Homili Hari Minggu Biasa ke-XVIB – 2021

Hari Minggu Biasa XVI/B
Yer. 23:1-6;
Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6;
Ef. 2:13-18;
Mrk. 6:30-34.

Memahami spiritualitas seorang gembala

Kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XVI/B. Meskipun waktu mengalir begitu cepat namun Tuhan tetap setia membimbing kita melalui Sabda-Nya dari saat ke saat. Benarlah apa yang dikatakan-Nya: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20). Menjadi pertanyaan bagi kita masing-masing adalah apakah kita sendiri mengalami penyertaan Tuhan di dalam hidup kita? Jangan sampai Tuhan menyertai kita tetapi kita sendiri lupa atau tidak menyadarinya. Kita memiliki satu penyakit yaitu mudah lupa atau cepat lupa akan kasih dan kebaikan Tuhan dan sesama, dan tidak akan lupa akan kejahatan atau perbuatan yang menyakitkan kita.

Pada hari ini Tuhan mengarahkan kiblat hidup kita untuk memandang sosok seorang gembala. Seorang gembala yang memiliki hati yang selalu tergerak oleh belas kasihan kepada manusia dan kebutuhannya. Penginjil Markus hari ini mengisahkan tentang komunitas Yesus yang memilih untuk berekreasi bersama, memiliki quality time bersama di dalam Komunitas. Ketika itu para murid Yesus barusan kembali dari perutusan mereka, dan mereka masih sangat antusias karena pewartaan Injil yang mereka lakukan. Yesus melihat mereka sedang kelelahan dan Ia mengerti keadaan mereka maka Ia menunjukkan diri-Nya sebagai gembala yang baik di tengah-tengah mereka. Ia mengajak mereka sebagai domba-domba yang paling dekat yang nantinya mereka juga akan dijadikan sebagai gembala-gembala untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Inilah perkataan Yesus kepada mereka: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!” (Mrk 6:31). Tuhan Yesus sang gembala baik menghendaki sebuah quality time bersama di sela-sela kesibukan mereka untuk melayani banyak orang yang sangat membutuhkan keselamatan.

Yesus dan para murid-Nya memang berniat untuk mengasingkan diri ke tempat yang sunyi, menyendiri sejenak namun sebagaimana dikatakan Yesus sendiri: “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku.” (Yoh 10:27) sehingga terjadilah bahwa banyak orang tetap mencari mereka di seberang danau. Orang-orang itu melewati jalan darat dan lebih cepat tiba di tempat yang mereka yakini akan bertemu dengan Yesus dan para murid-Nya. Dari kisah ini, kita melihat betapa antusiasnya orang banyak yang mencari Yesus hingga menemukan-Nya. Ini berarti mereka sangat membutuhkan Yesus dalam hidup mereka. Reaksi Yesus sebagaiman adalah ditunjukkan oleh Penginjil Markus adalah: “Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.” (Mrk 6:34). Yesus memiliki hati yang berbelas kasih dan semangat-Nya untuk mengajar mereka. Belas kasih dan mengajar ini sungguh menjadi kekhasan Yesus.

Dari bacaan Injil ini kita belajar banyak hal berkaitan dengan spiritualitas sang Gembala Baik. Pertama, Yesus sang gembala baik itu selalu peka terhadap kebutuhan domba-dombanya. Yesus menunjukkan hal ini ketika mengajak para murid untuk berekreasi bersama. Nah, apakah kita peka terhadap kebutuhan setiap anggota keluarga kita? Kebutuhan yang penting di sini adalah istirahat bersama dan berekrekasi. Setiap orang membutuhkan istirahat dan rekreasi bersama. Inilah yang juga disebut quality time atau waktu berkualitas yang sangat penting di dalam diri pribadi dan keluarga atau komunitas. Kedua, Gembala yang baik memiliki hati yang tergerak oleh belas kasihan. Hati yang berbelas kasih itu menunjukkan kerahiman Allah bagi orang-orang pilihan-Nya. Gembala yang mampu mengasihi akan tetap dikenang, gembala yang kasar dan jahat seperti orang tanpa pendidikan yang memadai sehingga hanya mengandalkan sikap kasar dirinya sendiri akan mudah dilupakan. Ketiga, Yesus adalah gembala sekaligus seorang pendidik ulung. Dia mewartakan Kerajaan Allah dengan pengajaran-pengajaran dan keteladanan hidup-Nya.

Tantangan yang dihadapi oleh para gembala dalam mengejawantah spiritualitas kegembalaannya adalah kelemahan-kelemahan manusiawinya dalam melayani sebagai gembala. Kelemahan para gembala diungkapkan dengan jelas oleh nabi Yeremia yakni para gembala yang mudah melepaskan sekaligus melupakan tugas dan tanggung jawabnya. Para gembala seperti ini mudah membiarkan kambing domba gembalaan milik Tuhan hilang dan terserak! (Yer 23:1). Banyak umat sebagai domba sering mengeluhkan para gembalanya yang tidak bisa diandalkan sebagai abdi atau pelayan Tuhan dan sesama. Pelayanan para gembala tidak terencana, dadakan, tanpa prioritas dan suka memilah-milah siapa yang dilayaninya. Ini boleh dikatakan sebagai kelemahan para gembala sepanjang masa.

Tuhan adalah gembala yang baik dan Dia tidak menghendaki mentalitas pelayanan para gembala seperti ini. Reaksi keras Tuhan adalah pertama, Tuhan akan membalaskan kepada para gembala perbuatan-perbuatan mereka yang jahat (Yer 23:2), Kedua, Tuhan sebagai gembala yang baik akan akan mengumpulkan kambing dan domba dan mengantarnya sendiri ke padang supaya berkembang biak (Yer 23:3). Ketiga, Tuhan akan mengangkat sendiri gembala-gembala untuk menggembalakan kambing dan domba ini (Yer 23:4). Keempat, Tuhan sendiri akan menumbuhkan tunas adil dari Daud yang menjadi sosok Gembala baik yaitu Yesus sang Anak Allah di masa depan. Semua ini adalah reaksi keras yang dilakukan Tuhan bagi para gembala yang tidak bertanggung jawab dalam tugas penggembalaan dan juga pelayanan mereka.

Lalu apa yang harus dilakukan para gembala untuk tetap setia dalam menjalani spiritualitasnya? Pertama, para gembala itu harus bisa mendengar sabda dan melakukannya di dalam hidupnya. Domba-domba bisa mengenal perkataan Tuhan dan melakukannya kalau gembalanya sudah lebih mahir dalam mendengar dan melakukan sabda. Kedua, Para gembala itu berusaha untuk membangun rasa keadilan dalam diri para domba gembalaannya. Rasa keadilan ini berkatian dengan semangat melayani dengan hati sang gembala baik. Melayani semua orang tanpa kekecualian. Ketiga, Para gembala membawa kesejukan, damai dan sukacita. Yesus adalah damai kita maka tugas para gembala adalah membawa damai Tuhan dan biarkan semua orang merasakan dan mengalami damai Tuhan. Keempat, para gembala itu harus berbau domba. Dia menyatu dengan domba dan berusaha untuk menyelamatkan domba-dombanya.

Pada hari ini kita semua dipanggil untuk belajar menghayati spiritualitas Gembala baik berdasarkan panggilan kita masing-masing. Kalau anda sebagai orang tua, pendidik, ASN maka jadilah gembala yang baik dalam tugas pelayananmu melalui kehadiran aktif, kejujuran dan ketekunan. Saya sebagai imam mewujudkan imamat dan tugas kegembalaan saya seperti Yesus sang Gembala baik.

P. John Laba, SDB