Food For Thought: Sahabat mereka yang sedang putus asa

Sahabat bagi mereka yang sedang putus asa

Pada sore hari ini, komunitas saya mengadakan pertemuan pekan pertama Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN). Para Romo, Bruder dan novis saling berbagi pengalaman tentang ‘pernah putus asa’ sebagai pengalaman nyata dalam hidup, lebih lagi di masa pandemi ini. Semua anggota komunitasku pernah mengalami putus asa tetapi ada satu kekuatan yang membuat kami semua bisa keluar dari kenyataan putus asa ini yakni iman kepada Tuhan. Di saat-saat yang sulit, Tuhan selalu diundang dalam doa untuk hadir dan rasanya Ia tidak pernah berhenti berkata: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut.” (Mat 14:27). Terima kasih Tuhan, Engkau sungguh baik bagi kami semua di komunitas ini.

Saya mengingat Michael Jackson. Dalam pidatonya di Oxford Union pada tanggal 6 Maret 2001 bertajuk ‘Heal the kids’, beliau berkata: “In a world filled with hate, we must still dare to hope. In a world filled with anger, we must still dare to comfort. In a world filled with despair, we must still dare to dream. And in a world filled with distrust, we must still dare to believe.” (Di dunia yang penuh kebencian, kita masih harus berani berharap. Di dunia yang penuh amarah, kita harus tetap berani menghibur. Di dunia yang penuh dengan keputusasaan, kita masih harus berani bermimpi. Dan di dunia yang penuh dengan ketidakpercayaan, kita harus tetap berani percaya). Bisa dibaca di link ini: https://mjjjusticeproject.wordpress.com/2012/03/09/michael-jacksons-oxford-union-speech-2001/ Saya terkesan dengan perkataan ‘Di dunia yang penuh dengan keputusasaan, kita masih harus berani bermimpi.’ Mimpi untuk mengentas keputusasaan. Michael Jackson menjadi sahabat bagi anak-anak yang sedang putus asa di dunia ini.

Satu hal yang penting bagi kita sebagai pengikut Kristus adalah selalu berusaha untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus selalu berkeliling dan berbuat baik. Dia menjadi sahabat orang-orang yang putus asa. Dalam bacaan Injil hari ini, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat bertanya kepada-Nya tentang puasa sesuai peraturan agama Yahudi. Para murid Yesus tidak berpuasa, sedangkan orang lain yakni para murid Yohanes Pembaptis dan para murid kaum Farisi berpuasa. Tuhan Yesus memiliki alasan bahwa Dia adalah mempelai dan para murid adalah sahabat, sebab itu selama mempelai dan sahabat tinggal bersama maka yang ada hanya sukacita bukan putus asa. Perasaan itu akan datang saat Yesus memasuki paskah-Nya. Jadi Yesus benar-benar sahabat bagi orang yang putus asa, namun Dia tetap menawarkan sukacita sebagai sahabat mempelai. Di dalam komunitas Yesus ada sukacita sebagai sahabat mempelai dan ada putus asa di saat peristiwa paskah Yesus: menderita, sengsara dan wafat. Kebangkitan adalah kembali kepada sukacita.

Apakah anda bisa menjadi sahabat seperjalanan dengan mereka yang putus asa dan kehilangan harapan? Atau anda tertawa di atas penderitaan orang lain? Kita harus menjadi Yesus yang lain bagi sesama di sekitar kita.

Tuhan memberkati kita semua. St. Gregorius Agung mendoakan kita semua.

P. John Laba, SDB