Homili 6 Juli 2021

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XIV
Kej. 32:22-32;
Mzm. 17:1,2-3,6-7,8b,15;
Mat. 9:32-38

Bergumul di hadirat Tuhan Allah

Salah satu kata yang menghiasi setiap renungan di masa pandemi ini adalah kata bergumul. Setiap pribadi sedang bergumul dengan diri sendiri, bergumul dengan sesama dan bergumul di hadirat Tuhan Allah. Saya mengingat seorang sahabat yang barusan terpapar Covid-19. Ketika kembali ke rumah dia memulai isolasi mandiri di kamar apartemennya yang belum laku dijual. Di tempat inilah ia merasakan pergumulan yang luar biasa. Ia bergumul dengan dirinya saat ia bertanya-tanya dalam dirinya mengapa ia sampai terpapar Covid-19. Ia menelusuri kontaknya dengan pribadi lain, ia mempersalahkan dirinya karena tidak mematuhi protokol Kesehatan. Di saat seperti ini, anggota keluarganya juga kuatir, dan mulai sibuk untuk menolong. Ada juga yang terang-terang menolak untuk menolong karena takut terjangkit. Di saat yang sama ia bergumul di hadirat Tuhan Allah dengan berpasrah, dan penuh ketakutan. Dia merasa terganggu dengan cerita-cerita yang menakutkan dari para korban yang sudah pernah terpapar covid. Inilah pergumulan tersendiri yang dihadapi oleh sahabatku dan ia mengatakan bahwa covid itu ada bukan sekedar halusinasi belaka.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Yakub. Setelah ia percaya kepada kasih dan kemurahan hati Tuhan, kini ia bergumul untuk memurnikan imannya kepada Allah. Dikisahkan di dalam Kitab Kejadian bahwa ia bangun dan membawa kedua isrinya, kedua budaknya perempuan dan kesebelas anaknya. Pada malam itu juga ia bersama mereka menyeberang sungai Yabok. Setelah menyeberangkan segalanya, Yakub masih tinggal sendirian. Di saat itulah ia bergulat dengan seorang laki-laki tak dikenal dan berlangsung semalaman hingga fajar menyingsing. Perlu kita pahami bahwa orang-orang Yahudi memiliki ketakutan tersendiri dengan dunia air. Mungkin karena pengalaman air bah yang menakutkan. Mereka juga percaya bahwa di dalam air itu ada penunggunya. Itulah sebabnya, ketika Yakub bergulat dengan seorang lelaki tak dikenal, ia mungkin berpikir sedang bergumul dengan penunggu air sungai Yabok.

Dikisahkah juga bahwa ketika lelaki itu merasa tidak akan mengalahkan Yakub maka ia memukul sendiri pangkal paha Yakub sehingga ia terpelecok. Orang itu meminta kepada Yakub untuk membiarkannya pergi namun Yakubu tidak membiarkannya, malah ia meminta untuk diberkati. Di sungai Yabok inilah Yakub mendapatkan nama baru yakni Israel, sebab ia sudah bergumul melawan Allah dan manusia dan ia menang. Yakub juga menamakan tempat ini Pniel sebab ia yakin telah berhadapan muka dengan Allah namun ia tetap hidup.

Melalui bacaan ini, kita dibantu untuk menyadari pengalaman iman atau pengalaman akan Allah di dalam diri Yakub. Yakubu bergumul semalaman di hadirat Allah. Ia bertahan dan memenangkan pergumulannya sehingga ia diberi nama baru Israel. Yakub memberi teladan kepada kita. Masing-masing kita juga memiliki pergumulan dengan diri sendiri, dengan sesama dan dengan Tuhan. Kita harus jujur untuk mengakui aneka pergumulan ini. Jangan pernah bohong bahwa anda tidak memiliki masalah kehidupan, bahwa semuanya baik-baik. Kita pasti bergumul dan disaat bergumul inilah kita berubah secara total seperti Yakub. Ada transformasi yang luar biasa. Dari Yakub menjadi Israel. Dari manusia biasa-biasa menjadi manusia luar biasa karena memenangkan pergumulan di hadirat Tuhan. Betapa indahnya pengalaman Yakub ini.

Dalam bacaan Injil, kita juga berjumpa dengan aneka pergumulan manusia. Ada orang bisu, kerasukan setan yang bergumul dengan dirinya, dengan sesama dan di hadirat Yesus. Pergumulan pribadi itu menjadi kemenangan ketika Tuhan Yesus menunjukkan belas kasihan-Nya kepada mereka. Tentu saja tanda-tanda yang dilakukan Yesus sebagai wujud nyata belas kasih-Nya ini membuat orang merasa heran. Namun masih saja ada yang mencurigai bahwa semua yang dilakukan Yesus ini karena kuasa penghulu setan. Hal semacam ini selalu terjadi dalam hidup kita. Di mana ada kebaikan dan perbuatan baik pasti ada kecurigaan dan niat jahat. Itulah manusia di hadirat Tuhan dan sesama.

Dalam situasi seperti ini, Tuhan Yesus tidak pernah merasa kecewa. Ia tetap berkeliling dan berbuat baik. Ia tetap memiliki hati yang tergerak oleh belas kasihan kepada orang-orang miskin dan yang menderita. Mereka yang lelah, terlantar seperti domba tanpa gembala. Ini merupakan pergumulan tersendiri yang kiranya di saat pandemi ini juga sedang dialami manusia, anda dan saya juga.

Apakah Tuhan tinggal diam ketika manusia bergumul? Jawabannya adalah tidak. Tuhan memiliki rencana yang indah. Ia bahkan secara terbuka berkata: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Mat 9:37-38). Tuhan yang memiliki pekerja dan manusia harus berani meminta dalam doanya supaya Tuhan dapat mengutus pekerja-Nya untuk meringankan beban dan pergumulan hidup manusia lainnya. Semua ini sedang terjadi di dalam Gereja kita. Gereja bergumul, Tuhan tidak pernah tinggal diam. Ada belas kasih yang mengalir dan menguatkan serta menyelamatkan Gereja. Bersyukurlah dan berdoalah supaya pergumulan-pergumulan ini segera berlalu.

P. John Laba, SDB