereka lakukan bagi Yusuf. Yusuf menangis memandang saudara-saudaranya yang mengenali kesalahan mereka.

Kisah Yusuf anak Yakub di Mesir ini menunjukkan dua hal yang indah. Pertama, Yusuf dipersiapkan Tuhan untuk menjadi berkat bagi saudara-saudaranya. Dia sungguh menjadi berkat bagi saudara-saudaranya di masa pandemi yaitu kelaparan yang melanda seluruh dunia saat itu. Kedua, Perjumpaan Yusuf dan saudara-saudaranya di masa pandemi ini menjadi kesempatan untuk berekonsiliasi, bertransformasi atau lebih tepat bermetanoia. Mereka mengingat kesalahan mereka dan menyesalinya. Dua hal ini juga sedang terjadi dalam hidup kita. Di masa pandemi ini, kita berusaha melupakan yang gelap dan hanya melihat terang saja. Kita sungguh menjadi saudara karena memiliki musuh yang sama yaitu C-19.

Tuhan Yesus memanggil para murid untuk membawa berkat bagi banyak orang. Mereka semua harus merasakan keindahan Kerajaan Allah yang diwartakan para rasul Yesus. Kita sebagai Gereja saat ini juga merasakan hal yang sama. Pandemi mengubah hidup kita untuk menjaga diri kita dan menjaga serta melindungi kehidupan sesama yang lain.

Tuhan memberkati kita semua,

PJ-SDB